Selasa, 17 Januari 2012

Vendetta In V (Bab 5)

5. RESCEDULE

MISBAH tidak menjawab. Ia bingung kalimat apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Aisyah. Bibirnya masih agak terbuka, tapi suarnaya tidak keluar. Misbah juga bingung kenapa ia bisa mencium darah.
            Tiba-tiba terdengar suara seseorang berjalan dari arah luar. Suara sepatu yang beradu dengan keramik. Seperti suara orang sedang berlari kecil.
            “Udah sadar?” kata seorang laki-laki yang baru saja masuk ke ruang UKS.
            Aisyah dan Misbah menoleh ke arah laki-laki itu. Seorang laki-laki tinggi dengan kulit gelap dan agak bungkuk berdiri di dekat hordeng yang sedikit tertutup. Dia Wahyu Hidayat, salah satu anggota PMR SMA N 5Jakarta.
            “Belom. Darahnya juga masih ngalir.” jawab Aisyah. Tangannya masih memegang kapas yang penuh darah yang disumbat ke hidung Aldi.
            “Udah enggak kok.” kata Misbah tiba-tiba.
            “Hah?” gumam Aisyah bertanya-tanya.
            Aisyah kemudian melepaskan kapas yang menyumbat sebelah lubang hidung Aldi. Mimisan yang tadi mengalir kini sudah berhenti. Yang ada hanya bekas darah berwarna merah muda yang membekas di kulit di bawah hidung Aldi. Ia lalu mengelap darah yang masih tersisa dan membuang kapas itu ke tempat sampah di luar ruangan UKS.
            Wahyu maju selangkah. Tangan kirinya ditempelkan ke dahi Aldi. Wajahnya serius.
            Aisyah sudah kembali memasuki ruangan UKS. “Kenapa, Yu?”
            “Badannya panas.” kata Wahyu cepat. “Udah dirangsang pake alkohol?”
            “Udah. Tapi nggak bangun.” jawab Misbah.
            Di kelas, pelajaran sudah berjalan beberapa menit. Bu Susi sedang menerangkan tentang tabungan, ketika akhirrnya melihat ada bangku yang kosong.
            “Itu siapa yang nggak masuk?” tanya Bu Susi sambil tangan kanannya menunjuk ke bangku di samping Fariz.
            “Aldi, Bu.” jawab Fariz.
            “Kenapa? Kayaknya tadi ada.”
            “Di UKS, Bu. Tadi mimisan, terus pingsan.”
            “Ya ampun. Kok bisa?”
            “Nggak tau, Bu. Tadi lagi ketawa-ketawa di depan, terus dia mimisan.” jelas Fariz.
            “Ya udah, kalian kerjain tugas ini dulu. Ibu mau turun sebentar.” kata Bu Susi, lalu bangkit dari kursinya dan keluar dari ruang Matematika 3.
            Bu Susi langsung menuruni tangga menuju ke lantai dasar SMA N 5 Jakarta. Wajahnya cemas dan langkahnya agak cepat.
            Sesampainya di lantai dasar, Bu Susilangsung menikung ke kiri ke arah ruang UKS. Ia berjalan mendekati pintu, dan mulai memasuki ruangan UKS.
            DI dalam ruang UKS ada Aisyah, Misbah, dan Wahyu. Di atas kasur, ada Aldi yang sedang terbaring dengan wajah pucat. Bu Susi langsung maju beberapa langkah untuk mendekat.
            Wahyu melepaskan tangannya dari dahi Aldi.
            “Kenapa?” tanya Bu Susi cemas.
            “Nggak tau, Bu. Tadi dia mimisan, terus langsung jatoh.” jelas Aisyah sambil duduk di kursi di dekat meja.
            “Tunggu sadar dulu ya.” kata Wahyu. “Permisi, Bu.”
            Wahyu lalu meninggalkan ruang UKS. Bu Susi masih memasang wajah cemas. Bu Susi lalu mendekati Aisyah, lalu menanyakan sesuatu.
            “Emang tadi si Aldi udah makan apa belom?” tanya Bu Susi.
            “Nggak tau, Bu. Tapi sebelum upacara sih baek-baek aja, Bu.” jelas Aisyah. Wajahnya polos.
            “Hhhhmm.” gumam Bu Susi. Matanya menatap Aldi yang terbaring di tempat tidur, belum sadarkan diri. Wajahnya seperti memikirkan sesuatu. Lalu matanya menatap Misbah. “Ya udah. Kamu masuk kelas sana. Biar yang jaga Aisyah aja.”
