Selasa, 17 Januari 2012

Vendetta In V (Prolog & Bab 1)


Written by: Muhammad Misbahuddin
Story Idea: Muhammad Misbahuddin & Mia Samiasti

PROLOGUE

Wajahnya yang biasa saja, tingkah lakunya yang konyol, dan kata-katanya yang biasa. Siapa sangka kalau orang seperti dia ternyata memiliki kepribadian yang aneh. Kepribadian yang membuat orang tidak percaya jika mengetahuinya. Dia berubah, dari orang aneh menjadi sangat aneh.


1. VANISH

HARI ini hari Jum’at. Semua murid SMA N 5 Jakarta memakai baju seragam muslim¾kecuali mereka yang beragama non-muslim. Pelajaran pertama kelas X-5 adalah di ruang PKn 1. Di kelas, beberapa anak ada yang sedang sibuk menyalin PR Matematika dari temannya. Beberapa siswi sedang berganti pakaian muslim setelah mereka senam tadi yang terpaksa selesai lebih cepat karena gerimis.
                Di sela-sela kesibukan mereka, tiba-tiba tercium aroma harum yang begitu familiar. Ini bau buah. Melon. Bau ini berasal dari parfum Tribuana Chris Shinta. Baunya seperti sirup. Sedangkan Mia Samiasti, pakaiannya mengeluarkan bau vanilla.
            Avinizki Citradi, Aldi Ibadurrachman, Muhammad Suniaji, dan Fariz Denada, berkumpul di meja yang sama. Sama-sama memegang buku, sama-sama memegang bolpoin. Tidak salah lagi, mereka sedang menyalin PR¾kecuali Faris¾dari buku Fitria Finka yang dipinjam Aldi sebelumnya. Faris hanya duduk memandangi mereka dengan tenang.
            Di meja lain, Fu’ad Afra Huda, Muhammad Faris Humama, Rommy Kurniawan, Al’Fiil Nanda Ronas, dan Bayu Renaldi, juga berkumpul dalam satu meja. Yang mereka lakukan masih sama, menyalin PR Matematika.
            “Ya elah, masih jaman ngerjain PR di sekolah?” kata Misbah sambil melihat-lihat mereka yang sedang menyalin PR.
            “Emang lo udeh ngerjain?.” tanya Fariz. Nadanya sinis.
            “Ye belom lah. Ngapain ngejain. Males kali.” kata Misbah dengan bangga.
            “Wess, bagus. Tos dulu dong.” kata Fariz, lalu melakukan tos dengan Misbah.
            Misbah lalu keluar dan berdiri di balkon depan kelas. Di sana ada Ricky. Dia sedang memandangi lapangan berwarna merah dan ungu dari sponsor yang basah oleh air hujan. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu. Sepertinya ia sedang kebingungan.
            “Bengong.” kata Misbah sambil tangannya menepuk bahu Ricky.
            Ricky diam selama lima detik, kemudian berbicara.
            “Perasaan gue nggak enak.” kata Ricky. Nadanya tampak serius.
            “Kenapa?”
            “Nggak enak aja.”
            Di dalam kelas, Mia sedang membantu Tribuana memakaikan kerudungnya yang berwarna ungu terang. Orang lain mungkin mengatakan itu adalah warna putih, tapi sebenarnya itu adalah warna ungu. Aisyah Zulfah mendekati mereka yang sedang memakai kerudung.
            “Eh, tolongdeh penitinye.” kata Mia.
            Aisyah lalu mengmbil peniti kecil yang berwarna kekuningan yang tergeletak di meja, lalu memberikannya kepada Mia. Mata Aisyah tampak kaget melihat kerudung yang dipakai Tribuana.
            “Eh Ta, nekat lo ye. Ketauan Bu Tuti kena lo.” kata Aisyah. Tata adalah nama panggilan Tribuana. Diambil dari nama belakangnya Shinta, yang kemudian sering dipanggil dengan nama Tata.
            “Apaan si?” tanya Tribuana. Nadanya terdengar bingung.
            “Kerudung lo.”
            “Emang keliatan banget ye?”
            “Iye lah.”
            Mendengar keributan mereka, Misbah masuk ke kelas dan menghampiri mereka.
            “Ada apaan si?” tanya Misbah.
            “Tu Tata kerudungnya warna ungu.” kata Aisyah.
