Written by: Muhammad Misbahuddin
Story Idea: Muhammad Misbahuddin & Mia Samiasti
PROLOGUE
Wajahnya yang biasa saja, tingkah lakunya yang konyol, dan kata-katanya yang biasa.
Siapa sangka kalau orang seperti dia ternyata memiliki kepribadian yang aneh.
Kepribadian yang membuat orang tidak percaya jika mengetahuinya. Dia berubah,
dari orang aneh menjadi sangat aneh.
1. VANISH
HARI ini hari Jum’at. Semua murid SMA N
5 Jakarta memakai baju seragam muslim¾kecuali mereka yang beragama non-muslim. Pelajaran pertama
kelas X-5 adalah di ruang PKn 1. Di kelas, beberapa anak ada yang sedang sibuk
menyalin PR Matematika dari temannya. Beberapa siswi sedang berganti pakaian
muslim setelah mereka senam tadi yang terpaksa selesai lebih cepat karena
gerimis.
Di sela-sela kesibukan mereka,
tiba-tiba tercium aroma harum yang begitu familiar. Ini bau buah. Melon. Bau
ini berasal dari parfum Tribuana Chris Shinta. Baunya seperti sirup. Sedangkan
Mia Samiasti, pakaiannya mengeluarkan bau vanilla.
Avinizki Citradi, Aldi Ibadurrachman,
Muhammad Suniaji, dan Fariz Denada, berkumpul di meja yang sama. Sama-sama
memegang buku, sama-sama memegang bolpoin. Tidak salah lagi, mereka sedang
menyalin PR¾kecuali Faris¾dari buku Fitria Finka yang dipinjam
Aldi sebelumnya. Faris hanya duduk memandangi mereka dengan tenang.
Di meja lain, Fu’ad Afra
Huda, Muhammad Faris Humama, Rommy Kurniawan, Al’Fiil Nanda Ronas, dan Bayu
Renaldi, juga berkumpul dalam satu meja. Yang mereka lakukan masih sama,
menyalin PR Matematika.
“Ya elah, masih jaman
ngerjain PR di sekolah?” kata Misbah sambil melihat-lihat mereka yang sedang
menyalin PR.
“Emang lo udeh ngerjain?.”
tanya Fariz. Nadanya sinis.
“Ye belom lah. Ngapain
ngejain. Males kali.” kata Misbah dengan bangga.
“Wess, bagus. Tos dulu
dong.” kata Fariz, lalu melakukan tos dengan Misbah.
Misbah lalu keluar dan
berdiri di balkon depan kelas. Di sana ada Ricky. Dia sedang memandangi
lapangan berwarna merah dan ungu dari sponsor yang basah oleh air hujan.
Wajahnya tampak memikirkan sesuatu. Sepertinya ia sedang kebingungan.
“Bengong.” kata Misbah
sambil tangannya menepuk bahu Ricky.
Ricky diam selama lima
detik, kemudian berbicara.
“Perasaan gue nggak enak.”
kata Ricky. Nadanya tampak serius.
“Kenapa?”
“Nggak enak aja.”
Di dalam kelas, Mia sedang
membantu Tribuana memakaikan kerudungnya yang berwarna ungu terang. Orang lain
mungkin mengatakan itu adalah warna putih, tapi sebenarnya itu adalah warna
ungu. Aisyah Zulfah mendekati mereka yang sedang memakai kerudung.
“Eh, tolongdeh penitinye.”
kata Mia.
Aisyah lalu mengmbil
peniti kecil yang berwarna kekuningan yang tergeletak di meja, lalu
memberikannya kepada Mia. Mata Aisyah tampak kaget melihat kerudung yang
dipakai Tribuana.
“Eh Ta, nekat lo ye.
Ketauan Bu Tuti kena lo.” kata Aisyah. Tata adalah nama panggilan Tribuana.
Diambil dari nama belakangnya Shinta, yang kemudian sering dipanggil dengan
nama Tata.
“Apaan si?” tanya
Tribuana. Nadanya terdengar bingung.
“Kerudung lo.”
“Emang keliatan banget
ye?”
“Iye lah.”
Mendengar keributan mereka,
Misbah masuk ke kelas dan menghampiri mereka.
“Ada apaan si?” tanya
Misbah.
“Tu Tata kerudungnya warna
ungu.” kata Aisyah.
