3. VENATOR V
PAGI ini langit cerah. Sinar matahari
menyinari bumi sebagian Jakarta. Terlihat beberapa orang sedang lari pagi.
Entah kenapa hari ini begitu cerah, padahal dua hari lalu langit ditutupi
dengan mendung tebal. Semua orang menikmati hangatnya pagi ini.
Hari ini hari Minggu. Hari
libur yang sangat menyebalkan, karena setelah hari Minggu pasti ada hari Senin.
Walaupun begitu, beberapa orang tetap menikmati liburan mereka. Ada yang pergi
ke tempat rekreasi, ada pula yang mengunjungi keluarganya untuk sekedar
bersilaturahim.
Tapi tidak dengan Fani.
Dia hanya menghabiskan liburan di rumah. Lagi pula, dia memang tidak suka
menghabiskan liburan di luar rumah. Menurutnya, mengahbiskan liburan di luar
rumah hanya membuat waktu istirahatnya berkurang.
Fani duduk di kursi di
kamarnya. Tangannya memegang ponselnya, membuka layanan browser. Ia menulis
alamat sebuah web.
http://www.yahoo.com
Main page Yahoo! sudah
terbuka. Ia memilih untuk sign in ke akun Yahoo! miliknya. Ia memasukkan user
ID dan password, lalu memilih Sign In.
Ada sekitar 625 email yang
belum di buka. Kebanyakan email yang masuk di kotak masuk berasal dari
Facebook. Fani melihat semua email yang masuk. Ada sebuah email yang bukan dari
Facebook, berada di urutan 50. Tertulis pengirimnya adalah venatorv@yahoo.com.
Fani membaca email tersebut.
To: fanvani@yahoo.co.id
From: venatorv@yahoo.com
Message:
the game will start soon. You CANNOT retreat from all
this. wait as the time shows the number 5 or multiples thereof. the instruction
will found soon. he is on the 5th place. you can find him with 5 condition,
5 manual, and 5 persons or multiples thereof. if you broke the rules, then
people near you will feel the curse of the CRUELEST. remember one thing in this
GAME; do not ever TRUST your own friends.
“Pasti Yossy.” gumam Fani. Ia ingat
bahwa Jum’at lalu Yossy pernah menyebut kata-kata ‘jangan pernah percaya sama
temen lo sendiri’ yang dalam bahasa Inggris ‘do not ever trust your own
friends’. Ia sejenak berpikir lagi. Ada satu orang lagi yang pernah menyebutkan
kata-kata itu.
Fani langsung mengelurakan
browser di ponselnya, dan menuju menu pesan. Ia mengetik sebuah SMS.
Eh, mbah ngirimin email ga jelas ya ke gw? Lalu Fani mengirimnya ke
Misbah.
Ia menunggu balasan dari
Misbah, tapi tak kunjung datang. Ia curiga dengan Misbah, karena satu-satunya
temannya yang paling iseng adalah Misbah.
Di waktu yang sama, muncul
sebuah pesan di Facebook.
From: Fariz Redsky
Message:
X-5 mohon dateng ke
sekolah sekarang. penting!
Pagi itu juga, semua
siswa-sisawi X-5 datang ke sekolah. Mereka bingung dengan maksud Fariz menyuruh
mereka datang ke sekolah, padahal hari ini hari Minggu, lagi pula gerbang
sekolah pun ditutup.
Fariz datang ke sekolah.
Belum ada yang datang saat itu. Jam menunjukkan pukul 8.00. Ia menunggu
teman-temannya datang di depan pintu gerbang sekolah.
Tak lama kemudian, Fani
datang, lalu Mia, disusul dengan Tribuana. Mereka hanya berdiri dan menunggu di
depan sekolah.
“SMSin yang laen dong,
suru cepetan.” kata Fariz.
“Emang ada apaan sih?”
tanya Mia. Jari-jarinya mulai mengetik sebuah kalimat di ponselnya.
“Udah SMSin aja.”
Aldi kemuadian datang
dengan sepeda motornya. Ia langsung memarkir sepeda motornya di samping pintu
gerbang sekolah.
Mereka kemudian berkumpul
sambil menunggu yang lainnya. Mia dan Tribuana pergi mencari camilan. Yossy
datang setelah beberapa saat Mia dan Tribuana pergi.