            “Ehh, iya, Bu.” kata Misbah, lalu segera bergerak ke luar ruang UKS. “Permisi, Bu.”
            Misbah memandang Aisyah sambil berjalan menuju ke luar ruang UKS. Aisyah tersenyum bahagia. sepertinya kali ini Misbah harus merasakan jam pelajaran pertama yang hampir habis hingga jam pelajaran ke dua dan berganti pelajaran.
            Aisyah yang sejak tadi menunggu Aldi sadar, kini merasa bosan. Ia mulai membuka browser di ponselnya, dan memainkan akun twitternya. Ia bahkan sempat menulis twit dan mempostingnya.
            di UKS dari jam pertama. boring
            Sejenak Aisyah berhenti dengan keasyikannya dan melihat keadaan Aldi. Wajah Aldi kini sudah agak normal. Pucat yang tadi menutupi wajahnya kini sedikit memudar. Bibirnya yang tadi berwarna ungu kini sedikit memerah.
            Aisyah menggeser bangku yang ia duduki, sehingga kini bangku tersebut menghadap ke arah meja. Ia kembali dengan keasyikannya. Jari-jarinya mulai bermain dengan tombol-tombol di ponselnya. Lagi-lagi ia menulis twit.
            nungguin @aldiiba ga sadar-sadar
            Kini ia berganti kea kun faceboooknya. Ia melihat beberapa pemberitahuan dan satu pesan yang dikirim oleh sebuah fanpage. Ia mendengar Aldi menggumamkan sesuatu. Kepalanya langsung menoleh dengan cepat ke arah Aldi. Ternyata Aldi masih belum sadar. Ia kembali menyibukkan diri dengan ponselnya.
            Ia hanya melihat profilnya sebentar, lalu keluar dari browser. Aisyah menaruh poselnya di saku bajunya. Ia bangkit dari kursi dan membalikkan badan ke arah kasur yang dirtiduri Aldi. Ia langsung terdiam. Tubuhnya tak bergerak seperti patung marmer yang keras. Matanya tak bergerak dari apa yang dipandangnya. Mulutnya sedikit terbuka. Wajahnya terkejut, seperti sedang melihat pesawat UFO yang sedang menculik orang-orang dan menginfasi bumi. Tapi yang dilihatnya bukan itu. Ia hanya melihat kasur. Tidak ada apa-apa, tidak ada siapa-siapa. Tidak ada Aldi di tempat tidur itu.
            Aistah bingung. Ia masih belum bergerak dari tempatnya berdiri sekarang. Dahinya mengerut secara tak sadar. Kok nggak ada? Perasaan baru tadi gue nengok, dan masih ada. Sekarang ke mana?
             Aisyah lalu berlari ke luar ruangan. Ia mencari Aldi ke mana-mana. Ia mencari ke seluruh tempat di SMA N 5 Jakarta, tapi ia tidak melihat ada Aldi. Bahkan di kantin pun tidak ada.
            Sementara itu, di lantai dua, Aldi berjalan menaiki tangga. Kakinya dipaksa melangkah walalu terasa berat dan lemas. Ia berhenti sejenak di tikungan tangga. Tangan kanannya memegangi besi pembatas tangga, sementara tangan kirinya mengusap matanya. Ia tidak bisa melihat jelas.
            Ia meraba saku celananya dan merogoh ke dalamnya. Lalu merogoh saku celana sebelahnya. Ia tidak menemukan apa-apa. Lalu ia merogoh ke saku bajunya, di sana juga tidak apa-apa. Ia mencari kaca matanya, namu ia tidak menemukan di kantungnya. Ia berpikir, mungkin kaca matanya tertinggal di ruang UKS ketika ia pergi meninggal Aisyah di bawah.
            Aldi kembali berjalan dan mulai menaiki tangga menuju lantai tiga. Ia berbelok ke kiri di lantai tiga. Untunglah waktu itu tidak ada guru yang sedang piket, jadi ia tidak perlu berbohong untuk mejawab pertnyaan dari guru piket, kenapa ia berjalan dengan kemas seperti itu.
            Ia berbelok ke kanan, menuju ke arah ruang Matematika 3. Pintunya di tutup. Ia bisa mendengar suara Bu Susi sedang menjelaskan pelajaran, lalu seseorang ada yang bertanya, sepertinya itu suara Yesica. Ia menarik pintu ruang Matematika 3 dengan perlahan.
