5. RESCEDULE
MISBAH tidak menjawab. Ia bingung
kalimat apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Aisyah. Bibirnya masih
agak terbuka, tapi suarnaya tidak keluar. Misbah juga bingung kenapa ia bisa
mencium darah.
Tiba-tiba terdengar suara
seseorang berjalan dari arah luar. Suara sepatu yang beradu dengan keramik.
Seperti suara orang sedang berlari kecil.
“Udah sadar?” kata seorang
laki-laki yang baru saja masuk ke ruang UKS.
Aisyah dan Misbah menoleh
ke arah laki-laki itu. Seorang laki-laki tinggi dengan kulit gelap dan agak
bungkuk berdiri di dekat hordeng yang sedikit tertutup. Dia Wahyu Hidayat,
salah satu anggota PMR SMA N 5Jakarta.
“Belom. Darahnya juga
masih ngalir.” jawab Aisyah. Tangannya masih memegang kapas yang penuh darah
yang disumbat ke hidung Aldi.
“Udah enggak kok.” kata
Misbah tiba-tiba.
“Hah?” gumam Aisyah
bertanya-tanya.
Aisyah kemudian melepaskan
kapas yang menyumbat sebelah lubang hidung Aldi. Mimisan yang tadi mengalir
kini sudah berhenti. Yang ada hanya bekas darah berwarna merah muda yang membekas
di kulit di bawah hidung Aldi. Ia lalu mengelap darah yang masih tersisa dan
membuang kapas itu ke tempat sampah di luar ruangan UKS.
Wahyu maju selangkah.
Tangan kirinya ditempelkan ke dahi Aldi. Wajahnya serius.
Aisyah sudah kembali
memasuki ruangan UKS. “Kenapa, Yu?”
“Badannya panas.” kata
Wahyu cepat. “Udah dirangsang pake alkohol?”
“Udah. Tapi nggak bangun.”
jawab Misbah.
Di kelas, pelajaran sudah
berjalan beberapa menit. Bu Susi sedang menerangkan tentang tabungan, ketika
akhirrnya melihat ada bangku yang kosong.
“Itu siapa yang nggak
masuk?” tanya Bu Susi sambil tangan kanannya menunjuk ke bangku di samping
Fariz.
“Aldi, Bu.” jawab Fariz.
“Kenapa? Kayaknya tadi
ada.”
“Di UKS, Bu. Tadi mimisan,
terus pingsan.”
“Ya ampun. Kok bisa?”
“Nggak tau, Bu. Tadi lagi
ketawa-ketawa di depan, terus dia mimisan.” jelas Fariz.
“Ya udah, kalian kerjain
tugas ini dulu. Ibu mau turun sebentar.” kata Bu Susi, lalu bangkit dari
kursinya dan keluar dari ruang Matematika 3.
Bu Susi langsung menuruni
tangga menuju ke lantai dasar SMA N 5 Jakarta. Wajahnya cemas dan langkahnya
agak cepat.
Sesampainya di lantai
dasar, Bu Susilangsung menikung ke kiri ke arah ruang UKS. Ia berjalan
mendekati pintu, dan mulai memasuki ruangan UKS.
DI dalam ruang UKS ada
Aisyah, Misbah, dan Wahyu. Di atas kasur, ada Aldi yang sedang terbaring dengan
wajah pucat. Bu Susi langsung maju beberapa langkah untuk mendekat.
Wahyu melepaskan tangannya
dari dahi Aldi.
“Kenapa?” tanya Bu Susi cemas.
“Nggak tau, Bu. Tadi dia
mimisan, terus langsung jatoh.” jelas Aisyah sambil duduk di kursi di dekat
meja.
“Tunggu sadar dulu ya.”
kata Wahyu. “Permisi, Bu.”
Wahyu lalu meninggalkan
ruang UKS. Bu Susi masih memasang wajah cemas. Bu Susi lalu mendekati Aisyah,
lalu menanyakan sesuatu.
“Emang tadi si Aldi udah
makan apa belom?” tanya Bu Susi.
“Nggak tau, Bu. Tapi
sebelum upacara sih baek-baek aja, Bu.” jelas Aisyah. Wajahnya polos.
“Hhhhmm.” gumam Bu Susi.
Matanya menatap Aldi yang terbaring di tempat tidur, belum sadarkan diri.
Wajahnya seperti memikirkan sesuatu. Lalu matanya menatap Misbah. “Ya udah.