            “Emang keliatan banget ye Mbah?” tanya Tata. Tata selalu memanggil Misbah dengan sebutan ‘Mbah’. Itu juga karena keinginan Misbah, karena sudah terbiasa dari SD dipanggil dengan sebutan ‘Mbah’.
            Misbah memandangi kerudung Tribuana yang berwarna keunguan.
            “Enggak ah. Eh, tapi iye juga si.” kata Misbah.
            “Tuh kan. Udeh ganti aje. Emang ga ada kerudung laen? Dari pada lo kena Bu Tuti entar.” kata Aisyah. Sifat bawelnya sudah keluar.
            “Udeh si, biarin aje. Santai.” kata Mia. Nadanya ringan.
            “Iye ah, santai aje.” Kata Tribuana.
            “Ih, nekat lo.” kata Aisyah. Nadanya tidak senang.
            Lalu Aisyah menanyakan hal lain. Misbah meninggalkan mereka, dan duduk di bangkunya. Sambil melihat-lihat teman-temannya yang sedang menyalin PR, Misbah mengeluarkan handphonenya dan memulai membuka akun Facebook miliknya.
            Di sela-sela keseriusannya berfacebook ria, Misbah mendengar suara seseorang di depannya yang sedang menyalin PR.
            “Ih, apa-apaan si lo. Sonoan kek. Maho banget lo.” kata seseorang di depannya.
            Misbah menghiraukan suara itu.
            Di kamar mandi, Ismi sedang memakai rok abu-abu. Tiba-tiba sesuatu keluar dari saku baju muslim yang dipakainya. Sesuatu berwarna kuning dengan kilauan glitter. Itu adalah ponselnya.
            “Yah, Ismi. Hp lo!” kata Syifa yang saat itu sedang memegangi kaus dan celana olah raga milik Ismi.
            “Hah, mane Hp gue?” kata Ismi. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, mencari ponselnya yang jatuh.
            “Itu di bawah.” kata Syifa sambil tangannya menunjuk ke arah kaki Ismi.
            Ismi langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai kamar mandi.
            Di kelas, semua sibuk dengan pekerjaan mereka yang seharusnya dikerjakan di rumah malah dikerjakan di sekolah. Mungkin memang sudah budaya yang tidak bisa ditinggalkan.
            Tiba-tiba Pak Slamet masuk ke kelas. Pelajaran pun dimulai. Materi PKn pagi ini adalah tentang HAM. Pak Slamet menjelaskan tentang HAM dengan terperinci. Semua anak X-5 mendengarkan dengan hikmat.
            Pelajaran pertama selesai. Kini saatnya pelajaran ke 2, yaitu Matematika. Sudah tidak asing lagi pemandangan seperti ini di SMA N 5 Jakarta. Setiap bel pergantian jam pelajaran berdering, pasti di koridor selalu ramai dengan para siswa siswi yang mencari kelas baru. Mereka harus pindah ruangan setiap berganti pelajaran. Entah apa tujuannya, tapi hal itu sama sekali tidak efisien. Guru pengawas pun juga harus pindah untuk mencari ruangan yang kelasnya harus diajar.
            Dari ruang Bahasa Indonesia 2, kelas X-5 pindah menuju ke ruang Matematika  3 yang letaknya berjauhan, bahkan bisa dibilang berseberangan. Walaupun masih di lantai tiga, tetap saja membuat mereka lelah karena harus membawa serta tas yang berisi buku yang tidak bisa dibilang ringan.
            Dari ruang Matematika 3, mereka harus berjalan berbalik arah, karena pelajaran selanjutnya adalah Bahasa Inggris di raunag Bahasa Inggris 3. Seperti biasa, setiap pelajaran Bahasa Inggris, kelas X-5 selalu saja berisik. Walaupun ada Mr. Jumardi di depan kelas yang sedang mengawas, mereka tetap saja rebut. Mr. Jumardi seperti patung yang tidak berguna yang dilupakan oleh pemiliknya. Lagi pula, setiap Mr. Jumardi masuk dan mengajar kelas X-5 selalu saja diledek. Bagaimana tidak, seorang laki-laki memakai jam tangan berwarna merah muda dan lensa kontak berwarna biru terang membuat semua siawa siswi di kelas X-5 tertawa tertahan.
