Rabu, 22 Februari 2012

Ignotum (Konspirasi Gelap yang Tersembunyi di SMA N 5 Jakarta)


Suatu malam di sebuah ruangan di SMA N 5 Jakarta, beberapa orang berkumpul membentuk lingkaran. Mereka semua memakai jubah hitam. Di tengah-tengah lingkaran, seseorang berdiri sambil mengucapkan sebuah kalimat dengan bahasa asing.
Dari luar lingkaran, seseorang yang juga memakai jubah hitam membawakan nampan yang di atasnya terdapat sebuah tengkorak. Dia berjalan memasuki lingkaran.
Orang berjubah hitam yang berdiri di tengah mengambil tengkorak tersebut dan meletakknya di lantai tepat di tengah-tengah lingkaran.
Orang-orang yang berdiri membentuk lingkaran itu lalu berpegangan tangan. Mereka berdiri di atas lantai yang digambar sebuah bintang dengan lingkaran yang menyinggung kelima sudutnya.
“Kepada iblis yang menguasai samudera. Kepada setan yang menguasai lautan.” kata orang yang berdiri di tengah lingkaran.
Mereka yang membentuk lingkaran berbisik seperti mengucapkan mantra. Terdengar seperti bahasa ular.
“Kami memohon kepadamu. Izinkanlah kami memakai kekuatanmu.” lanjut seseorang di tengah lingkaran sambil mengangkat tangannya.
Orang-orang di lingkaran mempererat pegangan tangan mereka. Mereka terus membacakan matra yang terus keluar dari mulut mereka.
Orang berjubah yang berdiri di tengah lingkaran kini tak lagi mengangkat tangannya. Ia kini memegang kalung yang ia pakai dengan kedua tangannya. Kalung itu berbentuk seperti simbol Baphomet.
Lingkaran kemudian berhenti mengucapkan mantra. Mereka melepaskan pegangan tangan. Kepala mereka kini mengarah ke depan, melihat orang berjubah yang berdiri di tengah-tengah. Wajah mereka seperti menunggu sebuah berita yang amat besar.
Orang di tengah lingkaran melepaskan genggaman dari kalungnya. Ia kemudian membuka penutup kepalanya perlahan. Matanya menatap lurus memandang orang-orang di sekelilingnya. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang amat sangat. Perlahan ia mulai membuka mulutnya.
“Kita masih ada.” kata orang berjubah di tengah lingkaran.
Suasana hening selama beberapa detik. Orang berjubah di tengah lingkaran berjalan perlahan ke pinggir lingkaran sambil menundukkan kepalanya.
“Tapi kita tidak boleh terlihat.”
Orang-orang yang membentuk lingkaran terdiam tidak berkata-kata. Mereka telah mendengar sebuah berita dari Grand Master.
Mereka lalu membubarkan diri dari lingkaran. Ritual yang mereka lakukan telah selesai.
Salah seorang berjubah hitam yang tadi berdiri di lingkaran mendekati Grand Master yang masih berdiri di atas lantai bergambar bintang.
“Mari, Master. Kita harus meninggalkan tempat ini. Upacara telah selesai.” kata orang berjubah yang tadi berdiri di lingkaran.
“Tinggalkan aku di sini. Masih ada yang ingin aku lakukan.” kata laki-laki di depannya.
Orang berjubah tadi lalu meninggalkannya.
Grand Master itu kini sendiri di ruangan itu. Dia berjalan ke tengah-tengah bintang. Ia berdiri sejenak sambil memandang ke sekeliling ruangan. Kemudian ia menggenggam kalung yang ia kenakan. Kepalanya tertunduk. Ia kemudian berlutut.
“Setelah 13 tahun yang telah kami lewati...” laki-laki itu terisak dan akhirnya meneteskan air matanya, “akhirnya saat seperti ini datang.”

TUJUH TAHUN KEMUDIAN

Di sebuah kelas di lantai dua SMA N 5 Jakarta, beberapa siswa berkumpul di sebuah meja. Mereka mengerubungi seseorang yang duduk di sebuah kursi.
“Lo serius?” tanya Angel. Seorang siswi bertubuh tinggi dan berkerudung.
“Coba aja lo liat di Google Maps, terus lo cari Bundaran Hotel Indonesia. Di situ pasti lo bisa liat ada mata, jelas banget.” kata Ravie. Ia sedikit menekankan kata ‘jelas’ dalam pengucapannya.
Ravie adalah siswa di kelas XI IPS 4. Ia dikenal dengan koleksi novel-novel misteri yang sering ia bawa ke sekolah. Teman-temannya juga mengetahui kalau Ravie adalah pecinta cerita misteri.
“Lo pasti suka baca buku sejarah ya?” tanya Timotius.
“Enggak. Gue nggak suka sejarah. Gue lebih suka baca novel. Soalnya novel lebih ngungkapin apa yang dunia nggak tau.”
“Kalo dunia nggak tau, kenapa penulis novelnya bisa tau?” tanya Bams.
“Itu dia yang sering jadi pertanyaan orang-orang. Tapi pertanyaan itu nggak jadi masalah buat gue. Soalnya pemikiran gue sama kayak George Washington. Dia pernah bilang, ‘Cara terbaik menyembunyikan sebuah rahasia adalah dengan meletakkannya di tempat umum’.”
“Terus jawabannya?” Bams kembali bertanya.
“Ya jangan tanya gue. Lo tanya langsung aja ke penulisnya.”
“Terus apa lagi yang lo tau?” tanya Timotius.
“Masih banyak. Tapi nanti aja. Gue mau shalat Jum’at dulu. Lagian kan lo lo pada juga ada keputrian sama kebaktian.” jawab Ravie.
“Oke. Kita lanjutin nanti lagi.” kata Timotius.
Umat Islam pada siang ini melaksanakan ibadah Shalat Jum’at, termasuk warga SMA N 5 Jakarta. Mereka melakukannya di masjid An Nur yang dibangun di sebelah barat gedung SMA N 5 Jakarta.
Kaum muslimah melakukan pendidikan kerohanian Islam di ruangan yang sudah ditentukan. Penganut agama lain juga melakukan hal yang sama di ruangan lain.
Shalat Jum’at selesai dilaksanakan. Ibu Melati, seorang guru kesiswaan sedang berjalan di koridor lantai tiga. Ia melihat sebuah noda darah di lantai koridor. Seperti sebuah mayat yang berlumuran darah yang diseret. Noda darah itu berhenti di depan Laboratorium Bahasa.
Ibu Melati langsung menuju ke ruang kepala sekolah dan melaporkan apa yang ia lihat.
“Pak, maaf mengganggu. Ada sesuatu yang...” Ibu Melati tidak meneruskan kata-katanya.
“Kenapa , Bu?” tanya Bapak Supandji, Kepala Sekolah di SMA N 5 Jakarta.
“Itu pak, anu. Ada darah di lantai tiga.”
“Darah apa?”
“Darah, Pak. Di depan Lab Bahasa. Banyak banget, Pak. Saya sampe kaget.”
“Ah, masa? Saya lihat dulu.”
Pak Supandji lalu naik ke lantai tiga untuk melihat darah yang diceritakan Ibu Melati. Ia menuju ke Laboratorium Bahasa yang belum pernah digunakan. Di depan ruangan itu sudah dikerumuni siswa-siswi yang penasaran dengan bercak darah yang mereka lihat.
Pak Supandji terkejut melihat apa yang ada di depan matanya. Ia lalu mencoba membuka pintu Laboratorium Bahasa, tetapi terkunci.
“Panggil Mang Adang. Suruh dia buka ruangan ini.” kata Pak Supandji.
Ibu Melati langsung memanggil Mang Adang. Mang Adang pun membukakan pintu ruang Laboratorium Bahasa yang terkunci.