Setelah beberapa menit
menunggu, 25 orang sudah datang. Mia dan Tribuana juga sudah kembali. Fariz
mulai angkat bicara memulai pertemuan mereka. Semuanya yang tadi saling
berbicara sendiri, langsung diam an mendengarkan.
“Kita semua tau kan kalo
temen kita nggak tau kemana.” kata Fariz. “Gue ada rencana buat nyari Aji. Yang
mau ikut, nanti malem bisa dateng ke sini.”
Semua langsung berbicara
sendiri-sendiri. Ada yang menegatakan bahwa itu adalah ide yang sangat gila.
“Hah, emang Aji kemane?”
tanya Aldi dengan wajah bingung.
“Ih, bego. Kan tadi malem
gue SMS elo.” kata Aisyah.
“Oh, beneran? Kirain cuma
gangguin doang.” kata Aldi dengan nada kaget.
Semua langsung mengejek
Aldi yang baru mngetahui kabar tentang Suniaji yang sudah lama tidak pulang.
“Ikutan yuk, Ta. Kayanya
seru deh.” kata Mia sambil senyum-senyum.
“Yuk. Baru gue mao ngajak
lo.” sahut Tribuana.
“Eh, Fariz. Gue sama Tata
ikut.” kata Mia dengan berteriak ke arah Fariz.
“Ya udeh. Nanti malem
dateng ke sini.” kata Fariz.
“Jam berape?”
“Jam sepuluhan.”
“A gila. Malem banget.”
kata Mia.
“Pokoknye yang mao ikut,
dateng aje jam 10 malem ke sini.” kata Fariz menjelaskan. “Ada yang mao tanya?”
Fani langsung mengangkat
satu tangannya dan mulai berbicara. “Ada yang ngirim email iseng ga?”
“Email?” tanya Mia.
Wajahnya penasaran. “Email apaan?”
“O iye. Gue juga nerima
email tu. Ga jelas gitu isinye. Kayak ngancem.” kata Aldi ikut bicara.
“Email apaan si?” Mia
semakin penasaran.
“Email apaan, Fan?” tanya
Fariz.
Fani diam sejenak, lalu
berbicara. “Nggak tau. Tulisannya kayak nggak jelas gitu. Gue nggak ngerti
maksudnya. Pokoknya ada angka 5 nya.”
“Fan, gue juga nerima.
Kirain gue doang yang nerima.” kata Yossy yang berdiri tidak jauh dari Fani.
“Oh, yang itu ye. Gue juga
nerima.” kata Anita sambil memegang BlackBerry miliknya. “Nih ada nih.”
Anita lalu membuka kotak
masuk emailnya dan memberikan BlackBerry miliknya ke Fariz.
Fariz lalu menerimanya,
lalu membaca email yang tadi dibicarakan oleh Fani. Ia membacanya sampai habis,
lalu mengembalikan BalcjBerry milik Anita.
“Yang nerima siapa aja?”
tanya Fariz.
“Apaan si? Coba liat
dong.” kata Mia, lalu tangannya menyambar BlackBerry Anita, lalu membacanya.
Tribuana ikut membacanya bersama Mia.
Lima belas orang yang ada
di sana mengangkat sebelah tangannya. Fani, Yossy, Abdul Haris, Tribuana, Mia,
Dita, Aldi, Fu’ad, Alvin, Yessica, Ricky, Dea, Dian, Anita, dan Devi.
“Kalo menurut gue si itu
dari Misbah. Soalnya Misbah pernah bilang kata-kata ‘jangan pernah percaya sama
temen lo sendiri’.” kata Fani. “Tapi nggak tau juga sih.”
“Lo udah tanya Misbah?”
tanya Fariz.
“Udeh. Gue SMS tapi nggak
dibales dama die.” kata Fani. “Eh, tapi itu nggak tau juga. Maksudnya, jangan
asal nyalahin orang dulu, soalnya gue belom tau.”
“Terus sekarang ada yang
tau nggak Misbah kenapa nggak dateng?” tanya Fariz kepada semua orang yang
sedang berdiri di depannya.
“Nggak tau. Tadi gue udah
SMS tapi nggak dibales.” kata Mia.