            Di kelas, semua langsung terdiam. Semua mata di kelas tertuju pada pintu yang perlahan terbuka. Seseorang telah menarik pintu itu. Mereka menunggu seseorang itu masuk. Semua wajah penasaran sudah menanti siapa orang di balik pintu itu.
            Pintu kini terbuka agak lebar. Seorang laki-laki memasuki ruangan. Wajah-wajah yang tadi penasaran, kini berubah menjadi wajah bingug. Beberapa wajah berubah menjadi terkejut.
            “Loh, kok….” Yesica tidak meneruskan kata-katanya. Tangannya menunjuk laki-laki yang baru saja masuk dan kini berjalan tersaruk memasuk kelas.
            “Loh, kok kamu di sini? Aisyah mana?” tanya Bu Susi yang sedang berdiri di depan papan tulis.
            Aisyah masih mencari Aldi. Kini ia berada di lantai dua. Dahinya basah berkeringat. Wajahnya menunjukkan bahwa ia sangat cemas. Bu Susi pasti bakalan ngoceh-ngoceh nig ke gue. Aduh, itu orang ke mana sih?. Langkahnya kini semakin cepat. Ia kini berlari kecil menyusuri lantai dua, lalu berbelok ke tangga dan menuju ke lantai tiga.
            Ia segera menuju ke kelasnya di ruang Matematika 3. Ia menarik pintu kelas dengan terburu-buru, sehingga pintu menggesek dan mengeluarkan suara yang agak keras.
            Ia melihat semua teman-temannya di kelas, sedang memandanginya dengan wajah keheranan. Ia juga melihat Aldi sedang berdiri di depan kelas, membelakanginya. Bu Susi juga melihat Aisyah dengan heran.
            “Ih, elo kok ngilang tiba-tiba sih?” tanya Aisyah ke Aldi dengan nada marah.
            Aldi menoleh ke belakang, ia melihat Aisyah sedang berdiri di dekat pintu kelas.
            “Loh, emangnya kamu nggak tau dia ke sini?” tanya Bu Susi.
            “Enggak. Tadi dia langsung ilang gitu aja.” kata Aisyah, bicaranya cepat.
            Semua yang berada di kelas kebingungan. Mereka tidak mengerti apa yang Aisyah katakana dan apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa Aldi keluar dari ruang UKS tetapi Aisyah tidak melihatnya?
            Pelajaran berganti. Sekarang saatnya pelajaran Bahasa Arab. Semua siswa siswi X-5 turun ke lantai dua dan memasuki ruangan Mulok. Hari ini Bu Ummu tidak masuk ke ruang kelas. Entah apakan dia tidak masuk, atau memang tidak mau masuk.
            Misbah berjalan menuruni tangga dengan menggendong tas punggungnya sambil tangannya membawa map biru bening yang tebal berisi banyak kertas, dan  buku pelajaran Ekonomi. Ia memasukkan penseil mekanik dan pulpennya ke dalam saku bajunya, dan ia baru sada kalu ia masih mengantungi kaca mata milik Aldi.
            Aldi menaruh tasnya di atas meja tempat ia duduk di kelas. Ia baru sada kalu kaca matanya belum ada padanya. Ia mencari di tasnya. Semua resleting tasnya dibuka, namun kaca matanya tidak ditemukan.
            “Ky, kaca mat ague sama siape?” tanya Aldi ketika Ricky lewat.
            “Sama Misbah tadi.” jawab Ricky singkat.
            Misbah lalu masuk ke ruang Mulok. Ia terlihat sangat repot dengan bawaanya yang juga terlihat berat dan banyak.
            “Eh, Aldi. Kaca mata lo nih.” kata Misbah ketika lewat di samping Aldi.
            “Mane?” tanya Aldi.
            “Tar dulu. Gua naro tas dulu.” kata Misbah. Ia lalu meletakkan barang bawaannya di atas meja, dan tasnya di bangku di tempat ia duduk. Ia lalu merogoh saku bajunya, dan memberikan kaca mata milik Aldi.
            Thanks ye.” kata Aldi.
            “Hemm.” jawab Misbah singkat.
            Di meja lain, beberapa anak sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu yang seperinya seru. Fariz, Alvin, Fu’ad, Ricky, Dea, Aisyah, dan Faris berkumpul di sebuah meja.