Pak Supandji mendorong pintu Laboratorium Bahasa. Ruangan kemudian terbuka. Siswa-siswi yang melihat ke dalam ruangan terkejut dengan apa yang mereka lihat. Pak Supandji terdiam, kakinya terasa seperti tak beralaskan tanah. Ibu Melati terkejut sambil menutup mulutnya dengan tangannya.
“Astaghfirullah...” kata Mang Adang. Logat Betawinya masih kental.
Seorang siswa tergeletak lemas bersimbah darah di sekujur tubuhnya. Jaket abu-abunya masih terpasang di tubuhnya. Di bagian lehernya terlihat seperti luka sayat. Lehernya terus mengeluarkan darah.
“Tolong hubungi ICA secepatnya.” kata Pak Supandji.
ICA kepanjangan dari Indonesian Central Agency, adalah sebuah badan intelijen yang terdapat di Indonesia. Agensi mengatasi beberapa kasus kriminal dan menyelidiki aktifitas tersembunyi yang dilakukan masyarakat.
Berita tentang ditemukannya mayat seorang siswa langsung menyebar ke seantero sekolah. Para siswa-siswi langsung menyampaikan berita dari bibir ke bibir, dari telinga ke telinga.
Ravie dengan cepat mengetahui berita kematian siswa tersebut. Ia segera menghubungi kakaknya, Henry Pratama, pakar simbol yang bekerja di ICA. Ia menguhubungi kakaknya melalui ponselnya.
“Kak Henry, ada pembunuhan serius di sekolah aku.” kata Ravie.
“Iya. Kakak udah tau. Baru aja atasan kakak ngubungin kakak.” kata Henry dari telepon. “Kakak segera ke lapangan.”
“Oke kak.” kata Ravie. Ia lalu memutus sambungan telepon.
Dalam waktu beberapa menit, ICA sudah berada di SMA N 5 Jakarta. ICA mengirimkan dua orang agen yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus di SMA N 5 Jakarta. Mereka berdua membawa masing-masing satu tas jinjing berukuran agak besar.
Kedua agen itu memasuki TKP dan meletakkan tas yang mereka bawa. Seorang agen membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah senter kecil yang mengeluarkan sinar ultraviolet. Agen yang satunya lagi mengenakan sarung tangan silikon yang diambilnya dari tas.
Agen yang memegang senter menyelidiki daerah di sekeliling mayat. Agen yang satunya memeriksa tubuh mayat.
Agen yang menyelidiki mayat memeriksa semua kantung yang ada di pakaian korban. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku baju seragam mayat. Ia menemukan bungkusan plastik di dalam kantung. Ia membersihkan darah yang menempel di plastik itu. Ternyata plastik itu berisikan sebuah kertas. Kertas itu bertuliskan LVIIIm.
“Agen M. Saya menemukan ini.” kata Agen HP.
“Coba aku lihat.” kata Agen M. Ia kemudian mengambil barang yang ada di tangan Agen HP.
Agen M mengamati barang yang ia pegang. Ia melihat secarik kertas dengan angka romawi yang dibungkus plastik.
“Agen HP, jadikan ini sebagai barang bukti.” kata Agen M.
“Baiklah.” jawab Agen HP. Barang itu kemudian dimasukkan ke dalam bungkusan plastik berwarna biru, lalu menutupnya.
Kedua agen tersebut lalu merapihkan peralatan mereka. Mereka lalu berdiri dan mendekati Pak Supandji.
“Kami sudah selesai, Pak. Kami akan menghubungi bapak jika kami sudah berhasil menyelidiki kasus ini.”
“Saya tunggu kabar selanjutnya.” kata Pak Supandji.
Kedua agen dari ICA tersebut kemudian meninggal TKP.
“Udah, udah, bubar semuanya.” kata Mang Adang seraya mengibaskan tangannya seperti mngusir kucing yang mencuri ikan.
Setelah kedua agen dari ICA pergi, Mang Adang dan beberapa petugas medis yang juga dari ICA memulai untuk memindahkan mayat ke dalam mobil Ambulance untuk selanjutnya diotopsi di rumah sakit terdekat.
Angel menghampiri Ravie dan memberitahukan kepada Ravie tentang barang yang ditemukan di kantung korban.
“Jadi gini, Pi. Tadi kan gue ikut liat tuh gimana ICA nyelidikinnya, terus mereka nemuin kayak bungkusan gitu. Di dalemnya ada kertasnya. Kalo nggak salah ada tulisannya LVIIIm, tapi huruf ‘m’ nya kecil.” jelas Angel.
“Terus ada apa lagi?” tanya Ravie.
“Kayaknya sih nggak ada lagi. Abis itu langsung pergi agennya.”
Ravie terdiam. Wajahnya terlihat seperti memikirkan sesuatu. Sesuatu yang baru saja dijelaskan Angle sama sekali belum pernah didengarnya. Yang ia ketahui hanya LVIII adalah sebuah angka Romawi yang artinya 58. Ia tidak mengetahui maksud dari huruf ‘m’ di belakangnya.
“Oke. Makasih ya.” kata Ravie.
“Sama-sama.” jawab Angel. Angel kemudian meninggalkan Ravie dan masuk ke kelas.
Ravie masih berdiri di depan kelasnya. Ia masih bingung memikirkan maksud dari LVIIIm. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa ada angka 58 dalam kasus pembunuhan ini? Dan apa maksud dari huruf ‘m’ di akhir angka?
Bams berjalan di depan Ravie. Ia sedang asik dengan ponselnya. Bahkan ia tidak memperhatikan jalan di depannya.
“Eh, Bams...” kata Ravie memanggil Bams.
“Apaan?” jawab Bams.
“Udah tau info tentang pembunuhan tadi?”
“Sedikit. Emang kenapa?”
“Tau nggak yang ada di kantong mayatnya?”
“Kertas maksud lo?”
“Iya. Di situ ada tulisan LVIIIm. Lo tau nggak maksudnya apaan?”
“Tau.”
“Jelasin dong, Bams.”
“Sebenernya namanya Caput LVIIIm. Lambang itu sering dipake di upacara ritual penyembahan setan. Kalo menurut buku yang gue baca, LVIIIm artinya Maria Magdalena. LVIII kalo di Romawi artinya 58. Kalo dipisahin 5 + 8 = 13. Angka 13 sering disebut-sebut angka setan. Kalo orang awam bilangnya angka sial. Huruf ‘m’ kecil di belakangnya artinya angka 13. Soalnya di urutan abjad huruf latin, huruf M itu ada di urutan 13. Kalo diartiin, LVIIIm itu artinya 1313. Kalo dijadiin huruf, jadinya MM. MM itu singkatan dari Maria Magdalena.” jelas Bams.
“Lo kok tau?”
“Internet.” kata Bams dengan nada bercanda.
“Gue kira lo pengikut penyembah setan.” kata Ravie sambil tersenyum.
“Enggak lah.” sahut Bams dengan wajah aneh.
“Maria Magdalena yang ada di Injil kan? Dia bukannya pelacur ya?”
“Kalo menurut gue dia bukan pelacur. Dia cuma perempuan biasa.”
“Terus kenapa ada yang bilang kalo dia pelacur?”
“Emang ngebingungin sih. Soalnya ada yang ngaitin sama cerita di Injil Yohanes pasal 8. Di situ diceritain kalo ada seorang wanita yang ketauan lagi zina. Ada juga yang ngaitin sama Injil Lukas. Di situ dijelasin ada perempuan berdosa yang nggak disebutin namanya yang ngebasahin kaki Yesus pake aer matanya, terus diseka sama rambutnya. Terus kaki Yesus dicium sama diminyakin pake minyak wangi.”
“Terus?”