Semuanya kini terdiam.
Mereka semua bingung ingin mengatakan apa lagi. Beberapa orang menuduh Misbah
telah menyebarkan email iseng dengan kata-kata yang mengancam.
“Ya udah, kita udahan
dulu. Nanti malem yang mao ikut dateng aja.” kata Fariz mengakhiri pertemuan
hari ini.
Semuanya langsung bubar
dan mulai meninggalkan lokasi SMA N 5 Jakarta.
“Yah, kok udahan? Kirain
lama.” gumam Mia.
Mia dan Tribuana langsung
menaiki motor dan melaju berboncengan.
“Menurut lo siapa yang
ngirim?” tanya Ricky sambil berjalan bersama Fani, Dita , dan Afifah.
“Nggak tau. Tadinya malah
gue kirain Yossy. Soalnya dia juga pernah ngomong kayak gitu.” kata Fani.
Ricky langsung berfikir,
mungkin Yossy yang mengirim email ancaman itu. Mungkin tadi dia pura-pura
mendapatkan email dengan mengaku bahwa ia menerima email itu. Tapi untuk apa
Yossy melakukannya? Si pengirim email menamakan dirinya Venatorv atau mungkin
Venator V. Venator dalam bahasa Latin berarti ‘Pemburu’. Di dalam emailnya, si
pengirim juga menyebutkan tentang ‘Dia’. Siapa ‘Dia’ yang dimaksud?
“Ricky duluan ye.” kata
Fani, lalu menaiki P10 yang lewat.
“Yaa….” jawab Ricky.
Aisyah berpikir, apakah ia
ingin ikut untuk mencari Suniaji atau tidak. Masalahnya adalah waktunya yang
terlalu malam, dan kalau minta izin oleh orang tuanya pastilah tidak diizinkan.
Tapi ia ingin sekali m=mengikuti pencarian itu.
“Pokoknya gue mo ikut.”
gumam Aisyah dalam perjalanan pulang.
Mia dan Tribuana tidak
langsung pulang. Mereka malah mampir ke ITC Cempaka Mas karena Tribuana ingin
membeli headset untuk ponselnya. Mereka berjalan menyusuri kerumunan
orang-orang. Tempat ini sangat ramai karena hari ini adalah hari libur.
Mereka memasuku lift dan
menuju ke lantai 4, tempat ponsel dan aksesorisnya dijual. Mungkin keasliannya
diragukan, tapi siapa tidak mau kalau bisa mendapatkan headset dengan harga
yang bisa dibilang murah.
Mereka mampir ke restoran
A&W setelah Tribuana membeli headset. Mereka hanya memesan dua Sundaes
Cokelat untuk sekedar camilan.
“Kira-kira siape ye yang
ngirim email iseng?” tanya Mia sambil duduk di kursi restoran.
“Kata Fani si Misbah.”
jawab Tribuana dengan nada tidak yakin. “Tapi gue nggak percaya juga si.”
Mia lali menyendok sundaes
yang letakkan di meja, dan melahapnya.
“Terus, kenape tadie ngga
dateng ye?” tanya Mia penasaran.
“Iye juga ye.” kata
Tribuana. “Jangan-jangan, beneran Misbah yang ngirim email itu.”
“Buat apaan coba?” tanya
Mia.
“Mana kita tau. Mungkin
dia punya rencana laen dengan dia nyebarin email yang isinya ngancem.”
“Mungkin juga si.”
“Dan lo kan juga tau
sendiri kalo Misbah tu orangnya rada-rada gimana gitu.”
“Psikopat maksud lo?”
tanya Mia memperjelas.
“Ya bisa dibilang begitu.”
kata Tribuana. “Tontonannye aje aneh-aneh. Saw, Cry Wolf, Donkey Punch, Scream,
Let Me In.” jelas Tribuana menyebutkan film-film yang dianggapnya film kejam
yang pernah ditonton oleh Misbah.
“Kalo pun kartun, dia
nontonnya Happy Tree.” kata Mia menambahkan.
“Nah kan. Gimane menurut
lo?” tanya Tribuana.
Mia berfikir sejenak
Mungkin memang benar Misbah yang mengrim email itu ke beberapa anak X-5. “Bisa
jadi. Tapi kan ga ada bukti kuat, Ta.”