            Dari ruang Bahasa Inggris 3, mereka berjalan berbalik arah lagi ke ruang Matematika 2 yang letaknya tepat di samping ruang Matematika 3 untuk pelajaran Bimbingan Konseling. Namun sepertinya pelajaran ini tidak penting. Yang mengajar pun bisa dihitung dengan jari kehadirannya.
            Sebelum pelajaran dimulai, siswa siswi di SMA N 5 Jakarta harus melaksanakan kegiatan keagamaan terlebih dahulu. Para siswa muslim harus melaksanakan Sholat Jum’at, para siswi muslimah harus mengikuti kegiatan Keputrian, sementara yang beragama lain mengikuti bimbingan dari guru keagamaan masing-masing.
            Di masjid, para siswa X-5 malah berbicara satu sama lain, bukannya mendengarkan ceramah yang diberikan khotib.
            “Ya Allah, semoga penyakit teman saya sembuh Ya Allah.” kata Fu’ad seraya berdoa sambil duduk di Masjid An Nur SMA N 5 Jakarta yang pada saat itu sangat sesak dengan para jamaah Sholat Jum’at.
            “Siapa?” tanya Misbah sambil wajahnya tersenyum karena sejak tadi mendengarkan Fu’ad yang bercanda.
            “Aldi.” jawab Fu’ad santai.
            “Emang kenape?” tanaya Misbah. Wajahnya penasaran.
            “Maho bego.” kata Fu’ad. Nada suaranya agak sedikit tinggi.
            Setelah Sholat Jum’at, semua menikmati saat-saat istirahat sambil menunggu bel berdering tanda pelajaran akan segera dimaulai.
            Karena ruang Matematika 2 sedang dipakai utuk kegiatan Rohani Kristen, jadi siswa siswi X-5 yang beragama muslim menunggu du luar ruangan. Seperti biasa, Misbah duduk di lantai koridor di depan ruang TIK karena di sekitar situ adalah area Hot Spot. Ia sering memakai WiFi dari ruang TIK untuk menggunakan layanan internet secara gratis.
            Para siswi X-5 biasa duduk-duduk di koridor di depan ruang Matematika 2, berbincang-bincang tidak penting sambil menunggu jegiatan Rihani Kristen selesai.
            Para siswa X-5 lain biasa berkumpul di meja di dekat ruang TIK yang biasa digunakan para guru untuk piket bergantian.
            “Ngapain, Ay?” tanya Mia kepada Misbah. Ia dan Tribuana sudah terbiasa memanggil Misbah dengan sebutan ‘Ay’.
            “WiFi-an.” jawab Misbah singkat. Matanya masih tertuju ke layar ponselnya.
            “Lagi buka apaan?” Mia bertanya lagi.
            “Lagi donlot vidio.” jawab Misbah sambil tangannya mnunjukkan layar ponsel yang menunjukkan angka 72%.
            “Vidio apaan? Bokep ye?” tanya Mia sambil wajahnya sedikit tersenyum.
            “Enak aje. Gue kan anak baek-baek.” kata Misbah dengan nada bercanda.
            Selagi menunggu download selesai, Mia melihat siswa X-5 yang sedang berbincang dengan kata-kata yang tidak disaring.
            “Diganti lah.” kata Fu’ad dengan suara agak keras.
            “Emang kenape?” tanya Fariz Denada.
            “Mosok ketua kelas kayak die, mo jadi ape kelas kita?” kata Fu’ad sambil tangannya mnunjuk ke wajah Aldi Ibadurrachman.
            Fariz hanya diam sejenak sambil melihat Aldi. “Bener juga ye.”
            “Iye lah. Die tu cocoknye jadi guru bokep”
            Aldi yang saat itu diledek Fu’ad hanya tertawa kecil.
            Misbah menonton vidio yang tadi didownloadnya. Mia langsung menyambar ponsel Misbah dan mellihat vidio yang sedang diputar.
            “Vidio apaan si? Kok kartun-kartun gini?” tanay Mia sambil menatap layar ponsel Misbah.
            “Happy Tree. Lucu tau.” jawab Misbah.
            “Lucu apaan? Darah-darah begini dibilag lucu.”