“Ada juga yang bilang kalo Maria Magdalena sama Maria dari Betania itu orang yang sama. Padahal kalo gue bilang nggak ada hubungannya. Soalnya Maria dari Betania itu kan saudarinya Marta sama Lazarus. Tapi nama mereka sering disebut Santa Maria Magdalena di gereja Ritus Barat. Kalo di Ritus Timur nganggep mereka beda.”
“Terus Maria Magdalena sebenernya siapa?”
“Di Injil dijelasin kalo dia itu salah satu dari perempuan-perempuan yang menyertai Yesus sama para rasul sejak perjalanan pengabaran Injil di Galilea. Jadi ada dua belas murid yang sama Yesus, ada juga beberapa perempuan yang disembuhin dari roh jahat. Salah satu perempuan itu Maria yang disebut Magdalena. Maria Magdalena juga berdiri di kaki salib waktu penyaliban. Dijelasin di Injil Markus, Matius, sama Yohanes. Dia juga jadi saksi waktu pemakaman Yesus. Di hari Minggu Paskah, dia orang pertama yang tau kalo makam Yesus kosong. Dia juga orang pertama yang ngeliat Yesus bangkit.”
“Lo Islam kan?” tanya Ravie dengan wajah penasaran.
“Iya.”
“Kok lo tau banyak isi Injil?”
“Kan ada Wikipedia.” jawab Bams sambil tersenyum dan mengangkat alisnya.
“Gue kira lo pindah agama.” kata Ravie sambil sedikit tertawa.
“Gila aja lo.”
“Tapi kok di TKP ada kertas yang tulisannya LVIIIm di kantong baju korban ya?”
“Hah? Emang iya?”
“Iya. Tadi Angel yang ngasih tau gue.”
“Serius?”
“Iya. Emang kenapa sih?”
“Ehh, enggak. nggak kenapa-kenapa.” jawab Bams dengan wajah aneh.
Tiba-tiba bel masuk berbunyi. mereke berdua memasuki kelas. Pelajaran dilanjutkan selama sembilan puluh menit.
Kelas XI IPS 4 sekarang sedang mempelajari materi Sosiologi. Ibu Merlina sedang mnejelaskan materi di depan kelas. Wajahnya khas sekali dengan bibirnya yang jarang tersenyum. Siswa-siswi yang diajarnya pun akan merasa segan untuk tersenyum, apalagi berbicara walaupun dengan cara berbisik.
Pada saat perlajaran berlangsung, Bams meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Ia pun pergi ke kamar mandi untuk sekedar buang air kecil.
Pada saat keluar dari kamar mandi, seseorang tiba-tiba saja menjerat lehernya dari belakang. Bams langsung memberontak. Ia langsung menarik tali yang menjerat lehernya supaya talinya menjauh. Ia berusaha menoleh ke arah belakang untuk mengetahui siapa yang menyerangnya, tetapi lehernya tidak bisa digerakkan. Bams terus menarik talinya, tetapi orang di belakangnya terus saja mengencangkan talinya. Bams masih berusaha menarik tali yang menjerat lehernya. Tetapi tubuhnya semakin lemas. Ia mulai kehilangan rasa di bagian kakinya. Bams berusaha untuk berteriak, tetapi suaranya tidak bisa keluar. Kakinya lemas dan akhirnya ia terjatuh. Tangannya masih memegangi tali di lehernya. Ia masih berusaha menarik tali di lehernya. Tetapi tangannya mulai dingin. Ia mulai kehilangan rasa di kedua tangannya. Tangannya lemas dan tidak bisa digerakkan.
Orang di belakang Bams masih memegang tali yang menjerat Bams. Ia terus menarik talinya ke arah tubuhnya. Tali itu menutup saluran tenggorokan Bams dan menghentikan produksi oksigen ke otak. Tubuh Bams langsung melemas dan tak bergerak. Matanya terpejam dan wajahnya pucat. Orang di belakang Bams lalu melepaskan tali di leher Bams dan meninggalkan tubuh Bams tergeletak di toilet.
Di kelas XI IPS 4, Ibu Merlina masih menerangkan materinya. Tetapi materinya terhenti tiba-tiba karena salah seorang siswi dari kelas lain mengetuk pitu kelas dengan keras.
Seisi kelas langsung menoleh memperhatikan orang yang berdiri di ambang pintu kelas.
“Maaf, Bu. Saya liat Bams. Dia di toilet. Mukanya pucet. Saya udah coba bangunin, tapi dia nggak ada respon, Bu.”
“Bams? Bams temen kalian yang tadi ke toilet ya?” bertanya kepada seisi kelas.
“Iya, Bu.” jawab Angel yang duduk tepat di depan meja guru.
“Ya ampun. Kenapa dia?” menoleh ke siswi yang berdiri di pintu.
“Nggak tau, Bu. Saya nemuin dia udah kegeletak di lantai toilet.” jawab siswi dari kelas lain.
“Ketua kelas kalian mana?”
“Bams ketua kelas, Bu.”
“Astaga.” kata Ibu Merlina sambil berjalan cepat ke arah pintu kelas.
Ibu Merlina lalu berjalan cepat ke luar ruang kelas. Ia lalu menikung ke kiri, ke arah toilet. Ia memasuki toilet dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia melihat seorang siswa terbaring lemas di atas lantai toilet dengan posisi tubuh menghadap ke arah bawah.
Ibu Merlina menyentuh tangan Bams yang pucat. Ia terkejut sekali karena tangan Bams dingin sekali.
“Bams?” kata Ibu Merlina sambil menggoyang-goyangkan tubuh Bams.
Tubuh Bams tidak bergerak sama sekali.
Ibu Merlina lalu menyentuh leher Bams. Tapi ia tidak merasakan denyut nadi.
Angel dan Ravie tiba-tiba datang memasuki toilet. Ravie melihat posisi tubuh Bams yang tergeletak menghadap ke bawah. Angle terkejut sambil menutup mulutnya.
“Ya ampun.” kata Angel.
“Ehh, John The Baptist.” gumam Ravie.
“Maksud lo?”
“Eh, enggak.”
“Kalian, ayo buru dong bantuin Ibu. Ini temen kalian nggak sadar.” kata Ibu Merlina dengan nada marah.
Ravie, Angel, dan siswi dari kelas lain tersebut kemudian membantu mengangkat tubuh Bams dan membawanya ke ruang UKS.
Di ruang UKS, Bams dibaringkan di atas tempat tidur. Ravie membuka kotak P3K dan mengambil sebotol alkohol. Angel lalu memberikan Ravie secarik kapas. Ravie kemudian membasahi kapas tersebut dengan alkohol yang ia pegang.
“Lo tanggap juga ternyata.” kata Ravie.
“Gue pernah ngalamin. Waktu itu hari Jum’at juga. Gue pingsan, terus gue dibawa ke sini. Terus temen gue ngelakuin hal yang sama.” jelas Angel.
“Pengalaman. Guru terbae.” gumam Ravie.
Kemudian Ravie mendekatkan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ke hidung Bams. Ravie mengibaskan kapas itu di dekat hidung Bams. Beberapa kali ia melakukan hal yang sama, tetapi tidak ada respon dari Bams. Ravie tidak merasakan suhu hangat di dekat hidung Bams. Ia mendekatkan jarinya ke hidung Bams.
“Ih, nggak napas.” kata Ravie.
“Serius?” tanya Angel tidak percaya.
Angel kemudian melakukan hal yang sama seperti Ravie. Ia tidak merasakan hangat di dekat hidung Bams.
“Ya ampun. Beneran nggak napas.” kata Angel terkejut.
“Dibawa ke rumah sakit aja, Bu.” kata Ravie.
Bams kemudian dibawa ke rumah sakit. Mobil ambulance datang setelah beberapa menit dihubungi.