“Emang keliatan banget ye
Mbah?” tanya Tata. Tata selalu memanggil Misbah dengan sebutan ‘Mbah’. Itu juga
karena keinginan Misbah, karena sudah terbiasa dari SD dipanggil dengan sebutan
‘Mbah’.
Misbah memandangi kerudung
Tribuana yang berwarna keunguan.
“Enggak ah. Eh, tapi iye
juga si.” kata Misbah.
“Tuh kan. Udeh ganti aje.
Emang ga ada kerudung laen? Dari pada lo kena Bu Tuti entar.” kata Aisyah.
Sifat bawelnya sudah keluar.
“Udeh si, biarin aje.
Santai.” kata Mia. Nadanya ringan.
“Iye ah, santai aje.” Kata
Tribuana.
“Ih, nekat lo.” kata
Aisyah. Nadanya tidak senang.
Lalu Aisyah menanyakan hal
lain. Misbah meninggalkan mereka, dan duduk di bangkunya. Sambil melihat-lihat
teman-temannya yang sedang menyalin PR, Misbah mengeluarkan handphonenya dan
memulai membuka akun Facebook miliknya.
Di sela-sela keseriusannya
berfacebook ria, Misbah mendengar suara seseorang di depannya yang sedang
menyalin PR.
“Ih, apa-apaan si lo.
Sonoan kek. Maho banget lo.” kata seseorang di depannya.
Misbah menghiraukan suara
itu.
Di kamar mandi, Ismi
sedang memakai rok abu-abu. Tiba-tiba sesuatu keluar dari saku baju muslim yang
dipakainya. Sesuatu berwarna kuning dengan kilauan glitter. Itu adalah
ponselnya.
“Yah, Ismi. Hp lo!” kata
Syifa yang saat itu sedang memegangi kaus dan celana olah raga milik Ismi.
“Hah, mane Hp gue?” kata
Ismi. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, mencari ponselnya yang jatuh.
“Itu di bawah.” kata Syifa
sambil tangannya menunjuk ke arah kaki Ismi.
Ismi langsung mengambil
ponselnya yang tergeletak di lantai kamar mandi.
Di kelas, semua sibuk
dengan pekerjaan mereka yang seharusnya dikerjakan di rumah malah dikerjakan di
sekolah. Mungkin memang sudah budaya yang tidak bisa ditinggalkan.
Tiba-tiba Pak Slamet masuk
ke kelas. Pelajaran pun dimulai. Materi PKn pagi ini adalah tentang HAM. Pak
Slamet menjelaskan tentang HAM dengan terperinci. Semua anak X-5 mendengarkan
dengan hikmat.
Pelajaran pertama selesai.
Kini saatnya pelajaran ke 2, yaitu Matematika. Sudah tidak asing lagi
pemandangan seperti ini di SMA N 5 Jakarta. Setiap bel pergantian jam pelajaran
berdering, pasti di koridor selalu ramai dengan para siswa siswi yang mencari
kelas baru. Mereka harus pindah ruangan setiap berganti pelajaran. Entah apa
tujuannya, tapi hal itu sama sekali tidak efisien. Guru pengawas pun juga harus
pindah untuk mencari ruangan yang kelasnya harus diajar.
Dari ruang Bahasa
Indonesia 2, kelas X-5 pindah menuju ke ruang Matematika 3 yang letaknya berjauhan, bahkan bisa
dibilang berseberangan. Walaupun masih di lantai tiga, tetap saja membuat
mereka lelah karena harus membawa serta tas yang berisi buku yang tidak bisa
dibilang ringan.
Dari ruang Matematika 3,
mereka harus berjalan berbalik arah, karena pelajaran selanjutnya adalah Bahasa
Inggris di raunag Bahasa Inggris 3. Seperti biasa, setiap pelajaran Bahasa
Inggris, kelas X-5 selalu saja berisik. Walaupun ada Mr. Jumardi di depan kelas
yang sedang mengawas, mereka tetap saja rebut. Mr. Jumardi seperti patung yang
tidak berguna yang dilupakan oleh pemiliknya. Lagi pula, setiap Mr. Jumardi
masuk dan mengajar kelas X-5 selalu saja diledek. Bagaimana tidak, seorang
laki-laki memakai jam tangan berwarna merah muda dan lensa kontak berwarna biru
terang membuat semua siawa siswi di kelas X-5 tertawa tertahan.
