Selasa, 17 Januari 2012

Vendetta In V (Bab 7)


7. A MURDER STORY (2)

SATU HARI SETELAH SUNIAJI MENGHILANG.

Misbah dan anggota Paskibra lain sedang berbincang-bincang di koridor SMA N Jakarta. Mereka sedang melepas lelah setelah melaksanakan ekstra kurikuler yang rutin dilakukan setiap hari Sabtu. Seperti biasa, Misbah bercanda dengan teman-teman satu organisasinya.
            “Misbaah...” Mia memanggil dari kejauhan.
            “Miaaa...” Misbah balas memanggil. Ia berjalan menekati Mia yang sedang duduk di koridor dekat ruang UKS.
            “Masih paskib?”
            “Udehan. Lagi curcol aje sama yang laen.” jawab Misbah. “Lo mo ngapain? Bukannye lo nggak ada padus?”
            “Emang nggak ada, dan parahnya gue baru tau tadi setelah gue sampe sini.”
            “Haha. Sedih lo.” kata Misbah dengan nada mengejek. “Eh, tar dulu deh..” kata Misbah, lalu ia pergi meninggalkana Mia.
            Mia kembali asyik dengan ponselnya. Entah apa yang sedang ia lakukan, ia sendiripun bingung.
            Tak lama kemudian, Misbah kembali menghampiri Mia dengan tas ransel yang ia tenteng. Sepertinya tasnya tidak ada isinya.
            “Kita bikin sensasi yuk” kata Misbah.
            “Sensasi?” kata Mia dengan ekspresi wajah yang bingung.
            Misbah lalu mengeluarkan sebuah buku tulis dan bolpoin dari tas ranselnya. “Iye. Kan Aji lagi ilang tuh, gimane kalo kita bikin cerita-cerita serem terus kita sebarin lewat e-mail?” kata Misbah.
            “Aji ilang. Ilang ke mane?” tanya Mia. Wajahnya terkejut.
            “Moso lo belom tau beritanye sih?”
            “Belom. Emang ilang ke mane?”
            “Ye nggak tau lah. Kalo gue tau namanye bukan ilang.” jelas Misbah. “Kita bikin cerita aje. Kita bikin seolah-olah Aji diculik sama pembunuh. Keren nggak?”
            “Maksudnye?”
            “Jadi kayak di film Cry_Wolf. Di film itu ada yang nyebarin e-mail boong, terus parahnya cerita yang mereka bikin malah jadi kenyataan.” jelas Misbah.
            “Ih, keren tuh. Tapi kalo ini jadi beneran gimane?”
            “Enggak lah. Itu kan cuma film.”
            Mia diam sejenak. Ia sedang memikirkan ide gila Misbah yang sepertinya akan berbahaya. “Ya udeh yuk, bikin.”
            Misbah lalu membuka buku dan menyiapakan bolpoinnya. Mereka mulai mendiskusikan cerita bohong yang akan mereka sebarkan. Mereka benar-benar asyik dalam membuat kebohongan. Bukan hanya asyik, tapi juga hebat, karena Misbah sudah berpengalaman dalam aktifitas tipu-menipu sejak ia SMP. Bahkan ia pernah melakukan kebohongan selama satu tahun kepada temannya, dan hebatnya temannya tidak mengetahuinya. Sementara Mia, dia lumayan licik untuk seorang wanita. Licik dalam hal ini adalah dalam mempermainkan pria yang menjadi kekasihnya.
            “Oke. Ceritanya kita samain aja kayak di film Cry_Wolf. Ceritanya tentang pembunuhan yang berjalan dari sekolah ke sekolah.” jelas Misbah.
            “Bagus juga. Terus?” tanya Mia sambil dengan serius mendengarkan apa yang Misbah katakan.
            “Kita butuh ciri-ciri si pembunuh yang nyulik Aji. Menurut lo gimane?”
            Mia berfikir. Sejenak ia teediam, lalu mulai berbicara. ”Gimane kalo pembunuhnye pake baju item-item?” kata Mia.
            “Mmm, bagus juga. Gimane kalo si pembunuh pake jaket kamuflasi item sama celana jeans item?”
            “Ah, bagus tuh. Terus pake topeng, biar nggak ketauan mukanye.”
            “Oh iye bener. Pake topeng itu aje, Guy Fawkes.” jelas Misbah.
            “Guy Fawkes. Yang mane sih?” tanya Mia.
            “Yang ada di film V For Vendetta. Pokoknye keren deh.”
            Mereka terus melanjutkan cerita bohong ciptaan mereka. Beberapa poin-poin penting telah ditulis oleh Misbah, walaupun ada poin-poin yang dicoret oleh Mia kemudian diganti.
            Kini mereka masuk dalam proses pengembangan cerita. Misbah mulai mengembangkan poin-poin yang tadi dicatat menjadi sebuah paragraf cerita dengan bahasa  yang agak baku dan agak serius. Sesekali Mia menyarankan untuk mengganti bahasa yang Misbah gunakan ketika bahasa yang ditulis ternyata rancu dan akhirnya malah merusak cerita.
