Selasa, 17 Januari 2012

Vendetta In V (Bab 3)


3. VENATOR V

PAGI ini langit cerah. Sinar matahari menyinari bumi sebagian Jakarta. Terlihat beberapa orang sedang lari pagi. Entah kenapa hari ini begitu cerah, padahal dua hari lalu langit ditutupi dengan mendung tebal. Semua orang menikmati hangatnya pagi ini.
            Hari ini hari Minggu. Hari libur yang sangat menyebalkan, karena setelah hari Minggu pasti ada hari Senin. Walaupun begitu, beberapa orang tetap menikmati liburan mereka. Ada yang pergi ke tempat rekreasi, ada pula yang mengunjungi keluarganya untuk sekedar bersilaturahim.
            Tapi tidak dengan Fani. Dia hanya menghabiskan liburan di rumah. Lagi pula, dia memang tidak suka menghabiskan liburan di luar rumah. Menurutnya, mengahbiskan liburan di luar rumah hanya membuat waktu istirahatnya berkurang.
            Fani duduk di kursi di kamarnya. Tangannya memegang ponselnya, membuka layanan browser. Ia menulis alamat sebuah web.
            http://www.yahoo.com
            Main page Yahoo! sudah terbuka. Ia memilih untuk sign in ke akun Yahoo! miliknya. Ia memasukkan user ID dan password, lalu memilih Sign In.
            Ada sekitar 625 email yang belum di buka. Kebanyakan email yang masuk di kotak masuk berasal dari Facebook. Fani melihat semua email yang masuk. Ada sebuah email yang bukan dari Facebook, berada di urutan 50. Tertulis pengirimnya adalah venatorv@yahoo.com. Fani membaca email tersebut.

To: fanvani@yahoo.co.id
From: venatorv@yahoo.com

Message:
the game will start soon. You CANNOT retreat from all this. wait as the time shows the number 5 or multiples thereof. the instruction will found soon. he is on the 5th place. you can find him with 5 condition, 5 manual, and 5 persons or multiples thereof. if you broke the rules, then people near you will feel the curse of the CRUELEST. remember one thing in this GAME; do not ever TRUST your own friends.
           
            “Pasti Yossy.” gumam Fani. Ia ingat bahwa Jum’at lalu Yossy pernah menyebut kata-kata ‘jangan pernah percaya sama temen lo sendiri’ yang dalam bahasa Inggris ‘do not ever trust your own friends’. Ia sejenak berpikir lagi. Ada satu orang lagi yang pernah menyebutkan kata-kata itu.
            Fani langsung mengelurakan browser di ponselnya, dan menuju menu pesan. Ia mengetik sebuah SMS.
            Eh, mbah ngirimin email ga jelas ya ke gw? Lalu Fani mengirimnya ke Misbah.
            Ia menunggu balasan dari Misbah, tapi tak kunjung datang. Ia curiga dengan Misbah, karena satu-satunya temannya yang paling iseng adalah Misbah.
            Di waktu yang sama, muncul sebuah pesan di Facebook.

            From: Fariz Redsky
            Message:
            X-5 mohon dateng ke sekolah sekarang. penting!