Dari ruang Bahasa Inggris
3, mereka berjalan berbalik arah lagi ke ruang Matematika 2 yang letaknya tepat
di samping ruang Matematika 3 untuk pelajaran Bimbingan Konseling. Namun
sepertinya pelajaran ini tidak penting. Yang mengajar pun bisa dihitung dengan
jari kehadirannya.
Sebelum pelajaran dimulai,
siswa siswi di SMA N 5 Jakarta harus melaksanakan kegiatan keagamaan terlebih
dahulu. Para siswa muslim harus melaksanakan Sholat Jum’at, para siswi muslimah
harus mengikuti kegiatan Keputrian, sementara yang beragama lain mengikuti
bimbingan dari guru keagamaan masing-masing.
Di masjid, para siswa X-5
malah berbicara satu sama lain, bukannya mendengarkan ceramah yang diberikan
khotib.
“Ya Allah, semoga penyakit
teman saya sembuh Ya Allah.” kata Fu’ad seraya berdoa sambil duduk di Masjid An
Nur SMA N 5 Jakarta yang pada saat itu sangat sesak dengan para jamaah Sholat
Jum’at.
“Siapa?” tanya Misbah
sambil wajahnya tersenyum karena sejak tadi mendengarkan Fu’ad yang bercanda.
“Aldi.” jawab Fu’ad
santai.
“Emang kenape?” tanaya
Misbah. Wajahnya penasaran.
“Maho bego.” kata Fu’ad.
Nada suaranya agak sedikit tinggi.
Setelah Sholat Jum’at,
semua menikmati saat-saat istirahat sambil menunggu bel berdering tanda
pelajaran akan segera dimaulai.
Karena ruang Matematika 2
sedang dipakai utuk kegiatan Rohani Kristen, jadi siswa siswi X-5 yang beragama
muslim menunggu du luar ruangan. Seperti biasa, Misbah duduk di lantai koridor
di depan ruang TIK karena di sekitar situ adalah area Hot Spot. Ia sering
memakai WiFi dari ruang TIK untuk menggunakan layanan internet secara gratis.
Para siswi X-5 biasa
duduk-duduk di koridor di depan ruang Matematika 2, berbincang-bincang tidak
penting sambil menunggu jegiatan Rihani Kristen selesai.
Para siswa X-5 lain biasa
berkumpul di meja di dekat ruang TIK yang biasa digunakan para guru untuk piket
bergantian.
“Ngapain, Ay?” tanya Mia
kepada Misbah. Ia dan Tribuana sudah terbiasa memanggil Misbah dengan sebutan
‘Ay’.
“WiFi-an.” jawab Misbah
singkat. Matanya masih tertuju ke layar ponselnya.
“Lagi buka apaan?” Mia
bertanya lagi.
“Lagi donlot vidio.” jawab
Misbah sambil tangannya mnunjukkan layar ponsel yang menunjukkan angka 72%.
“Vidio apaan? Bokep ye?”
tanya Mia sambil wajahnya sedikit tersenyum.
“Enak aje. Gue kan anak
baek-baek.” kata Misbah dengan nada bercanda.
Selagi menunggu download
selesai, Mia melihat siswa X-5 yang sedang berbincang dengan kata-kata yang
tidak disaring.
“Diganti lah.” kata Fu’ad
dengan suara agak keras.
“Emang kenape?” tanya
Fariz Denada.
“Mosok ketua kelas kayak
die, mo jadi ape kelas kita?” kata Fu’ad sambil tangannya mnunjuk ke wajah Aldi
Ibadurrachman.
Fariz hanya diam sejenak
sambil melihat Aldi. “Bener juga ye.”
“Iye lah. Die tu cocoknye
jadi guru bokep”
Aldi yang saat itu diledek
Fu’ad hanya tertawa kecil.
Misbah menonton vidio yang
tadi didownloadnya. Mia langsung menyambar ponsel Misbah dan mellihat vidio
yang sedang diputar.
“Vidio apaan si? Kok
kartun-kartun gini?” tanay Mia sambil menatap layar ponsel Misbah.
“Happy Tree. Lucu tau.”
jawab Misbah.
“Lucu apaan? Darah-darah
begini dibilag lucu.”
“Keren tau. Lucu” sahut
Misbah sambil tersenyum.