            “Eh, kapan mo nyari Aji?” tanya Fu’ad. Kaca matanya memantulkan sinar lampu.
            “Iye, Riz. Kapan nih?” sambung Aisyah.
            “Entar malem. Lo semua dateng aja jam sepuluh ke sini.” jawab Fariz.
            “Bener ye? Awas aje kalo nggak jadi lagi.
            “Iye. Kali ini beneran jadi.” sahut Fariz meyakinkan.
            “Emang mo nyari di mane?” tanya Aisyah.
            “Di sekolahan lah.” jawab Fariz. “Entar malem pada pake sepatu aja, soalnya pasti dingin. Tapi terserah lo pada aja.”
            Di bangku paling depan di dekat pintu, Misbah, Mia, dan Tribuana sedang berbincang-bincang.
            “Lo ikut nggak entar malem?” tanya Misbah sambil berdiri di depan meja Mia dan Tribuana.
            “Hah, entar malem? Ngapain?” tanya Mia.
            “Nyari Aji lah.”
            “Emang jadi? Bukannya nggak jadi?” tanya Tribuana.
            “Jadi. Tuh lagi pada ngomongin.” kata Misbah sambil matanya menatap ke arah kerumunan orang-orang yang sedang asyik merencanakan sesuatu.
            “Jam berape emang?” tanyan Mia.
            “Jam sepuluh, entar malem.”
            “Oke deh, gue dateng. E tapi kalo gue sama Tata belom dateng, lo lo pada tungguin kita ye.”
            “Iye lah.”
            Mereka lalu diam sejenak. Lalu Mia mulai berbicara lagi. Ia menceritakan kejadian yang ia alami kemarin. Kejadian yang sampai sekarang belum bisa dipercaya kalau hal itu sudah pernah terjadi padanya.
            “Gue sampe nangis tau, Mis.” kata Mia.
            “Lo serius?” tanya Misbah. Wajahnya penasaran dan tidak percaya.
            “Iye lah. Tadinya gue kirain itu Aldi, abisnya tatonya sama kaya punya dia.”
            “Emang dia kali.”
            “Bukan, Mis. Pas Tata nelpon, dia ternyata udah di jalan.” jalas Mia.
            “Iya, bener. Dia udah di jalan. Gue bisa denger ada suara kendaraan lewat. Orang ada suara bajaj lewat, berisik banget.” kata Tata menyela.
            “Emang tato apaan?” tanya Misbah.
            “Nggak jelas, kayak huruf Y gitu, tapi aneh bentuknya.” jelas Mia. “Lo liat aja deh tangannya Aldi. Persis banget deh kaya gitu.”
            Misbah hanya terdiam. Wajahnya seperti sedang memikirkan bentuk tato yang dibicarakan oleh Mia. Kedua tangannya diletakan di atas meja.
            “Tangan lo kenapa, Mis?” tanya Mia sambil menunjuk plester yang menutupi punggung telapak tangan kiri Misbah.
            Misbah langsung menrik tangannya dari mejanya dan menutupinya dengan tangan satunya. “Kemaren kebesot tembok di gang deket rumah gue, gara-gara ada anak-anak lari-lari, jadinya gue ngindar.”
            Mereka semua melewati hari ini dengan penuh kesabaran sambil menunggu waktu malam. Jam demi jam terlewati. Pelajaran demi pelajaran mereka lalui. Hingga akhirnya bel terakhir untuk hari ini bordering. Mereka segera pulang dan mengistirahatkan diri supaya nanti malam tidak kelelahan. Akhirnya hari ini tiba. Hari yang sudah dinantikan oleh semua siswa-siswi X-5. Nanti malam adalah saatnya untuk mencari teman mereka yang menghilang sejak sabtu lalu.
            Beberapa kegiatan yang sudah membudaya mereka lakukan selagi hari masih terang. Mengisi ulang baterai ponsel, membeli baterai untuk senter yang akan mereka bawa, jaket untuk penghangat, dan sepatu yang aka dipakai untuk pencarian karena Fariz menyarankan untuk memakai sepatu. Beberapa camilan juga disiapkan kalau-kalau mereka lapar nantinya. Beberapa ada yang menyiapkan headset untuk mendengarkan musik ketika pencarian, mungkin untuk menghilangkan rasa dingin, atau mungkin untuk menghilangkan rasa takut karena nanti sekolah akan gelap.

0 comments:

Posting Komentar