            Pagi itu juga, semua siswa-sisawi X-5 datang ke sekolah. Mereka bingung dengan maksud Fariz menyuruh mereka datang ke sekolah, padahal hari ini hari Minggu, lagi pula gerbang sekolah pun ditutup.
            Fariz datang ke sekolah. Belum ada yang datang saat itu. Jam menunjukkan pukul 8.00. Ia menunggu teman-temannya datang di depan pintu gerbang sekolah.
            Tak lama kemudian, Fani datang, lalu Mia, disusul dengan Tribuana. Mereka hanya berdiri dan menunggu di depan sekolah.
            “SMSin yang laen dong, suru cepetan.” kata Fariz.
            “Emang ada apaan sih?” tanya Mia. Jari-jarinya mulai mengetik sebuah kalimat di ponselnya.
            “Udah SMSin aja.”
            Aldi kemuadian datang dengan sepeda motornya. Ia langsung memarkir sepeda motornya di samping pintu gerbang sekolah.
            Mereka kemudian berkumpul sambil menunggu yang lainnya. Mia dan Tribuana pergi mencari camilan. Yossy datang setelah beberapa saat Mia dan Tribuana pergi.
            Setelah beberapa menit menunggu, 25 orang sudah datang. Mia dan Tribuana juga sudah kembali. Fariz mulai angkat bicara memulai pertemuan mereka. Semuanya yang tadi saling berbicara sendiri, langsung diam an mendengarkan.
            “Kita semua tau kan kalo temen kita nggak tau kemana.” kata Fariz. “Gue ada rencana buat nyari Aji. Yang mau ikut, nanti malem bisa dateng ke sini.”
            Semua langsung berbicara sendiri-sendiri. Ada yang menegatakan bahwa itu adalah ide yang sangat gila.
            “Hah, emang Aji kemane?” tanya Aldi dengan wajah bingung.
            “Ih, bego. Kan tadi malem gue SMS elo.” kata Aisyah.
            “Oh, beneran? Kirain cuma gangguin doang.” kata Aldi dengan nada kaget.
            Semua langsung mengejek Aldi yang baru mngetahui kabar tentang Suniaji yang sudah lama tidak pulang.
            “Ikutan yuk, Ta. Kayanya seru deh.” kata Mia sambil senyum-senyum.
            “Yuk. Baru gue mao ngajak lo.” sahut Tribuana.
            “Eh, Fariz. Gue sama Tata ikut.” kata Mia dengan berteriak ke arah Fariz.
            “Ya udeh. Nanti malem dateng ke sini.” kata Fariz.
            “Jam berape?”
            “Jam sepuluhan.”
            “A gila. Malem banget.” kata Mia.
            “Pokoknye yang mao ikut, dateng aje jam 10 malem ke sini.” kata Fariz menjelaskan. “Ada yang mao tanya?”
            Fani langsung mengangkat satu tangannya dan mulai berbicara. “Ada yang ngirim email iseng ga?”
            “Email?” tanya Mia. Wajahnya penasaran. “Email apaan?”
            “O iye. Gue juga nerima email tu. Ga jelas gitu isinye. Kayak ngancem.” kata Aldi ikut bicara.
            “Email apaan si?” Mia semakin penasaran.
            “Email apaan, Fan?” tanya Fariz.
            Fani diam sejenak, lalu berbicara. “Nggak tau. Tulisannya kayak nggak jelas gitu. Gue nggak ngerti maksudnya. Pokoknya ada angka 5 nya.”
            “Fan, gue juga nerima. Kirain gue doang yang nerima.” kata Yossy yang berdiri tidak jauh dari Fani.
            “Oh, yang itu ye. Gue juga nerima.” kata Anita sambil memegang BlackBerry miliknya. “Nih ada nih.”
            Anita lalu membuka kotak masuk emailnya dan memberikan BlackBerry miliknya ke Fariz.
            Fariz lalu menerimanya, lalu membaca email yang tadi dibicarakan oleh Fani. Ia membacanya sampai habis, lalu mengembalikan BalcjBerry milik Anita.
            “Yang nerima siapa aja?” tanya Fariz.
            “Apaan si? Coba liat dong.” kata Mia, lalu tangannya menyambar BlackBerry Anita, lalu membacanya. Tribuana ikut membacanya bersama Mia.
            Lima belas orang yang ada di sana mengangkat sebelah tangannya. Fani, Yossy, Abdul Haris, Tribuana, Mia, Dita, Aldi, Fu’ad, Alvin, Yessica, Ricky, Dea, Dian, Anita, dan Devi.