Mia kembali menikmati
vidio Happy Tree yang sedang diputar di ponsel milik Misbah. Kadang-kadang
tertawa saat kekonyolan terjadi di vidio tersebut.
“Ih, anjing. Matanye
dibelah.” kata Mia. Bibirnya masih tersenyum.
Sedang asyiknya menonton,
tiba-tiba bel berdering. Kegiatan okris pun selesai. Mia segera bangun dan
menuju ke ruang Matematika 2.
Di ruang Matematika 2,
seperti biasa, beberapa siswa X-5 bermain-main di kelas. Karena hari ini guru
pembimbing tidak hadir, mereka bebas bermain tanpa harus ada yang memarahi atau
menegur mereka. Kali ini mereka memainkan sebuah permainan yang bisa dibilang
permainan lama, karena sejak mereka SD, permainan ini sudah dimainkan di
beberapa sekolah. Nama permainan ini adalah Kuda Reot.
Yang berjaga adalah Aldi,
Suniaji, Aditya, Alvin, dan Padilah. Aldi yang berdiri, sementara yang lainnya
membungkuk untuk dinaiki Alfiil, Bayu, Faris, Rommy, dan Fu’ad.
Alfiil berlari cepat dan
melompat. Ia mendarat di punggung Alvin. Lalu Bayu melompat dan mendarat pada
punggung yang sama. Kemudian Faris di punggung Padilah, begitu pula dengan
Rommy. Fu’ad berlari cepat, tapi ia langsung menghentikan langkahnya karena
Padilah langsung tumbang karena tidak kuat menahan punggungnya. Semua yang
menonton mereka bermain langsung tertawa terbahak-bahak, kemudian kembali
mengecilkan suara karena tidak ingin menggangu kelas lain yang sedang belajar.
Faris melompat kegirangan karen kelompoknya menang.
Kelompok yang berjaga
kembali membungkuk, namun kali ini urutannya berubah. Pertama Suniaji, lalu
Alvin, Aditya, kemuadian Padilah di paling belakang. Rommy berlari cepat dan
melompat. Ia mendarat di punggung Alvin. Kemudian Alfiil, ia mendarat di
punggung Aditya. Lalu Bayu dan Faris mendarat di punggung Padilah. Padilah
kembali tumbang. Lagi-lagi Fi’ad tidak melompat. Semua kembali tertawa. Saat
seperti ini malah direkam menggunakan kamera ponsel oleh beberapa anak X-5.
Kali ini urutannya diubah
lagi menjadi Padilah, Suniaji, Alvin, lalu Aditya di paling belakang. Permainan
dimulai lagi. Alfiil berlari dan melompat, mendarat di punggung Alvin. Bayu
berlari cepat. Alfill menundukkan tubuhnya. Bayu melompat dan mendarat di atas
kepala Alfiil. Fu’ad kali ini melompat. Ia mendarat di atas punggung Alfiil.
Lalu Faris di atas punggung Aditya. Rommy mengambil kuda-kuda, lalu melompat
dan mendarat di punggung Aditya. Kali ini tidak ada yang tumbang. Lalu Bayu dan
Aldi melakukan suten, dan yang menag adalah Aldi.
Sebenarnya mereka masih
ingin bermain, namun bel berdering dan siswa siswi X-5 harus segera ke laboratorium
Bahasa Inggris untuk materi dari Elmo.
Seperti biasa, Aldi
menggoda Annisa Nur Hanny sambil matanya terus menatap dada Annisa. Ia memang
selalu seperti itu. Biasanya siswa X-5 lain malah melakukannya secara
berjamaah.
Suniaji melihat Aldi yang
sedang bersama Annisa.
“Najis dah. Pantesan
jabatan ketua kelas lo diilangin sama anak-anak.” kata Suniaji dengan maksud
meledek.
Adi hanya tersenyum sambil
terus berjalan ke laboratorium Bahasa Inggris.
“Eh, ke kamar mandi yuk.”
ajak Suniaji dengan maksud ingin ditemani.
“Ah, gue mao ke koprasi,
mo beli pensil. Katanye anak-anak, Elmo ada ujian.” jawab Aldi. Ia langsung
menuju ke lantai dasar.
Suniaji berjalan sendiri
ke toilet di samping ruang Mulok di lantai dua.
Yang lainnya masuk ke
laboratorium Bahasa Inggris. Semuanya saling sapa dengan Miss Murni dan Miss
Monika.