Pelajaran dilanjutkan kembali. Ibu Merlina kembali menerangkan pelajaran di kelas. Ibu Merlina sedang menuliskan materinya di papan tulis. Tiba-tiba pengeras suara berbunyi bel.
“Mohon maaf kepada Bapak/Ibu guru yang sedang mengajar di kelas.” suara seorang guru wanita sedang berbicara di pengeras suara.
“Berita duka cita. Telah meninggal dunia seorang siswa dari kelas XI IPS 4 yang bernama Reordan Bams karena menderita gagal nafas. Almarhum meninggal pada hari ini pukul 13.24 siang tadi. Kepada seluruh ketua kelas harap ke ruang wakil untuk menerima amplop yang nantinya akan diisi uang untuk santunan. Terima kasih.”
Suasana XI IPS 4 saat ini langsung berganti duka. SMA N 5 Jakarta hari ini terpaksa dipulangkan lebih awal. Beberapa siswa-siswi teman Bams menangis haru. Bahkan Ravie teman dekatnya hanya bisa terdiam duduk sambil memegangi tas Bams.
Ravie termenung sambil memegangi tas Bams. Ia duduk sendiri di pinggir lapangan sekolah di dekat tiang bendera. Tiba-tiba sebuah telapak tangan menyentuh bahu Ravie.
Angel menepuk bahu Ravie. Ia kemudian ikut duduk di samping Ravie yang sejak tadi masih memegangi tas Bams. Matanya masih membengkak karena menangis mengenang Bams.
“Mau lo apain tasnya?” tanya Angel. Suaranya masih terdengar parau.
“Rencananya mau gue kembaliin ke orang tuanya.” jawab Ravie.
“Kapan?”
“Mungkin nanti.”
Ravie memegangi tas Bams. Ia meraba bagian depan tas Bams yang menggembung. Seperti ada sesuatu yang keras di dalam tas Bams. Bentuknya seperti sebuah kotak. Karena penasaran, Ravie kemudian membuka resleting bagian depan tas Bams. Di dalam tasnya ternyata terdapat sebuah kotak berwarna hitam. Terlihat seperti sebuah kotak perhiasan yang biasanya disertai dalam pembelian kalung.
Ravie mengambil kotak tersebut. Ia menggerakkan kotak itu. Di dalam kotak itu seperti ada sesuatu yang berat. Ia kemudian membuka kotak itu. Di dalam kotak itu terdapat sebuah kalung berbentuk bintang terbalik yang dilingkari. Di kotak itu terdapat sebuah kertas yang ditempel. Kertas itu bertuliskan sebuah kalimat dengan bahasa Latin yang berbunyi ‘Novus Ordo Seclorum’.
“Novus Ordo Seclorum.” kata Ravie membaca keliamat yang terdapat di kotak tersebut.
“Maksudnya?” tanya Angel.
“Kalo ditranslet ke Indonesia artinya Dunia Baru yang Sekuler. Kata-kata itu sering diucapin sama pemuja iblis di Amerika.”
“Kenapa ada di tasnya Bams?”
“Jangan-jangan Bams...” Ravie tidak meneruskan kata-katanya. “Astaga! Yohanes.”
“Maksud lo?”
“Yohanes. Lo liat nggak tadi pas di toilet tangannya Bams mirip tangannya Yohanes. Dia nunjuk sesuatu.”
“Siapa Yohanes?”
“Di sejarah, dia disebut John The Baptist. Soalnya dia suka ngebaptis orang. Dia anak dari sepupu Maria, ibu Yesus. Kalo di Katolik, Yohanes disimbolin dengan petapa yang pakeannya dari bulu domba yang lagi kotbah. Dia lagi bersanding sama seekor domba dan tanggal peringatannya 24 Juni sama 29 Agustus.”
“Terus hubungannya sama Bams?”
“Di sejarah, Yohanes pernah ngbaptis Yesus. Nggak lama setelah dia ngebaptis Yesus, dia dipenjara soalnya dia ngecam pernikahan Raja Herodes Antipas sama Herodias, isteri sodara sepupunya. Waktu pesta di istana, Herodes lagi bersukaria sama tarian Salome, putri Herodias, terus Herodes janji bakal ngasi apa aja yang diminta. Salome minta sama Herodias buat menggal kepala Yohanes. Akhirnya Herodes ngasi perintah buat menggal kepala Yohanes. Kisahnya dijelasin di Injil Sinoptik, Matius, Markus, sama Lukas.”
“Maksud lo?”
“Kepala Yohanes yang udah dipenggal sering dihubung-hubungin sama upacara pemujaan setan Di upacara pemujaan setan, sering ada tengkorak yang dipake di upacara itu, biasanya ditaro di atas nampan. Tengkorak itu dari kepalanya Yohanes.”
“Terus hubungannya sama kalung Bams?”
“Lo tau nggak ini simbol apa?”
Angel hanya menggeleng.
“Simbol ini namanya Baphomet. Simbol ini sering dipake di upacara pemujaan setan. Biasanya digambarin dengan kepala kambing bertanduk. Tapi lebih sering digambarin dengan bintang kebalik yang dilingkarin.”
“Tapi kenapa tadi di toilet lo bilang John The Baptist?”
“Lo liat nggak tadi tangan kanannya Bams? Jarinya nunjuk ke atas. Persis kayak lukisan Yohanes yang dibuat sama Leonardo DaVinci. Itu nggak biasa banget.”
Angel hanya terdiam mendengar penjelasan dari Ravie. Dia masih tidak percaya dengan apa yang telah diberitahukan Ravie kepadanya.
Ravie kembali melihat kertas yang menempel di kotak tempat ia menemukan kalung bersimbol bintang. Kertasnya seperti ditempel secara asal. Ia mencoba melepas kertas itu. Ternyata kertas itu hanya ditempel di bagian atasnya saja dengan pita perekat dua bagian. Dengan mudah, ia melepas kertas itu.
Ravie membalik kertas itu. Di bagian belakang kertas itu ternyata masih ada tulisan. Seperti tulisan tangan namun sangat rapih. Sebuah kalimat dengan gaya tulisan yang biasanya terdapat di piagam penghargaan. Kalimat itu berbunyi ‘Diberikan Kepada Setiap Generasi Selanjutnya’.
“Ya ampun. Ternyata Bams pengikut mereka.” kata Ravie dengan nada tidak percaya.
Angel yang melihat kalimat itu hanya bisa terdiam tidak percaya.
Ravie dan Angel saling pandang selama beberapa saat. Kemudian mereka langsung bangkit dari duduknya dan berlari menuju tangga sebelah barat. Mereka berlari menaiki tangga menuju ke lantai dua. Langkah mereka cepat, sepertinya pikiran mereka berdua sama.
Di lantai dua, mereka langsung menikung ke kanan dan langsung memasuki toilet tempat tubuh Bams ditemukan. Mereka berdua menghentikan langkah mereka di tempat tubuh Bams tergeletak. Mereka lalu melihat ke arah atas secara bersamaan, dan terkejut dengan apa yang mereka lihat. Di langit-langit toilet tempat Bams tergeletak terdapat sebuah simbol yang hampir tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.
Simbol itu dilukis dengan cat hijau yang hampir sama dengan warna yang terdapat di sekitarnya. Simbol itu berbentuk segitiga sama sisi dengan sebuah mata yang terdapat di tengahnya.
“All-Seeing-Eye.” gumam Angel.
“Lo tau simbol itu?” tanya Ravie.
“Gue pernah diceritain sama nyokap gue. Waktu itu nyokap gue pulang dari Amerika, dan dia bawa uang One Dollar Amerika. Di uang itu ada simbol All-Seeing-Eye.” jelas Angel.
Ravie berfikir sejenak. Wajahnya terlihat seperti orang yang penasaran. Ia memandang ke sekeliling toilet. “Ada yang janggal. Kayaknya kematian Bams bukan karena gagal nafas. Dia pasti dibunuh.”