“Kita tunggu besok aja
deh.” kata Tribuana. Lalu mereka melanjutkan menikmati Sundaes Cokelat yang
tadi mereka beli sambil Tribuana menjajal headset barunya yang tadi ia beli.
Di saat mereka menikmati
sundaes yang mereka beli, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, berjalan sendiri
di tengah keramaian, memakai jaket bermotif warna hitam, celana jeans hitam,
dan sneakers hitam dengan merk Converse All Star. Sebelah tangannya membawa
sebuah topeng Guy Fawkes yang terbuat dari kayu.
“Ta, ta. Itu ngapai si
ganteng?” tanya Mia
“Mane?” kata Tribuana.
Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri.
“Ih, itu bego. Yang pake
jaket item?”
“Mane sih?” kata Tribuana
penasaran
“Itu tuh, noh noh noh.”
kata Mia ngotot sambil tangannya mununjuk-nunjuk seseorang yang sedang
berjalan. “Yang pake kaca mata. Liat nggak? Yang lagi jalan ke arah sini.”
Tribuana melihat seorang
laki-laki yang tidak terlalu tinggai berjalan mendekatinya dan Mia. “Oh, tu
dia. Ngapain ye?”
Tanpa pikir panjang, Mia
langsung berteriak memanggil laki-laki itu. “Aldi…!”
“Denger nggak si?” tanya
Tribuana.
“Aldi…!” Mia kembali
memanggil.
Aldi melihat di depannya
ada Tribuana dan Mia yang sedang duduk di kursi restoran A&W sambil
melambai-lambaikan tangannya.
Mia dan Tribuana berjalan
mendekati mereka. Wajahnya datar, tidak ada ekspresi sama sekali. Sinar-sinar
lampu toko memantul hijau di lensa kaca matanya.
“Ngapain lo berdua?” tanya
Aldi. Akhirnya wajahnya tersenyum.
“Keliatannya ngapain?” Mia
balik bertanya.
“Duduk.” jawab Aldi.
“Ih, pinter.” kata
Tribuana meledek.
Mia melihat topeng yang
dibawa Aldi. Ia mengambilnya dati tangannya. “Buat apaan nih?”
“Buat ngusir lo.” kata
Aldi.
“Dih, serius.” kata Mia
protes.
“Buat pajangan di rumah.”
jawab Aldi.
“Beli di mane? keren juga
tuh.” tanya Tribuana.
“Di bawah. Cari aje. Udeh
ye, gue lagi buru-buru nih.” kata Aldi, lalu mengambil topengnya dari tangan
Mia dan pergi.
“Sialan. Sopan banget.”
gumam Tribuana.
“Bener-bener sopan, Ta.”
sahut Mia.
Mia dan Tribuana lalu
menuju ke parkiran untuk mengambil sepeda motor. Di parkiran sangat sepi. Tidak
ada orang kecuali mereka berdua. Moto-motor diparkir secara teratur. Mereka
menyusuri area parkir untuk mencari sepeda motor Tribuana.
“Tu dia.” kata Tribuana
menemukan sepeda motornya.
Tribuana lalu membuka
kunci stang pada sepeda motornya. Mia tidak bersuara. Ia memandangi sesuatu
yang ada di depannya. Dia ketakutan.
“Ta…” kata Mia. Suaranya
langsung menghilang.
Tribuana langsung menoleh
dan meliahat Mia sedang menunjuk ke arah sesuatu. Ia melihat sesuatu yang
ditunjuk Mia. Tribuana melihat seorang dengan jaket kamuflase hitam, celana
jeans hitam, sepatu hitam, dan membawa pisau berburu dengan topeng Guy Fawkes
yang menutupi wajahnya, sedang berdiri di kejauhan. Seseorang juga memakai
punutup kepala jaketnya.
“Ta, cepetan nyalahin
motornya.” kata Mia dengan suara pelan.
Tribuana langsung
menghidupkan sepeda motornya. Tombol starter ditekan beberapa kali, namun mesin
tidak juga hidup.
Seseorang bertopeng itu
berlari mendekati mereka berdua. Mia
mulai berteriak ketakutan. Tribuana terus berusaha menghidupkan sepeda
motornya, namun selalu gagal.