            “Kalo menurut gue si itu dari Misbah. Soalnya Misbah pernah bilang kata-kata ‘jangan pernah percaya sama temen lo sendiri’.” kata Fani. “Tapi nggak tau juga sih.”
            “Lo udah tanya Misbah?” tanya Fariz.
            “Udeh. Gue SMS tapi nggak dibales dama die.” kata Fani. “Eh, tapi itu nggak tau juga. Maksudnya, jangan asal nyalahin orang dulu, soalnya gue belom tau.”
            “Terus sekarang ada yang tau nggak Misbah kenapa nggak dateng?” tanya Fariz kepada semua orang yang sedang berdiri di depannya.
            “Nggak tau. Tadi gue udah SMS tapi nggak dibales.” kata Mia.
            Semuanya kini terdiam. Mereka semua bingung ingin mengatakan apa lagi. Beberapa orang menuduh Misbah telah menyebarkan email iseng dengan kata-kata yang mengancam.
            “Ya udah, kita udahan dulu. Nanti malem yang mao ikut dateng aja.” kata Fariz mengakhiri pertemuan hari ini.
            Semuanya langsung bubar dan mulai meninggalkan lokasi SMA N 5 Jakarta.
            “Yah, kok udahan? Kirain lama.” gumam Mia.
            Mia dan Tribuana langsung menaiki motor dan melaju berboncengan.
            “Menurut lo siapa yang ngirim?” tanya Ricky sambil berjalan bersama Fani, Dita , dan Afifah.
            “Nggak tau. Tadinya malah gue kirain Yossy. Soalnya dia juga pernah ngomong kayak gitu.” kata Fani.
            Ricky langsung berfikir, mungkin Yossy yang mengirim email ancaman itu. Mungkin tadi dia pura-pura mendapatkan email dengan mengaku bahwa ia menerima email itu. Tapi untuk apa Yossy melakukannya? Si pengirim email menamakan dirinya Venatorv atau mungkin Venator V. Venator dalam bahasa Latin berarti ‘Pemburu’. Di dalam emailnya, si pengirim juga menyebutkan tentang ‘Dia’. Siapa ‘Dia’ yang dimaksud?
            “Ricky duluan ye.” kata Fani, lalu menaiki P10 yang lewat.
            “Yaa….” jawab Ricky.
            Aisyah berpikir, apakah ia ingin ikut untuk mencari Suniaji atau tidak. Masalahnya adalah waktunya yang terlalu malam, dan kalau minta izin oleh orang tuanya pastilah tidak diizinkan. Tapi ia ingin sekali m=mengikuti pencarian itu.
            “Pokoknya gue mo ikut.” gumam Aisyah dalam perjalanan pulang.
            Mia dan Tribuana tidak langsung pulang. Mereka malah mampir ke ITC Cempaka Mas karena Tribuana ingin membeli headset untuk ponselnya. Mereka berjalan menyusuri kerumunan orang-orang. Tempat ini sangat ramai karena hari ini adalah hari libur.
            Mereka memasuku lift dan menuju ke lantai 4, tempat ponsel dan aksesorisnya dijual. Mungkin keasliannya diragukan, tapi siapa tidak mau kalau bisa mendapatkan headset dengan harga yang bisa dibilang murah.
            Mereka mampir ke restoran A&W setelah Tribuana membeli headset. Mereka hanya memesan dua Sundaes Cokelat untuk sekedar camilan.
            “Kira-kira siape ye yang ngirim email iseng?” tanya Mia sambil duduk di kursi restoran.
            “Kata Fani si Misbah.” jawab Tribuana dengan nada tidak yakin. “Tapi gue nggak percaya juga si.”
            Mia lali menyendok sundaes yang letakkan di meja, dan melahapnya.
            “Terus, kenape tadie ngga dateng ye?” tanya Mia penasaran.
            “Iye juga ye.” kata Tribuana. “Jangan-jangan, beneran Misbah yang ngirim email itu.”
            “Buat apaan coba?” tanya Mia.
            “Mana kita tau. Mungkin dia punya rencana laen dengan dia nyebarin email yang isinya ngancem.”
            “Mungkin juga si.”
            “Dan lo kan juga tau sendiri kalo Misbah tu orangnya rada-rada gimana gitu.”
            “Psikopat maksud lo?” tanya Mia memperjelas.
            “Ya bisa dibilang begitu.” kata Tribuana. “Tontonannye aje aneh-aneh. Saw, Cry Wolf, Donkey Punch, Scream, Let Me In.” jelas Tribuana menyebutkan film-film yang dianggapnya film kejam yang pernah ditonton oleh Misbah.