            Cukup lama mereka asik dengan kebohongan yang mereka buat. Tanpa disadari, waktu telah berlalu 35 menit. Beberapa siswa-siswi dari ekstra kurikuler Paskibra juga telah meninggalkan sekolah. Di lorong tempat mereka berdua membuat cerita kini mulai agak sepi. Hanya ada beberapa anggota PMR yang sedang bercengkrama di ruang UKS.
            Di depan suatu ruangan di SMA N 5 Jakarta, seseorang berpakaian serba hitam dengan toeng Guy Fawkes sedang menutup pintu dan menguncinya. Di dalam ruangan yang dikunci tersebut ada Suniaji yang sedang dalam keadaan tidak sadar. Setelah mengunci ruangan tersebut, orang bertopeng itu berjalan menuju lantai bawah.
            Ketika sedang berbelok menuju tangga, ada seekor kucing berwarna putih. Terlihat seperti bukan kucing rumahan dengan rambut yang tidak terlalu tebal namun bersih. Orang bertopeng itu mengambil kucing tersebut dan menggendongnya, membawanya turun.
            Di lorong di lantai bawah, Mia dan Misbah masih asik dengan kebohongan mereka. Mia menuliskan kata-kata terakhir dalam cerita yang mereka buat, dan akhirnya cerita itu selesai.
            “Ke kantin yuk, Mis. Laper nih gue.” Kata Mia setelah selesai menulis cerita. “Masih buka nggak.”
            “Masih. Tapi udeh sepi kayaknya.” Jawab Misbah sambil menutup buku tulis yang tadi digunakan untuk membuat cerita dan memasukkan bolpoinnya ke dalam tas.
            Mereka akhirnya berjalan menuju kantin melewati lorong seklah yang sepi. Dari lorong, terlihat beberapa orang sedang duduk-duduk di masjid sambil tertawa. Dari jaket hjau yang mereka pakai, pastilah mereka anggota Rohis.
            Mia dan Misbah melewati tangga yang pintunya hanya terbuka sedikit. Anggota-anggota ekskul Fotografi turun berbarengan melawati tangga itu sambil satu sama lain membicarakan tentang objek yang baru saja mereka abadikan. Setelah orang-orang dari ekskul Fotografi turun, ada seekor kucing putih yang berlari menuruni tangga menuju lapangan.
            Mia dan Misbah berbelok ke kanan menuju ke arah kantin. Di tikungan, mereka hampir saja menabrak Aldi yang sedang berjalan terburu-buru.
            “Eh… ngapain lo?” tanya Mia.
            “Mau fotografi di lantai dua.” Jawab Aldi sambil berjalan meninggalkan Mia dan Misbah.
            Mia dan Misbah lalu menuju kantin.
            Mia membeli segelas es teh dan sepiring nasi goreng.
            Mereka kemudian duduk di meja sambil membicarakan cerita yang telah mereka buat. Mereka sedang merencanakan penyebaran cerita bohong yang mereka buat tersebut melalui email.
            “Kira-kira kapan ya gue nyabarin ceritanya?” tanya Misbah sambil menganbil kerupuk yang ada di piring nasi goreng yang dimakan Mia.
            “Entar malem aja.” kata Mia sambil mengunyah nasi yang ada di mulutnya. Ia kemudian menghabiskan nasi di mulutnya lalu meminum es teh yang tadi dibelinya. “Kira-kira yang laen udah pada tidur, baru lo sebarin deh.”
            “Ah, gila lo. Terus gue musti nungguin gitu di warnet sampe malem?”
            “Ya udeh. Sore-sore aje, abis magrib. Kan biasanye anak-anak lagi pada buka Facebook tuh, kan pasti males juga buka email.” kata Mia.
            “Iye juga ye. Ya udeh, entar sore gue ke warnet deh.” kata Misbah setuju. “Sekalian mau ngirim tugas dari Bu Vero.”
            “Hah, yang mane?”
            “Ga tau deh yang mane.” kata Misbah dengan polos.
            Lalu mereka tertawa bersama. Mia yang saat itu sedang mengunyah nasi goreng hampir saja tersedak. Akhirnya Mia terbatuk-batuk.
            Alfiil sedang dalam perjalanan ke lantai dua gedung ITC Cempaka Mas. Ia sedang menuju sebuah toko barang-barang gothic. Di toko itu menjual barang-barang yang berbau gothic, mulai dari kaus, celana, kemeja, jaket, topi hingga topeng-topeng tokoh hantu terkenal.