Tanpa berfikir lagi,
mereka langsung berlari. Orang bertopeng itu masih mengejar, Larinya cepat
sekali. Mia berlari tersaruk-saruk melewati beberapa sepeda motor.
Tribuana terus berlari.
Wajahnya sangat ketakutan. Mereka berdua sangat ketakutan. Mia terjatuh,
Tribuana terus berlari.
“Tata, tungguin..” Mia
berteriak.
Tribuana menoleh ke
belakang. Ia melihat Mia yang tersungkur dengan orang bertopeng tepat di
belakangnya.
Mia berusaha bangun. Ia
mulai berlari, tapi kakinya tidak mau bergerak. Ternyata orang bertopeng itu
memegangi kaki Mia. Mia berusaha melepaskan diri dengan susah payah. Wajahnya
benar-benar ketakutan. Ia terus menggerak-gerakkan kakinya. Si orang bertopeng
mengangkat pisaunya, berusaha membunuh Mia. Cahaya lampu memantul dari pisau
itu, membuatnya terlihat sangat tajam.
Mia menendang topeng orang
itu dengan keras. Orang bertopeng itu langsung terdorong ke arah belakang.
Kepalanya membentur tiang beton di belakangnya dengan keras. Mia bisa mendengar
suara benturannya. Si orang bertopeng seperti tak sadarkan diri.
Mia langsung berlari ke
arah Tribuana. Mereka berlari, kembali memasuki area mall yang ramai.
Tribuana memeluk Mia. Mia
menangis. Air matanya membasahi wajahnya. Dahinya basah berkeringat.
“Gue liat dia. Gue liat
dia.” kata Mia sambil menangis.
Mia melepaskan diri dari
pelukan Tribuana.
“Gue liat tandanya. Dia
punya tato di punggung tangannya. Itu pasti Aldi. Tatonya sama kayak punya
Aldi. Aldi punya tato itu di tempat yang sama, dan tadi dia bawa topeng yang
sama kayak orang itu.” kata Mia menjelaskan sambil terisak. Ia melihat tato di
punggung tangan kiri orang bertopeng itu. Bentuknya seperti huruf Y.
“Maksud lo?” Tribuana
bingung dengan perkataan Mia.
“Itu Aldi. Lo telepon dia
sekarang.”
Tribuana lalu mengeluarkan
ponselnya dan menghubungi Aldi.
Di jalan, Aldi merasakan
saku celananya bergetar. Ia menghentikan sepeda motornya di dekat sebuah gang
di pinggir jalan raya. Ia melihat ponselnya dan menjawab teleponnya.
“Halo.”
“Halo. Aldi, lo di mana?”
tanya Tribuana. Kata-katanya hampir tidak jelas.
“Di jalan.” jawab Aldi.
Nadanya terdengar agak bingung.
Tribuana percaya Aldi
sudah di jalan. Ia mendengar ada suara kendaraan yang lewat di speaker
ponselnya.
“Ee, nggak jadi deh.” kata
Tribuana, lalu langsung memutus sambungan teleonnya.
“Dia kan orangnya.” kata
Mia.
“Enggak. Bukan dia. Dia
lagi di jalan. Gue bisa denger ada suara kendaraan.” kata Tribuana menjelaskan
kepada Mia.
“Terus itu siapa? Siapa
tadi yang nyerang gue?” kata Mia histeris.
“Mia, lo tenang dulu deh.
Sekarang kita balik dulu ke parkiran, kita liat dia masih ada apa enggak. Kalo
masih ada, kita minta bantuan.” kata Tribuana.
Mia menurut.
Mereka kembali ke
parkiran, menuju tempat sepeda motor Tribuana diparkir. Dilihatnya sepeda
motornya. Kuncinya masih terpasang di lubang kunci. Lampu hujau On masih
menyala. Tapi orang bertopeng itu sudah tidak ada.
Tribuana segera
menghidupkan mesin sepeda motornya, dan segera pulang dari tempat itu. Ia
membonceng Mia keluar dari parkiran dan menuju jalan raya. Mereka pulang dengan
perasaan takut dan tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.
0 comments:
Posting Komentar