“Maksud lo?”
“Lo liat nggak tadi ada bekas jeratan di lehernya Bams?”
Angel menggeleng.
“Itu pasti bukan bekas biasa.” kata Ravie. Ia menghentikan. Ia berjalan ke sekitar tempat Bams ditemukan tergeletak. “Pasti ada yang ngerencanain ini semua.” kata Ravie sambil terus melangkah perlahan. Kemudian ia merendahkan tubuhnya, lalu jari-jari tangannya menyentuh lanti toilet. Ravie menoleh ke arah Angel dengan wajah datar. “Bams pasti dibunuh.”
Tiba-tiba Mang Adang sudah berdiri di pintu toilet. “Heh, pada pulang.”
“Iya, Mang.” kata Angel.
Ravie dan Angel kemudian keluar dari toilet dan meniggalkan sekolah. Mereka berjalan melintasi lapangan SMA N 5 Jakarta yang sunyi.
Ravie dan Angel menuju parkiran motor. Mereka berhenti sejenak setelah menjauh dari Mang Adang.
“Lo mau ikut gue nggak ke rumah Bams?” tanya Ravie.
“Ya udah. Gue ikut.” jawab Angel.
Mereka lalu meninggalkan lokasi SMA N 5 Jakarta dengan menggunakan sepeda motor milik Ravie.
Sepeda motor Ravie melaju cepat di jalan raya. Mereka dalam perjalanan menuju kawasan Sunter. Mereka melewati beberapa tikungan yang agak tajam. Setelah hampir mendekati Sunter Mall, mereka berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar yang tertutup rapat.
Ravie mematikan mesin sepeda motornya. Ia menurunkan standar sepeda motornya, lalu mendekati pagar rumah Bams. Ia menekan tombol bel. Suara bel terdengar dari dalam rumah. Beberapa kali ia menekan bel, tetapi tidak ada satu orang pun yang keluar dari dalam rumah.
Angel yang berdiri bersandar di sepeda motor Ravie hanya bisa menunggu sambil melihat kendaraan yang melintas di jalan raya di belakangya.
Ravie kembali menekan bel. Dengan sabar ia menunggu seseorang keluar dari dalam rumah Bams. Setelah mekan bel untuk ke sekian kalinya, akhirnya seorang wanita keluar dari dalam rumah. Wanita itu membukakan pagar dan mempersilahkan Ravie dan Angel masuk.
Ravie dan Angel duduk di halaman depan rumah Bams yang suasananya sunyi. Wanita yang tadi mempersilahkan mereka masuk ternyata adalah Ibunda Bams.
“Maaf, Tante, ganggu siang-siang gini. Kamic cuma mau ngembaliin tasnya Bams.” kata Ravie. Ia lalu menyerahkan tas Bams kepada Ibunda Bams.
“Terima kasih, ya.” kata Ibunda Bams sambil sedikit menyunggingkan senyumnya. “Tante bener-bener nggak nyangka kalo dia bakal pergi secepet ini.”
“Iya, Tante. Kami dan temen-temen juga nggak nyangka banget.” sahut Angel.
“Padahal dia anaknya baik banget. Kalo dia maen pulangnya malem, dia suka bawain Tante makanan.” kata Ibunda Bams. Nada suaranya terdengar seperti menahan tangis, tetapi wajahnya masih tetap tersenyum.
“Iya, Tante. Dia juga pinter. Dia sering sering bantuin saya di sekolah kalo nggak ngerti pelajaran.” kata Angel.
“Sebelumnya maaf, Tante. Saya mau nanya sesuatu, mungkin agak privasi.” kata Ravie. “Tante nggak keberatan kan?”
“Iya. Nggak apa-apa. Tanya aja.” kata Ibunda Bams.
“Maaf ya, Tante. Bams pernah ikut kayak organisasi gitu nggak selain yang di sekolah?”
“Kayaknya sih nggak pernah.”
“Terus, Tante, mungkin Bams atau siapa gitu dari keluarga Tante, ada nggak yang pernah berhubungan sama …” Ravie berhenti sejenak memikirkan kata yang tepat. “… hal-hal yang berbau mistik?”
“Kalo dari keluarga Tante sih nggak ada. Tapi kakek dari Papahnya Bams, dia pernah punya aktivitas aneh, tiap malem dia duduk di kamarnya yang cuma pake lilin, terus pake jubah item. Tante nggak tau kakeknya Bams ngapain. Tapi kakeknya udah meninggal.”
“Kakeknya Bams punya benda-benda aneh kayak semacem koin, gelang, atau kalung nggak, Tante?”
“Kayaknya Tante pernah liat. Kakeknya Bams pernah pake kalung, bentuknya lingkaran. Tapi Tante nggak tau sekarang kalungnya di mana. Emang kenapa?”
“Ehm, enggak kenapa-kenapa, Tante. Cuma mau nanya doang.” kata Ravie.
Setelah beberapa menit berbincang-bincang dengan Ibunda Bams, Ravie dan Angel akhirnya pamit. Ravie mengantarkan Angel terlebih dahulu pulang ke rumahnya. Rumah Angel berada di kawasan Kemayoran. Tepatnya di dekat sebuah pusat perbelanjaan yang sepertinya gagal dalam proses bisnisnya.
Ravie pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Angel. Di sepanjang perjalanan, ia terus memikirkan tentang kata-kata yang diucapka oleh Ibunda Bams. Kalimat-kalimatnya masih terngiang di telinga Ravie.
Hingga Ravie sampai di rumahnya, ia masih memikirkan tentang Bams. Mungkinkah Bams adalah pengikut sekte penyembah setan? Apakah benar kalung yang ia temukan di dalam tas milik Bams benar-benar milik Bams? Lalu apa maksud kata-kata ‘Novus Ordo Seclorum’ yang terdapat di kotak kalung dan simbol All-Seeing-Eye yang berada di langit-langit toilet? Apakah kalung itu warisan dari kakek Bams? Semua pertanyaan itu berkutat kepala Ravie.
Sore ini Angel sangat lelah. Ia biasanya melepas lelah dengan menghadap laptopnya sambil duduk di atas lantai. Ia sudah berganti pakaian. Angel mengetikkan sebuah alamat web di kotak alamat aplikasi browser di laptopnya.
Halaman awal mensn pencari Google telah terbuka. Ia mengetikkan sebuah kata di kolom pencari Google.
Upacara Pemujaan Setan
Angel lalu menekan tombol enter. Mesin pencari Google lalu berganti halaman ke hasil pencarian. Beberapa hasil muncul di layar laptopnya. Angel memilih salah satu alamat dari hasil pencarian.
Layar laptop menunjukkan halaman blog milik seseorang yang di dalamnya terdapat video orang-orang yang sedang melakukan upacara pemujaan setan.  Angel menekan tombol Play, dan video mulai dimainkan.
Video dimulai dengan beberapa orang yang sedang berkumpul di sebuah ruangan yang berlampu merah. Di dinding ruangan itu terdapat tulisan-tulisan dengan huruf yang aneh. Di salah satu dinding, terdapat sebuah mata yang digambar dengan tinta hitam. Mereka semua menggunakan pakaian serba hitam. Salah seorang di antara mereka mengenakan jubah hitam bertudung.
Si orang berjubah hitam menginginkan seorang korban. Salah satu orang yang berpakaian biasa serba hitam pergi dari ruangan itu untuk membawa seseorang yang akan dikorbankan.
Korban dibawa masuk ke dalam ruangan itu. Korbannya adalah seorang anak kecil. Wajah anak kecil itu terlihat seperti orang yang tidak tau apa-apa. Ia menggunakan jubah panjang berwarna merah.