Kamu masuk kelas sana. Biar yang jaga Aisyah aja.”
“Ehh, iya, Bu.” kata
Misbah, lalu segera bergerak ke luar ruang UKS. “Permisi, Bu.”
Misbah memandang Aisyah
sambil berjalan menuju ke luar ruang UKS. Aisyah tersenyum bahagia. sepertinya
kali ini Misbah harus merasakan jam pelajaran pertama yang hampir habis hingga
jam pelajaran ke dua dan berganti pelajaran.
Aisyah yang sejak tadi
menunggu Aldi sadar, kini merasa bosan. Ia mulai membuka browser di ponselnya,
dan memainkan akun twitternya. Ia bahkan sempat menulis twit dan mempostingnya.
di UKS dari jam pertama. boring
Sejenak Aisyah berhenti
dengan keasyikannya dan melihat keadaan Aldi. Wajah Aldi kini sudah agak
normal. Pucat yang tadi menutupi wajahnya kini sedikit memudar. Bibirnya yang
tadi berwarna ungu kini sedikit memerah.
Aisyah menggeser bangku
yang ia duduki, sehingga kini bangku tersebut menghadap ke arah meja. Ia
kembali dengan keasyikannya. Jari-jarinya mulai bermain dengan tombol-tombol di
ponselnya. Lagi-lagi ia menulis twit.
nungguin @aldiiba ga sadar-sadar
Kini ia berganti kea kun faceboooknya.
Ia melihat beberapa pemberitahuan dan satu pesan yang dikirim oleh sebuah
fanpage. Ia mendengar Aldi menggumamkan sesuatu. Kepalanya langsung menoleh
dengan cepat ke arah Aldi. Ternyata Aldi masih belum sadar. Ia kembali
menyibukkan diri dengan ponselnya.
Ia hanya melihat profilnya
sebentar, lalu keluar dari browser. Aisyah menaruh poselnya di saku bajunya. Ia
bangkit dari kursi dan membalikkan badan ke arah kasur yang dirtiduri Aldi. Ia
langsung terdiam. Tubuhnya tak bergerak seperti patung marmer yang keras.
Matanya tak bergerak dari apa yang dipandangnya. Mulutnya sedikit terbuka.
Wajahnya terkejut, seperti sedang melihat pesawat UFO yang sedang menculik
orang-orang dan menginfasi bumi. Tapi yang dilihatnya bukan itu. Ia hanya
melihat kasur. Tidak ada apa-apa, tidak ada siapa-siapa. Tidak ada Aldi di
tempat tidur itu.
Aistah bingung. Ia masih
belum bergerak dari tempatnya berdiri sekarang. Dahinya mengerut secara tak
sadar. Kok nggak ada? Perasaan baru tadi
gue nengok, dan masih ada. Sekarang ke mana?
Aisyah lalu berlari ke luar ruangan. Ia
mencari Aldi ke mana-mana. Ia mencari ke seluruh tempat di SMA N 5 Jakarta,
tapi ia tidak melihat ada Aldi. Bahkan di kantin pun tidak ada.
Sementara itu, di lantai
dua, Aldi berjalan menaiki tangga. Kakinya dipaksa melangkah walalu terasa
berat dan lemas. Ia berhenti sejenak di tikungan tangga. Tangan kanannya memegangi
besi pembatas tangga, sementara tangan kirinya mengusap matanya. Ia tidak bisa
melihat jelas.
Ia meraba saku celananya
dan merogoh ke dalamnya. Lalu merogoh saku celana sebelahnya. Ia tidak
menemukan apa-apa. Lalu ia merogoh ke saku bajunya, di sana juga tidak apa-apa.
Ia mencari kaca matanya, namu ia tidak menemukan di kantungnya. Ia berpikir,
mungkin kaca matanya tertinggal di ruang UKS ketika ia pergi meninggal Aisyah
di bawah.
Aldi kembali berjalan dan
mulai menaiki tangga menuju lantai tiga. Ia berbelok ke kiri di lantai tiga.
Untunglah waktu itu tidak ada guru yang sedang piket, jadi ia tidak perlu
berbohong untuk mejawab pertnyaan dari guru piket, kenapa ia berjalan dengan
kemas seperti itu.
Ia berbelok ke kanan, menuju
ke arah ruang Matematika 3. Pintunya di tutup. Ia bisa mendengar suara Bu Susi
sedang menjelaskan pelajaran, lalu seseorang ada yang bertanya, sepertinya itu
suara Yesica. Ia menarik pintu ruang Matematika 3 dengan perlahan.