            “Kalo pun kartun, dia nontonnya Happy Tree.” kata Mia menambahkan.
            “Nah kan. Gimane menurut lo?” tanya Tribuana.
            Mia berfikir sejenak Mungkin memang benar Misbah yang mengrim email itu ke beberapa anak X-5. “Bisa jadi. Tapi kan ga ada bukti kuat, Ta.”
            “Kita tunggu besok aja deh.” kata Tribuana. Lalu mereka melanjutkan menikmati Sundaes Cokelat yang tadi mereka beli sambil Tribuana menjajal headset barunya yang tadi ia beli.
            Di saat mereka menikmati sundaes yang mereka beli, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, berjalan sendiri di tengah keramaian, memakai jaket bermotif warna hitam, celana jeans hitam, dan sneakers hitam dengan merk Converse All Star. Sebelah tangannya membawa sebuah topeng Guy Fawkes yang terbuat dari kayu.
            “Ta, ta. Itu ngapai si ganteng?” tanya Mia
            “Mane?” kata Tribuana. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri.
            “Ih, itu bego. Yang pake jaket item?”
            “Mane sih?” kata Tribuana penasaran
            “Itu tuh, noh noh noh.” kata Mia ngotot sambil tangannya mununjuk-nunjuk seseorang yang sedang berjalan. “Yang pake kaca mata. Liat nggak? Yang lagi jalan ke arah sini.”
            Tribuana melihat seorang laki-laki yang tidak terlalu tinggai berjalan mendekatinya dan Mia. “Oh, tu dia. Ngapain ye?”
            Tanpa pikir panjang, Mia langsung berteriak memanggil laki-laki itu. “Aldi…!”
            “Denger nggak si?” tanya Tribuana.
            “Aldi…!” Mia kembali memanggil.
            Aldi melihat di depannya ada Tribuana dan Mia yang sedang duduk di kursi restoran A&W sambil melambai-lambaikan tangannya.
            Mia dan Tribuana berjalan mendekati mereka. Wajahnya datar, tidak ada ekspresi sama sekali. Sinar-sinar lampu toko memantul hijau di lensa kaca matanya.
            “Ngapain lo berdua?” tanya Aldi. Akhirnya wajahnya tersenyum.
            “Keliatannya ngapain?” Mia balik bertanya.
            “Duduk.” jawab Aldi.
            “Ih, pinter.” kata Tribuana meledek.
            Mia melihat topeng yang dibawa Aldi. Ia mengambilnya dati tangannya. “Buat apaan nih?”
            “Buat ngusir lo.” kata Aldi.
            “Dih, serius.” kata Mia protes.
            “Buat pajangan di rumah.” jawab Aldi.
            “Beli di mane? keren juga tuh.” tanya Tribuana.
            “Di bawah. Cari aje. Udeh ye, gue lagi buru-buru nih.” kata Aldi, lalu mengambil topengnya dari tangan Mia dan pergi.
            “Sialan. Sopan banget.” gumam Tribuana.
            “Bener-bener sopan, Ta.” sahut Mia.
            Mia dan Tribuana lalu menuju ke parkiran untuk mengambil sepeda motor. Di parkiran sangat sepi. Tidak ada orang kecuali mereka berdua. Moto-motor diparkir secara teratur. Mereka menyusuri area parkir untuk mencari sepeda motor Tribuana.
            “Tu dia.” kata Tribuana menemukan sepeda motornya.
            Tribuana lalu membuka kunci stang pada sepeda motornya. Mia tidak bersuara. Ia memandangi sesuatu yang ada di depannya. Dia ketakutan.
            “Ta…” kata Mia. Suaranya langsung menghilang.
            Tribuana langsung menoleh dan meliahat Mia sedang menunjuk ke arah sesuatu. Ia melihat sesuatu yang ditunjuk Mia. Tribuana melihat seorang dengan jaket kamuflase hitam, celana jeans hitam, sepatu hitam, dan membawa pisau berburu dengan topeng Guy Fawkes yang menutupi wajahnya, sedang berdiri di kejauhan. Seseorang juga memakai punutup kepala jaketnya.
            “Ta, cepetan nyalahin motornya.” kata Mia dengan suara pelan.
            Tribuana langsung menghidupkan sepeda motornya. Tombol starter ditekan beberapa kali, namun mesin tidak juga hidup.