            “Keren tau. Lucu” sahut Misbah sambil tersenyum.
            Mia kembali menikmati vidio Happy Tree yang sedang diputar di ponsel milik Misbah. Kadang-kadang tertawa saat kekonyolan terjadi di vidio tersebut.
            “Ih, anjing. Matanye dibelah.” kata Mia. Bibirnya masih tersenyum.
            Sedang asyiknya menonton, tiba-tiba bel berdering. Kegiatan okris pun selesai. Mia segera bangun dan menuju ke ruang Matematika 2.
            Di ruang Matematika 2, seperti biasa, beberapa siswa X-5 bermain-main di kelas. Karena hari ini guru pembimbing tidak hadir, mereka bebas bermain tanpa harus ada yang memarahi atau menegur mereka. Kali ini mereka memainkan sebuah permainan yang bisa dibilang permainan lama, karena sejak mereka SD, permainan ini sudah dimainkan di beberapa sekolah. Nama permainan ini adalah Kuda Reot.
            Yang berjaga adalah Aldi, Suniaji, Aditya, Alvin, dan Padilah. Aldi yang berdiri, sementara yang lainnya membungkuk untuk dinaiki Alfiil, Bayu, Faris, Rommy, dan Fu’ad.
            Alfiil berlari cepat dan melompat. Ia mendarat di punggung Alvin. Lalu Bayu melompat dan mendarat pada punggung yang sama. Kemudian Faris di punggung Padilah, begitu pula dengan Rommy. Fu’ad berlari cepat, tapi ia langsung menghentikan langkahnya karena Padilah langsung tumbang karena tidak kuat menahan punggungnya. Semua yang menonton mereka bermain langsung tertawa terbahak-bahak, kemudian kembali mengecilkan suara karena tidak ingin menggangu kelas lain yang sedang belajar. Faris melompat kegirangan karen kelompoknya menang.
            Kelompok yang berjaga kembali membungkuk, namun kali ini urutannya berubah. Pertama Suniaji, lalu Alvin, Aditya, kemuadian Padilah di paling belakang. Rommy berlari cepat dan melompat. Ia mendarat di punggung Alvin. Kemudian Alfiil, ia mendarat di punggung Aditya. Lalu Bayu dan Faris mendarat di punggung Padilah. Padilah kembali tumbang. Lagi-lagi Fi’ad tidak melompat. Semua kembali tertawa. Saat seperti ini malah direkam menggunakan kamera ponsel oleh beberapa anak X-5.
            Kali ini urutannya diubah lagi menjadi Padilah, Suniaji, Alvin, lalu Aditya di paling belakang. Permainan dimulai lagi. Alfiil berlari dan melompat, mendarat di punggung Alvin. Bayu berlari cepat. Alfill menundukkan tubuhnya. Bayu melompat dan mendarat di atas kepala Alfiil. Fu’ad kali ini melompat. Ia mendarat di atas punggung Alfiil. Lalu Faris di atas punggung Aditya. Rommy mengambil kuda-kuda, lalu melompat dan mendarat di punggung Aditya. Kali ini tidak ada yang tumbang. Lalu Bayu dan Aldi melakukan suten, dan yang menag adalah Aldi.
            Sebenarnya mereka masih ingin bermain, namun bel berdering dan siswa siswi X-5 harus segera ke laboratorium Bahasa Inggris untuk materi dari Elmo.
            Seperti biasa, Aldi menggoda Annisa Nur Hanny sambil matanya terus menatap dada Annisa. Ia memang selalu seperti itu. Biasanya siswa X-5 lain malah melakukannya secara berjamaah.
            Suniaji melihat Aldi yang sedang bersama Annisa.
            “Najis dah. Pantesan jabatan ketua kelas lo diilangin sama anak-anak.” kata Suniaji dengan maksud meledek.
            Adi hanya tersenyum sambil terus berjalan ke laboratorium Bahasa Inggris.
            “Eh, ke kamar mandi yuk.” ajak Suniaji dengan maksud ingin ditemani.
            “Ah, gue mao ke koprasi, mo beli pensil. Katanye anak-anak, Elmo ada ujian.” jawab Aldi. Ia langsung menuju ke lantai dasar.
            Suniaji berjalan sendiri ke toilet di samping ruang Mulok di lantai dua.