Di kelas, semua langsung
terdiam. Semua mata di kelas tertuju pada pintu yang perlahan terbuka.
Seseorang telah menarik pintu itu. Mereka menunggu seseorang itu masuk. Semua
wajah penasaran sudah menanti siapa orang di balik pintu itu.
Pintu kini terbuka agak
lebar. Seorang laki-laki memasuki ruangan. Wajah-wajah yang tadi penasaran,
kini berubah menjadi wajah bingug. Beberapa wajah berubah menjadi terkejut.
“Loh, kok….” Yesica tidak
meneruskan kata-katanya. Tangannya menunjuk laki-laki yang baru saja masuk dan
kini berjalan tersaruk memasuk kelas.
“Loh, kok kamu di sini?
Aisyah mana?” tanya Bu Susi yang sedang berdiri di depan papan tulis.
Aisyah masih mencari Aldi.
Kini ia berada di lantai dua. Dahinya basah berkeringat. Wajahnya menunjukkan
bahwa ia sangat cemas. Bu Susi pasti
bakalan ngoceh-ngoceh nig ke gue. Aduh, itu orang ke mana sih?. Langkahnya
kini semakin cepat. Ia kini berlari kecil menyusuri lantai dua, lalu berbelok
ke tangga dan menuju ke lantai tiga.
Ia segera menuju ke kelasnya
di ruang Matematika 3. Ia menarik pintu kelas dengan terburu-buru, sehingga
pintu menggesek dan mengeluarkan suara yang agak keras.
Ia melihat semua
teman-temannya di kelas, sedang memandanginya dengan wajah keheranan. Ia juga
melihat Aldi sedang berdiri di depan kelas, membelakanginya. Bu Susi juga
melihat Aisyah dengan heran.
“Ih, elo kok ngilang
tiba-tiba sih?” tanya Aisyah ke Aldi dengan nada marah.
Aldi menoleh ke belakang,
ia melihat Aisyah sedang berdiri di dekat pintu kelas.
“Loh, emangnya kamu nggak
tau dia ke sini?” tanya Bu Susi.
“Enggak. Tadi dia langsung
ilang gitu aja.” kata Aisyah, bicaranya cepat.
Semua yang berada di kelas
kebingungan. Mereka tidak mengerti apa yang Aisyah katakana dan apa yang sedang
terjadi. Bagaimana bisa Aldi keluar dari ruang UKS tetapi Aisyah tidak
melihatnya?
Pelajaran berganti.
Sekarang saatnya pelajaran Bahasa Arab. Semua siswa siswi X-5 turun ke lantai
dua dan memasuki ruangan Mulok. Hari ini Bu Ummu tidak masuk ke ruang kelas.
Entah apakan dia tidak masuk, atau memang tidak mau masuk.
Misbah berjalan menuruni
tangga dengan menggendong tas punggungnya sambil tangannya membawa map biru
bening yang tebal berisi banyak kertas, dan
buku pelajaran Ekonomi. Ia memasukkan penseil mekanik dan pulpennya ke
dalam saku bajunya, dan ia baru sada kalu ia masih mengantungi kaca mata milik
Aldi.
Aldi menaruh tasnya di
atas meja tempat ia duduk di kelas. Ia baru sada kalu kaca matanya belum ada
padanya. Ia mencari di tasnya. Semua resleting tasnya dibuka, namun kaca
matanya tidak ditemukan.
“Ky, kaca mat ague sama
siape?” tanya Aldi ketika Ricky lewat.
“Sama Misbah tadi.” jawab
Ricky singkat.
Misbah lalu masuk ke ruang
Mulok. Ia terlihat sangat repot dengan bawaanya yang juga terlihat berat dan
banyak.
“Eh, Aldi. Kaca mata lo
nih.” kata Misbah ketika lewat di samping Aldi.
“Mane?” tanya Aldi.
“Tar dulu. Gua naro tas
dulu.” kata Misbah. Ia lalu meletakkan barang bawaannya di atas meja, dan
tasnya di bangku di tempat ia duduk. Ia lalu merogoh saku bajunya, dan
memberikan kaca mata milik Aldi.
“Thanks ye.” kata Aldi.
“Hemm.” jawab Misbah
singkat.
Di meja lain, beberapa
anak sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu yang seperinya seru. Fariz,
Alvin, Fu’ad, Ricky, Dea, Aisyah, dan Faris berkumpul di sebuah meja.