            Alfiil sudah berada di depan toko. Ia memasuki toko yang ukurannya tidak terlalu besar tersebut. Di bagian depan toko dipajang sebuah tas punggung berbentuk peti mati dengan huruf timbul di bagian depannya. Huruf-huruf itu membentuk sebuah kata Guns N’ Roses. GNR adalah sebuah group band musik beraliran hard rock yang berasal dari Amerika Serikat. Band yang cukup ngetop pada tahun 80 sampai 90an ini memang terkenal dengan dandanan personilnya yang serba gothic, bahkan hingga sampul album mereka juga berdesain gothic.
            Alfiil masuk lebih dalam ke toko tersebut. Ia menuju ke bagian topeng. Ada banyak topeng yang dijual di toko itu. Mulai dari Ghostface, Chucky, Frankestein, Zombie, hingga HellBoy. Di sebuah rak, ada topeng yang tersisa satu. Bukan topeng yang menyeramkan atau berbau gothic. Hanya sebuah topeng wajah seorang laki-laki yang sedang tersenyum lebar. Topeng itu adalah topeng seorang tokoh yang berasal dari Inggris. Topeng itu terbuat dari kayu.
            Alfiil membeli topeng itu dan membayarny.
            Di depan toko tempat ia membeli topeng, ia menelepon seseorang menggunakan ponselnya.
            “Halo!” kata Alfiil.
            “Iya?” jawab sesorang di ponsel.
            “Gue udah dapet topengnya. Lo tinggal bayar ke gue. Besok gue kasih ke lo.” kata Alfiil dengan nada serius.
            “Sesuai sama yang gue mau kan?”
            “Pasti.”
            “Oke. Thanks.”
            Alfiil lalu memutus sambungan telepon. Ia kemudian berjalan menuju tempat parkir motor dan pulang.
            Mia dan Misbah masih tertawa di kantin. Mereka asyik mengobrol bahkan sampai nasi goreng yang dibeli Mia habis sejak tadi.
            Misbah memegang ponselnya dan membuka menu Pesan. Ia menulis subuah pesan pendek untuk seseorang. Wajahnya sangat serius. Sepertinya ia sedang menulis pesan untuk seseorang yang sangat penting. Mia yang sejak tadi mengoceh panjang tidak didengarkan oleh Misbah.
            “Heh, ngapain sih?” tanya Mia.
            Misbah langsung kaget. Secara reflek, ia langsung menoleh ke arah Mia yang sedang duduk di depannya. “Ehh, lagi SMS.” jawab Misbah.
            “Gimana? Ide gue bagus nggak?” tanya Mia sambil senyum-senyum.
            “Ide apaan?” tanya Misbah bingung.
            “Jadi dari tadi lo nggak dengerin gue ngomong?”
            “Oh, enggak. Sorry sorry/”
            Mia langsung memasang wajah kesal.
            Hari semakin siang an mereka masih berada di kantin sekolah. Langit mulai gelap oleh awan mendung. Sekolah sudah mulai sepi. Siswa-siswi yang mengikuti ekstra kurikuler sudah mulai pulang.
            Mia dan Misbah berjalan di lorong sekolah di lantai dasar. Titik-titik kecil gerimis mulai membasahi lapangan SMA N 5 Jakarta. Angin dingin menerpa gedung sekolah yang penuh dengan misteri.
            “Dingin, Mis.” gumam Mia.
            Misbah hanya diam. Ia sedang berpikir tentang sesuatu yang menyeramkan yang mungkin terjadi di sekolahnya.
            Misbah bergidik sendiri saat yang dipikirkannya terlampau menakutkan.
            “Hiiih…..” kata Misbah tiba-tiba.
            “Kenape, Mis?” tanya Mia yang sedang berjalan di sampingnya.
            “Coba deh lo bayangin. Lagi gini-gini nih, tiba-tiba ada hantu. Cewek, anak kecil, rambutnya panjang warna coklat, pake gaun kayak orang Belanda yang roknye megar.” kata Misbah dengan nada yang seakan-akan membuat ceritanya menakutkan.
            “Terus?”
            “Kan serem.”
            Mia sejenak berfikir, kemudian berbicara lagi. “Biasa ah.”
            Kali ini Misbah yang giliran memasang wajah kesal.
            Mia pulang ke rumah. Ia tertidur di kamarnya karena lelah dengan otaknya yang digunakan untuk berimajinasi untuk membuat sebuah kebohongan. Ia tertidur hingga melwatkan .makan malamnya yang nikmat.
            Tengah malam, Mia terbangun karena ponselnya berdeing. Ia menatap layar ponsel dengan mata sayu. Ternyata itu SMS dari Aisyah yang mengabarkan bahwa Suniaji tidak pulang sejak hari Jum’at yang lalu.

0 comments:

Posting Komentar