“Yossy mana Yossy?” kata
Miss Monika agak berteriak.
Yossy mendekat ke Miss
Monika. “Saya Miss. Kenapa?”
“Kamu sama Ismiranti
dipanggil ke ruang guru sama Bu Susi tadi”
“Sekarang, Miss?”
“Iya, sekarang.”
Yossy langsung memanggil
Ismi dan segera menuju ruang guru.
Pelajaran dimulai. Hari
ini Elmo ada ujian Toefl. Hal ini bertujuan untuk mengetes kemampuan setiap
siswa siswi untuk nantinya akan menerima sebuah sertifikat yang akan diterima
setiap tahunnya.
“Yang nggak punya pensil,
nggak boleh ikut ujian ya.” kata Miss Murni sambil membagikan lembar jawaban
dan buku soal ujian Toefl.
“Yah, Miss. Saya nggak
bawa pensi, Miss.” kata Fu’ad.
“Ya udah. Kamu beli dulu”
Fu’ad segera keluar dan
menuju koprasi di lantai dasar.
Tes pun dimulai. Yossy
memasuki ruangan dan mulai mengerjakan tesnya. Tes yang dikerjakan bukan
sembarang tes. Bahasa Inggris yang digunakan adalah bahasa Inggris dengan aksen
yang British, jadi cukup sulit untuk mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia.
“Tenang aja, Mia. Kita kan
lahir di Inggris.” kata Misbah dengan bangga.
“Iye lah. Kita pasti bisa
ngerjain. Soal ginian si gampang.” sahut Mia.
Tiba-tiba Ismi memasuki
ruangan. Ia bergabung bersama Misbah dan Mia yang sedang mengerjakan Toefl
sambil tiduran di atas karpet.
Tujuh belas menit berlalu.
Beberapa anak mulai terlihat bingung. Pintu ruangan terbuka. Aldi memasuki
ruangan. Ia membawa sepasang pensil 2B.
“Siapa yang nggak hadir?”
tanya Miss Monika.
Fitria memberi tahu Miss
Monika sipa saja yang absen. Miss Monika mencatat nama-nama yang disebutkan
Fitria.
“Assalamu’alaikum.” Fu;ad
memasuki ruangan.
“Hei, Fu’ad. Dari mana aja
kamu? Beli pensil kok hampir setengah jam.” kata Miss Monika. “Kamu ke kantin
dulu ya?”
“Alamak. Ketauan. Maap
Miss. Tadi saya aus. Jadi mampir dulu.” kata Fu’ad sambil berjalan menuju
kursinya, dan mulai mengerjakan ters Toefl.
Miss Murni berjalan
berkeliling sambil memastikan tidak ada yang mencontek.
“Suniaji mana?” tanya Miss
Murni.
“O iye. Aji mane tuh?”
tambah Fu’ad.
“Tadi sih katanya dia mao
ke toilet, Miss.” jawab Aldi
“Ooh. Belum balik itu
anak.” gumam Miss Murni.
Bel pulang berdering.
Semua siswa siswi SMA N 5 Jakarta keluar dari lingkungan sekolah. Sebagian ada yang
berdiam di sekolah, namun diusir oleh Pak Hardi karena ada penilainan Adipura.
Suasana sekolah segera menjadi sepi.
MINGGU
“ada berita gawat. aji nggak pulang
dari hari jum’at kemaren. orang tuanya udah nelpon bu susi. yang tau aji di
mana, mohon bales SMS ini”
From: Aisyah Zulfah.
Siswa siswi X-5 terkejut
dengan SMS yang didapat dari Aisyah Zulfah. Semuanya bertanya-tanya di mana
Suniaji sekarang. Mereka lalu mengingat-ingat kejadian di hari Jum’at sebelum
Suniaji menghilang. Beberapa anak X-5 memberi tuduhan kepada Ismi, Yossy, Aldi,
dan Fu’ad, bahwa mereka yang membuat Suniaji menghilang , atau dengan kata lain
‘menculik Suniaji’, karena mereka yang keluar pada saat materi Elmo berjalan.
Namun tuduhan kepada Ismi diragukan karena mereka menganggap seseorang seperti
Ismi tidak mungkin melakukan hal-hal bodoh, apa lagi menculik Suniaji.
0 comments:
Posting Komentar