Di luar ruangan, dua orang wanita sedang berjalan bersamaan. Seorang wanita memakai gamis biru dan jilbab biru, seorang lagi memakai gaun serba hitam. Mereka membuka sebuah pintu di gang yang mereka lalui. Pintu itu membawa mereka ke ruangan yang terdapat banyak tulisan aneh di dinding-dindingnya. Di ruangan itu terdapat jalan menuju ruangan lain.
Wanita berjilbab biru itu memasuki ruangan itu. Ia melihat seseorang berjubah hitam sedang melakukan upacara ritual. Ia langsung berteriak kepada orang berjubah hitam di depannya.
Orang berjubah hitam itu langsung membalikkan tubuhnya. Wajahnya dipenuhi dengan dandanan serba gotik. Di sekeliling matanya dipenuhi bayangan hitam.
Wanita berjilbab biru tersebut langsung menjerit meminta untuk menghentikan upacara yang dilakukan. Tetapi orang berjubah hitam itu malah marah dan menarik jilbab wanita tersebut.
Wanita yang tadinya berjilbab merasa kehilangan kesabaran. Dia mengeluarkan seluruh kekuatan yang ia miliki. Ternyata si wanita memiliki kekuatan gaib. Wanita itu langsung melempar orang berjubah hitam itu tanpa menyentuhnya.
Orang berjubah hitam itu langsung terpental menyentuh tembok.
“Ya ampun. Kirain apaan. Nggak jelas banget.” kata Angel dengan nada malas.
Angel berfikir b ahwa video yang ditontonnya sangat aneh dan tidak masuk akal. Ia akhirnya menutup aplikasi browsernya dan menonaktifkan laptopnya.
Di rumahnnya, Ravie sibuk dengan jari-jarinya yang terus menari di atas touch pad mouse di laptopnya. Layar laptopnya menunjukkan halaman mesin pencari Google. Ia mengetikkan sebuah kata di kolom pencarian.
Caput LVIIIm
Mesin pencari Google langsung menunjukkan hasil pencarian. Beberapa hasil ditunjukkan dalam satu halaman, tetapi semuanya menggunakan Bahasa Inggris. Butuh waktu untuk mencerna kata-kata itu dan mengartikannya ke dalam Bahasa Indonesia.
Tidak ada hasil yang dipilih oleh Ravie. Ia memutuskan untuk menonaktifkan laptopnya.
Ravie masih duduk di kursinya. Ia teringat dengan kalung berbentuk bintang terbalik yang ditemukannya di dalam tas Bams. Ia langsung mengambil tasnya dan membuka resleting utama tasnya. Ia mengeluarkans sebuah kotak hitam. Ia membuka kotak hitam tersebut, di dalamnya terdapat kalung milik Bams.
Ravie mengambil kalung itu dan memandanginya.
“Kalung ini ada di tasnya Bams.” gumam Ravie.
Ia berfikir sejenak dengan perkataan Bams sebelum ia meninggal dunia siang tadi. Ia mengingat-ingat bagaimana Bams mengucapkan kata demi kata tentang Caput LVIIIm.
Ravie langsung teringat bagaimana ekspresi wajah Bams ketika mengetahui bahwa di dalam kantung korban pembunuhan seorang siswa yang terjadi di sekolahnya siang tadi terdapat kertas bertuliskan LVIIIm. Ravie juga teringat ketika Bams mengatakan bahwa ia bukanlah pengikut dari golongan pemuja setan dengan ekspresi wajah yang aneh.
“Pasti ada yang disembunyiin dari Bams.” kata Ravie. “Gue harus nyari tau semuanya.”

TIGA HARI KEMUDIAN

Ravie sedang duduk di kelasnya. Wajahnya terlihat sedang berfikir. Tangannya terus saja menggoreskan pensilnya di buku yang berada di atas mejanya. Di buku itu kini sudah terdapat gambar bintang terbalik yang dilingkari dan sebuah huruf LVIIIm yang ditulis dengan huruf tebal dan besar.
“Pi…” kata Timotius yang tiba-tiba saja datang.
“Hhmm…” gumam Ravie.
“Duduk sendiri?”
“Kan Bams udah nggak ada.”
Timotius melihat buku yang sudah digores dengan pensil oleh Ravie. “Lo gambar apaan sih, Pi? Serem banget.”
Ravie langsung menoleh ke arah Timotius. “Lo tau simbol ini?”
“Tau lah. Itu kan Baphomet. Jangan-jangan lo pemuja setan ye?”
“Enak aja. Jadi gini, kemaren tuh…”
Tiba-tiba bel berbunyi. Hari ini hari Senin. SMA N 5 Jakarta melaksanakan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih yang biasanya dilaksanakan dua minggu sekali.
“Turun yuk, burusn. Ada upacara hari ini.” kata Timotius.
Ravie dan Timotius langsung berjalan cepat ke luar kelas sambil membawa topi mereka masing-masing.
Persiapan Upacara Pengibaran Bendera  Merah Putih membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain siswa-siswi yang malas untuk melaksanakannya, beberapa dari mereka juga sibuk meminjam atribut upacara dari petugas upacara karena mereka tidak membawanya.
Setelah sekitar tujuh belas menit berlalu, barisan dari setiap kelas akhirnya siap untuk melaksanakan upacara.
Upacara dimulai. Pemimpin upacara memasuki tempat uapcara dan menyiapkan barisan. Protokol kemudian mempersilahkan Pembina Upacara untuk memasuki tempat upacara. Bendera Merah Putih kemudia dikibarkan oleh tiga orang petugas upacara.
Beberapa tahap upacara bendera sudah dilewati. Kini saatnya Pembina Upacara untuk menyampaikan pidatonya.
Ravie benci sekali saat-saat ketika Pembina Upacara menyampaikan pidatonya, apalagi kali ini yang berpidato adalah Pak Supandji, sudah pasti pidatonya tidak kurang dari lima belas menit.
Ravie melihat ke sekeliling gedung SMA N 5 Jakarta. Ia melihat banyak tiang yang berdiri kokoh di sepanjang bangunan. Karena merasa bosan, Ravie akhirnya menghitung seluruh tiang yang berada di lantai tiga. Ia menghitung mulai dari ujung bangunan hingga ujung yang satunya lagi.
Ravie mulai menghitung. Ia memandang ke sekeliling sekolahnya. Ia menjaga supaya tubuhnya tetap diam agar gerak-gerikbya tidak menjadi perhatian.
Setelah beberapa detik, ia akhirnya selesai menghitung. Di lantai tiga terdapat 34 buah tiang. Ia mengalikannya dengan banyak lantai yang terdapat di sekolahnya.
34 x 3 = 102
Ravie ingat bahwa di depan kelas XI IPA 2 ada sebuah tiang yang tidak terlihat jika dilihat dari lapangan. Tiang yang berada di depan ruang Kepala Sekolah tenyata adalah dua tiang yang ditempel menjadi satu. Itu berarti ada 6 tiang yang tidak terhitung olehnya. Berarti hasil perhitungannya berubah.
102 + 6 = 108
Ravie lalu menguraikan perhitungannya di dalam pikirannya.
108         10 – 8 = 2
               10 : 2 = 5
5. Itu kan nama sekolah ini. Kayaknya bukan sebuah kebetulan kalo ternyata tiang-tiang di sini adalah nama sekolah ini.
108         10 + 8 = 18
18? Bukan angka yang aneh. Tapi, tunggu dulu. Kalo diuarai, angka 18 sama aja kelipatan 3 dari 6. Berarti 6 + 6 + 6 = 18. Kalo tanda + diilangin, jadinya 666. Itu bukannya angka setan?
Ravie terus memikirkan angka-angka yang terus berputar-putar di pikirannya.