            Seseorang bertopeng itu berlari mendekati mereka berdua.   Mia mulai berteriak ketakutan. Tribuana terus berusaha menghidupkan sepeda motornya, namun selalu gagal.
            Tanpa berfikir lagi, mereka langsung berlari. Orang bertopeng itu masih mengejar, Larinya cepat sekali. Mia berlari tersaruk-saruk melewati beberapa sepeda motor.
            Tribuana terus berlari. Wajahnya sangat ketakutan. Mereka berdua sangat ketakutan. Mia terjatuh, Tribuana terus berlari.
            “Tata, tungguin..” Mia berteriak.
            Tribuana menoleh ke belakang. Ia melihat Mia yang tersungkur dengan orang bertopeng tepat di belakangnya.
            Mia berusaha bangun. Ia mulai berlari, tapi kakinya tidak mau bergerak. Ternyata orang bertopeng itu memegangi kaki Mia. Mia berusaha melepaskan diri dengan susah payah. Wajahnya benar-benar ketakutan. Ia terus menggerak-gerakkan kakinya. Si orang bertopeng mengangkat pisaunya, berusaha membunuh Mia. Cahaya lampu memantul dari pisau itu, membuatnya terlihat sangat tajam.
            Mia menendang topeng orang itu dengan keras. Orang bertopeng itu langsung terdorong ke arah belakang. Kepalanya membentur tiang beton di belakangnya dengan keras. Mia bisa mendengar suara benturannya. Si orang bertopeng seperti tak sadarkan diri.
            Mia langsung berlari ke arah Tribuana. Mereka berlari, kembali memasuki area mall yang ramai.
            Tribuana memeluk Mia. Mia menangis. Air matanya membasahi wajahnya. Dahinya basah berkeringat.
            “Gue liat dia. Gue liat dia.” kata Mia sambil menangis.
            Mia melepaskan diri dari pelukan Tribuana.
            “Gue liat tandanya. Dia punya tato di punggung tangannya. Itu pasti Aldi. Tatonya sama kayak punya Aldi. Aldi punya tato itu di tempat yang sama, dan tadi dia bawa topeng yang sama kayak orang itu.” kata Mia menjelaskan sambil terisak. Ia melihat tato di punggung tangan kiri orang bertopeng itu. Bentuknya seperti huruf Y.
            “Maksud lo?” Tribuana bingung dengan perkataan Mia.
            “Itu Aldi. Lo telepon dia sekarang.”
            Tribuana lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Aldi.
            Di jalan, Aldi merasakan saku celananya bergetar. Ia menghentikan sepeda motornya di dekat sebuah gang di pinggir jalan raya. Ia melihat ponselnya dan menjawab teleponnya.
            “Halo.”
            “Halo. Aldi, lo di mana?” tanya Tribuana. Kata-katanya hampir tidak jelas.
            “Di jalan.” jawab Aldi. Nadanya terdengar agak bingung.
            Tribuana percaya Aldi sudah di jalan. Ia mendengar ada suara kendaraan yang lewat di speaker ponselnya.
            “Ee, nggak jadi deh.” kata Tribuana, lalu langsung memutus sambungan teleonnya.
            “Dia kan orangnya.” kata Mia.
            “Enggak. Bukan dia. Dia lagi di jalan. Gue bisa denger ada suara kendaraan.” kata Tribuana menjelaskan kepada Mia.
            “Terus itu siapa? Siapa tadi yang nyerang gue?” kata Mia histeris.
            “Mia, lo tenang dulu deh. Sekarang kita balik dulu ke parkiran, kita liat dia masih ada apa enggak. Kalo masih ada, kita minta bantuan.” kata Tribuana.
            Mia menurut.
            Mereka kembali ke parkiran, menuju tempat sepeda motor Tribuana diparkir. Dilihatnya sepeda motornya. Kuncinya masih terpasang di lubang kunci. Lampu hujau On masih menyala. Tapi orang bertopeng itu sudah tidak ada.
            Tribuana segera menghidupkan mesin sepeda motornya, dan segera pulang dari tempat itu. Ia membonceng Mia keluar dari parkiran dan menuju jalan raya. Mereka pulang dengan perasaan takut dan tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.

0 comments:

Posting Komentar