            Yang lainnya masuk ke laboratorium Bahasa Inggris. Semuanya saling sapa dengan Miss Murni dan Miss Monika.
            “Yossy mana Yossy?” kata Miss Monika agak berteriak.
            Yossy mendekat ke Miss Monika. “Saya Miss. Kenapa?”
            “Kamu sama Ismiranti dipanggil ke ruang guru sama Bu Susi tadi”
            “Sekarang, Miss?”
            “Iya, sekarang.”
            Yossy langsung memanggil Ismi dan segera menuju ruang guru.
            Pelajaran dimulai. Hari ini Elmo ada ujian Toefl. Hal ini bertujuan untuk mengetes kemampuan setiap siswa siswi untuk nantinya akan menerima sebuah sertifikat yang akan diterima setiap tahunnya.
            “Yang nggak punya pensil, nggak boleh ikut ujian ya.” kata Miss Murni sambil membagikan lembar jawaban dan buku soal ujian Toefl.
            “Yah, Miss. Saya nggak bawa pensi, Miss.” kata Fu’ad.
            “Ya udah. Kamu beli dulu”
            Fu’ad segera keluar dan menuju koprasi di lantai dasar.
            Tes pun dimulai. Yossy memasuki ruangan dan mulai mengerjakan tesnya. Tes yang dikerjakan bukan sembarang tes. Bahasa Inggris yang digunakan adalah bahasa Inggris dengan aksen yang British, jadi cukup sulit untuk mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia.
            “Tenang aja, Mia. Kita kan lahir di Inggris.” kata Misbah dengan bangga.
            “Iye lah. Kita pasti bisa ngerjain. Soal ginian si gampang.” sahut Mia.
            Tiba-tiba Ismi memasuki ruangan. Ia bergabung bersama Misbah dan Mia yang sedang mengerjakan Toefl sambil tiduran di atas karpet.
            Tujuh belas menit berlalu. Beberapa anak mulai terlihat bingung. Pintu ruangan terbuka. Aldi memasuki ruangan. Ia membawa sepasang pensil 2B.
            “Siapa yang nggak hadir?” tanya Miss Monika.
            Fitria memberi tahu Miss Monika sipa saja yang absen. Miss Monika mencatat nama-nama yang disebutkan Fitria.
            “Assalamu’alaikum.” Fu;ad memasuki ruangan.
            “Hei, Fu’ad. Dari mana aja kamu? Beli pensil kok hampir setengah jam.” kata Miss Monika. “Kamu ke kantin dulu ya?”
            “Alamak. Ketauan. Maap Miss. Tadi saya aus. Jadi mampir dulu.” kata Fu’ad sambil berjalan menuju kursinya, dan mulai mengerjakan ters Toefl.
            Miss Murni berjalan berkeliling sambil memastikan tidak ada yang mencontek.
            “Suniaji mana?” tanya Miss Murni.
            “O iye. Aji mane tuh?” tambah Fu’ad.
            “Tadi sih katanya dia mao ke toilet, Miss.” jawab Aldi
            “Ooh. Belum balik itu anak.” gumam Miss Murni.
            Bel pulang berdering. Semua siswa siswi SMA N 5 Jakarta keluar dari lingkungan sekolah. Sebagian ada yang berdiam di sekolah, namun diusir oleh Pak Hardi karena ada penilainan Adipura. Suasana sekolah segera menjadi sepi.

MINGGU

“ada berita gawat. aji nggak pulang dari hari jum’at kemaren. orang tuanya udah nelpon bu susi. yang tau aji di mana, mohon bales SMS ini”

From: Aisyah Zulfah.

            Siswa siswi X-5 terkejut dengan SMS yang didapat dari Aisyah Zulfah. Semuanya bertanya-tanya di mana Suniaji sekarang. Mereka lalu mengingat-ingat kejadian di hari Jum’at sebelum Suniaji menghilang. Beberapa anak X-5 memberi tuduhan kepada Ismi, Yossy, Aldi, dan Fu’ad, bahwa mereka yang membuat Suniaji menghilang , atau dengan kata lain ‘menculik Suniaji’, karena mereka yang keluar pada saat materi Elmo berjalan. Namun tuduhan kepada Ismi diragukan karena mereka menganggap seseorang seperti Ismi tidak mungkin melakukan hal-hal bodoh, apa lagi menculik Suniaji.

0 comments:

Posting Komentar