Jumlah tiangnya 108, itu berarti ada 36 tiang di setiap lantainya. Angka 36 kalo diakarin sama dengan 6. Berarti setiap lantai mewakili angka 6. Di sekolah ini ada 3 lantai. Berarti dari lantai 1 ada angka 6, dari lantai 2 ada angka 6, dari lantai 3 ada angka 6. Kalo digabungin berarti 666. Astaga angka itu lagi.
Tiba-tiba Protokol memerintahkan seluruh barisan unutk bubar. Upacara sudah selesai. Seluruh barisan dari setiap kelas langsung bubar dan kembali ke kelasnya masing-masing.
Ravie berjalan kembali ke kelasnya. Ia berjalan agak cepat  menuju kelasnya. Setelah sampai di kelasnya, ia langsung duduk di kursinya dan mengeluarkan sebuah buku dan pensil dari dalam tasnya.
Ravie langsung menggoreskan pensilnya di atas kertas bukunya. Ia menuliskan perhitungannya di lapangan tadi. Hasilnya tetap sama. Perhitungannya tetap memunculkan angka 666.
Ravie langsung meletakkan pensilnya di atas meja dan menyandarkan bahunya. Ia masih tidak percaya jika sekolahnya sendiri menyimpan simbol setan di dalam bangunannya.
Di saat Ravie sedang serius memikirkan sesuatu yang sangat tidak dapat dipercaya, lagi-lagi temannya muncul secara tiba-tiba.
“Pi, gurunye mane?” tanya Laras. Laras adalah teman sekelas Ravie. Ia adalah salah satu temannya yang berjilbab.
“Eh, lagi rapat mungkin.” jawab Ravie.
“Itu apaan sih, Pi? Angkanye serem banget.”
“Enggak, bukan apa-apa. Sessuatu yang nggak penting.”
“Nggak penting apaan? Itu angka setan kan?”
“Lo tau angka ini?”
“Ya ampun, ini sih norak banget kalo ada yang nggak tau.”
Ravie terdiam sejenak. “Lo percaya nggak kalo angka ini ternyata tersembunyi di bangunan sekolah kita.”
“SMA 5 maksud lo?”
“Iya lah, emang sekarang lo sekolah di mana?”
“Percaya-percaya aja. Soalnya setiap bangunan pasti ada rahasianya. Termasuk yang gaib kayak gitu tuh.” kata Laras sambil jarinya menyinggung buku yang dicoret-coret oleh Ravie.
“Emang bangunan apa yang ada misterinya?”
“Monas.” jawab Laras. “Coba deh lo bandingin bangunan Monas sama simbol Freemason, pasti bentuknye mirip. Terus lo bandingin Monas sama Bintang David, bentuknya tuh mirip banget. Tugunya yang bentuknya kayak lilin itu segitiga tegaknya, cawannya yang lebar di bawahnya itu segiriga kebaliknya.”
“Ternyata lo tau juga tentang misteri bangunan Monas.”
“Tau lah. Temen gue pernah ngasi tau.”
“Terus menurut lo gimana sama hasil perhitungan gue ini?”
Laras berfikir sejenak. “Mungkin yang ngebangun sekolah ini orang-orang Freemason.”
“Tunggu deh, dari tadi lo bilang Freemason terus. Maksud lo apaan?”
“Jadi lo nggak tau Freemason?”
“Kurang tau lebih tepatnya.”
Laras menarik nafas lalu mengeluarkannya lagi. “Jadi, menurut informasi yang gue dapet dari temen gue, Freemason itu kelompok persaudaraan rahasia yang ada di seluruh dunia. Walopun disebut rahasia, tapi dunia udah tau keberadaannya. Freemason itu kelompok yang nggak bertuhan. Jadi mereka nggak menyembah Tuhan, mereka menyembah selaen Tuhan. Dengan kata lain, mereka itu pemuja setan. Nama mereka Freemason soalnya mereka itu sebenernya tukang batu yang hidup secara bebas. Free artinya bebas, mason artinya tukang batu. Karena mereka ada di setiap negara yang beda tempat, mereka jadi sulit buat berhubungan satu sama lain yang ada di beda daerah. Mereka kan tukang batu, jadi mereka berhubungannya lewat bangunan. Mereka ngebangun bangunan di sana sini di setiap negara, terus mereka sisipin simbol-simbol atau angka-angka yang khas sama kelompok mereka, termasuk simbol setan. Jadi selama bangunan yang ada unsur mistiknya masih ada di dunia ini, Freemason bakal terus berjaya.”
“Jadi menurut lo Freemason yang ngebangun sekolah ini?”
“Kurang lebih begitu. Dan gue rasa Freemasonry di dunia ini nggak akan berakhir. Soalnya kalo nggak ada mereka, semua bangunan indah di dunia ini nggak akan ada sekarang.” jelas Laras.
“Bangunan indah?”
“Iya. Menara Eifel, Monumen Nasional, Gedung Capitol di Amerika Serikat, itu semua kan dibangun sama Freemason.”
“Temen lo yang ngasih tau lo?”
“Iya. Ada tuh anaknya di IPS 2.”
“Dia Freemason?” tanya Ravie dengan suara yang dikecilkan.
“Bukan lah. Dia itu suka baca buku, termasuk buku-buku tentang rahasia dunia. Tapi gue nggak tau juga sih, mungkin dia Freemason.”
“Emang kenapa?”
“Dia suka gambar simbol-simbol setan gitu di tangannya. Terakhir gue liat dia gambar simbol bintang di kakinya. Katanya itu namanya Baphomet, terus dia bilang katanya itu buat perlindungan. Tapi dia sering bercanda sih.”
Mereka berdua terdiam beberapa saat. Laras memperhatikan buku yang telah dicoret-coret oleh Ravie. Coretannya penuh dengan angka-angka dan perhitungan. Laras melihat ada sesuatu yang terlewatkan oleh Ravie.
“Ada yang kelewat, Pi.” kata Laras.
“Apaan?”
“Itu, itung-itungan lo.”
“Kurang gimana maksud lo?”
“Itu. Di sini kan lo mindahin angka 2, terus dipake buat ngebagi angka sepuluh. Lo juga bisa mindahin angka 8 buat ditambahin sama 5.”
“Coba deh lo tulis.”
“Jadi gini nih…” Laras lalu mengambil pensil yang diletakkan di atas meja lalu menambahkan coretan di buku Ravie.
10 – 8 = 2
10 : 2 = 5
5 + 8 = 13
“13 angka setan juga, kan?”
Ravie melihat buku yang sudah ditambahkan coretan baru oleh Laras. “Oh iya.” kata Ravie dengan wajah terkejut.
“Nggak usah lebay juga lah.”
“Ternyata lo merhattin juga ya.”
“Weits, siapa dulu nih…” kata Laras sambil menyombonhkan diri.
Bel kemudian berbunyi. SMA N 5 Jakarta memulai pelajaran pertama mereka. Ravie tidak bisa focus terhadap mata pelajaran yang dipelajarinya. Akhirnya ia keluar dari kelas dan memutuskan untuk pergi ke toilet.
Di toilet, ia malah bingung ingin melakukan apa. Di sisi lain ia tidak ingin berada di kelas, di sisi lain ia tidak punya tujuan di toilet. Ia teringat akan kakaknya yang menengani kasus pembunuhan di sekolahnya tiga hari lalu. Ravie kemudian menghubungi kakaknya.
Ravie mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia menekan beberapa tombol, lalu meletakkan ponselnya di telinganya. Nada sambung berbunyi beberapa kali. Ravi mulai ragu jika kakaknya akan mengangkat teleponnya. Pasalnya kakaknya tidak mungkin sedang dalam keadaan terbebas dari segala pekerjaannya. ICA adalah salah satu perusahaan yang jam kerja karyawannya sangat padat.
Nada sambung masih berbunyi, tetapi belum ada jawaban dari kakaknya.
“Halo…” kata Henry dari telepon.