“Eh, kapan mo nyari Aji?”
tanya Fu’ad. Kaca matanya memantulkan sinar lampu.
“Iye, Riz. Kapan nih?”
sambung Aisyah.
“Entar malem. Lo semua dateng
aja jam sepuluh ke sini.” jawab Fariz.
“Bener ye? Awas aje kalo
nggak jadi lagi.
“Iye. Kali ini beneran
jadi.” sahut Fariz meyakinkan.
“Emang mo nyari di mane?”
tanya Aisyah.
“Di sekolahan lah.” jawab
Fariz. “Entar malem pada pake sepatu aja, soalnya pasti dingin. Tapi terserah
lo pada aja.”
Di bangku paling depan di
dekat pintu, Misbah, Mia, dan Tribuana sedang berbincang-bincang.
“Lo ikut nggak entar
malem?” tanya Misbah sambil berdiri di depan meja Mia dan Tribuana.
“Hah, entar malem? Ngapain?”
tanya Mia.
“Nyari Aji lah.”
“Emang jadi? Bukannya
nggak jadi?” tanya Tribuana.
“Jadi. Tuh lagi pada
ngomongin.” kata Misbah sambil matanya menatap ke arah kerumunan orang-orang
yang sedang asyik merencanakan sesuatu.
“Jam berape emang?” tanyan
Mia.
“Jam sepuluh, entar
malem.”
“Oke deh, gue dateng. E
tapi kalo gue sama Tata belom dateng, lo lo pada tungguin kita ye.”
“Iye lah.”
Mereka lalu diam sejenak.
Lalu Mia mulai berbicara lagi. Ia menceritakan kejadian yang ia alami kemarin.
Kejadian yang sampai sekarang belum bisa dipercaya kalau hal itu sudah pernah
terjadi padanya.
“Gue sampe nangis tau,
Mis.” kata Mia.
“Lo serius?” tanya Misbah.
Wajahnya penasaran dan tidak percaya.
“Iye lah. Tadinya gue
kirain itu Aldi, abisnya tatonya sama kaya punya dia.”
“Emang dia kali.”
“Bukan, Mis. Pas Tata
nelpon, dia ternyata udah di jalan.” jalas Mia.
“Iya, bener. Dia udah di
jalan. Gue bisa denger ada suara kendaraan lewat. Orang ada suara bajaj lewat,
berisik banget.” kata Tata menyela.
“Emang tato apaan?” tanya
Misbah.
“Nggak jelas, kayak huruf
Y gitu, tapi aneh bentuknya.” jelas Mia. “Lo liat aja deh tangannya Aldi.
Persis banget deh kaya gitu.”
Misbah hanya terdiam.
Wajahnya seperti sedang memikirkan bentuk tato yang dibicarakan oleh Mia. Kedua
tangannya diletakan di atas meja.
“Tangan lo kenapa, Mis?”
tanya Mia sambil menunjuk plester yang menutupi punggung telapak tangan kiri
Misbah.
Misbah langsung menrik
tangannya dari mejanya dan menutupinya dengan tangan satunya. “Kemaren kebesot
tembok di gang deket rumah gue, gara-gara ada anak-anak lari-lari, jadinya gue
ngindar.”
Mereka semua melewati hari
ini dengan penuh kesabaran sambil menunggu waktu malam. Jam demi jam terlewati.
Pelajaran demi pelajaran mereka lalui. Hingga akhirnya bel terakhir untuk hari
ini bordering. Mereka segera pulang dan mengistirahatkan diri supaya nanti
malam tidak kelelahan. Akhirnya hari ini tiba. Hari yang sudah dinantikan oleh
semua siswa-siswi X-5. Nanti malam adalah saatnya untuk mencari teman mereka
yang menghilang sejak sabtu lalu.
Beberapa kegiatan yang
sudah membudaya mereka lakukan selagi hari masih terang. Mengisi ulang baterai
ponsel, membeli baterai untuk senter yang akan mereka bawa, jaket untuk
penghangat, dan sepatu yang aka dipakai untuk pencarian karena Fariz
menyarankan untuk memakai sepatu. Beberapa camilan juga disiapkan kalau-kalau
mereka lapar nantinya. Beberapa ada yang menyiapkan headset untuk mendengarkan
musik ketika pencarian, mungkin untuk menghilangkan rasa dingin, atau mungkin
untuk menghilangkan rasa takut karena nanti sekolah akan gelap.
0 comments:
Posting Komentar