“Halo, kak. Ravie ganggu nggak?” Ravie balas bertanya.
“Enggak. Maap tadi kakak ngangkatnya lama. Kakak lagi di toilet, handphonenya kakak tinggal di meja.”
“Nggak apa-apa, Kak. Aku cuma mau nanya kasus pembunuhan di sekolah aku tiga hari yang lalu. Aku mau nanya sama kakak di rumah lupa terus. Lagian kakak juga jarang pulang ke rumah.”
Henry memang jarang sekali pulang ke rumah. Jika ada yang berkomentar tentangnya, ia pasti selalu mengatakan ‘ini kan tuntutan pekerjaan’.
“Ini kan tuntutan pekerjaan. Kasus tiga hari lalu di sekolah kamu udah kakak tanganin. Itu kasus pembunuhan berencana. Di sekolah kamu itu ternyata ada pengikut pemuja setan. Tapi kakak belum tau siapa orangnya, soalnya kakak nggak tau siapa aja yang ada di sekolah kamu.”
“Orangnya kayak gimana kak?” tanya Ravie.
Henry tau maksud pertanyaan Ravie adalah bukan menanyakan ciri-ciri dari si pembunuh. “Pokoknya dia orang yang serba tau di sekolah kamu. Dia juga tau ruangan mana yang nggak pernah dipake di sekolah kamu, makanya dia nyembunyiin mayat korban di situ, soalnya dia tau pasti ruangan itu bakal dikunci terus.”
“Tapi kenapa dia bisa masukin mayatnya ke ruangan itu?”
“Itu dia yang masih kakak bingung. Kakak rasa dia punya kunci lain ruangan itu.”
“Kakak tau dari mana di sekolah aku ada pengikut pemuja setan?”
“Kertas yang kakak temuin di kantong baju seragam korban. Tulisannya LVIIIm. Itu salah satu identitas para pemuja setan. Bentuknya bisa berupa benda-benda yang dianggap sepele.”
“Sepele? Maksudnya?”
“Kamu masih inget kasus pembunuhan temen kamu tahun lalu nggak, waktu kamu kelas sepuluh?”
“Kasus pembunuhan Hendri. Masih inget, Kak. Waktu itu Hendri ditemuin di Audio Visual kan?”
“Iya. Waktu itu kakak nyelidikin kasusnya berdua sama Mba Dian. Sebelum pulang dari sekolah kamu, kakak sempet minta tolong sama Ibu Ella Novita buat nyari tau identitas Hendri. Ibu Novita sempet bilang ke kakak, kalo beberapa hari sebelum Hendri meninggal, dia sering bawa medallion jam. Kakak minta sama Ibu Novita buat nyari medallion jam itu.”
“Emang kenapa sama medallionnya, Kak?”
“Di medallion itu ada angka 58 di bawah angka 12. Letaknya persis banget kayak merk jam. Tapi temen kamu itu berhianat dari kelompok persaudaraan yang diikutinnya.”
“Maksudnya berkhianat?”
“Medallion jamnya, kacanya udah retak. Seseorang yang ikut kelompok persaudaraan pasti akan terus ngejaga identitasnya. Tapi temen kamu malah negrusakin. Kakak juga bingung sama temen kamu, siapa namanya? Kakak lupa.”
“Zul Hendri.”
“Iya, Hendri. Kakak bingung sama Hendri. Di jaman modern gini masih ada aja yang percaya animisme. Hendri itu Islam kan?”
“Iya.”
“Nah, apalagi dia Islam. Dia pasti punya Tuhan.”
“Kakak percaya Tuhan?” tanya Ravie sambil tersenyum.
“Hei, biar pun kakak beda agama sama kamu, kakak masih percaya Tuhan.”
“Oh, aku kira kakak atheis.” kata Ravie lalu tertawa kecil.
“Kamu nggak belajar?”
“Nanti dulu, Kak. Masih ada yang mau aku tanya?”
“Ya udah. Apa lagi?”
“ Tiga hari lalu, di hari yang sama waktu kasus pembunuhan di Laboratorium Bahasa, temen aku Bams meninggal. Dia ditemuin udah kegeletak di toilet. Kabar dari sekolah yang didapet dari rumah sakit sih bilangnya dia gagal nafas. Tapi aku nggak percaya, soalnya ada bekas jeratan di leher Bams.”
“Jadi ada pembunhan lagi waktu itu? Kenapa sekolah kamu nggak manggil ICA?”
“Waktu itu kami lagi panik banget, Kak. Jadi kami semua mikirnya Bam situ cuma pingsan aja. Waktu dicek, Bams ternyata udah nggak napas.” jelas Ravie. Jiwanya sedikit goyah saat mengingat kematian teman dekatnya. “Tapi, Kak, kau nemuin sesuatu di tasnya Bams.”
“Sesuatu apa? Sesuatu banget.” tanya Henry di sela-sela candanya.
“Aku nemuin kotak yang di dalemnya ada kalung bintang kebalik di tasnya Bams.”
“Kamu serius? Jangan-jangan Bams pengikut pemuja setan.”
“Aku pikir juga gitu, Kak. Di kotak itu juga ada kertas yang ditempel. Ada tulisannya. ‘Novus Ordo Seclorum’.”
“Itu kan kalimat yang ada di One Dollar America. Itu jugacita-cita Freemason. Novus Ordo Seclorum artinya dunia baru yang sekuler. Freemason punya cita-cita nyatuin semua umat manusia di dunia ini dalam segala aspek. Termasuk aspek kepercayaan. Mereka mau semua umat beragama di dunia ini punya agama yang sama, biar nggak terjadi perbedaan antar umat beragama, dan supaya ada perdamian dunia yang sampai sekarang susah banget ngewujutinnya.”
“Kakak serius?”
“Lebih dari serius deh.”
“Yang aku tau, kalimat itu sering dipake sama pengikut pemuja setan.”
“Yang kamu bilang juga bener.”
“Terus, Kak. Di balik kertas itu ada tulisan lagi. Bunyinya ‘Diberikan Kepada Setiap Generasi Selanjutnya’.”
“Ya ya. Biasanya benda-benda kayak gitu emang dipindah tanganin ke setiap keturunannya. Emang siapa yang jadi pengikut pemuja setan?”
“Aku denger dari cerita ibunya Bams sih dulu kakeknya Bams sering ngelakuin hal-hal aneh setiap tengah malem. Katanya kakeknya sering pake jubah item terus duduk di tengah kamarnya yang gelap cuma pake lilin. Ibunya Bams nggak tau kakeknya Bams lagi ngapain, tapi aku yakin kalo kakeknya Bams lagi muja setan. Ibunya Bams juga bilang kalo kakeknya Bams punya kalung yang bentuknya lingkaran. Aku yakin kalung yang dimaksud ibunya Bams itu kalung bintang kebalik yang aku temuin di tasnya Bams.”
“Ada kemungkinan gitu sih. Tapi musti ada penyelidikan lagi.”
“Aku mau tanya lagi nih, Kak. Menurut kakak, mungkin nggak kalo SMA 5 dibangun sama orang-orang Freemason?”
“Mungkin aja. Kan banyak bangunan yang dibangun sama Freemason di Indonesia. Monas, Bunderah HI, Taman Suropati, Museum Fatahillah, itu semua kan dibangun sama Freemason.” jelas Henry. “Emang kenapa?”
“Nggak apa-apa, Kak. Cuma nanya. Ya udah ya, aku belajar dulu.” kata Ravie. Ia langsung memutus sambungan teleponnya.
Ravie langsung keluar dari toilet dan kembali ke kelasnya. Saat ia memasuki kelasnya, bel berbunyi tanda pelajaran pertama sudah berakhir. Sepertinya Ravie beruntung karena ia sudah melewatkan menit-menit terakhir pelajaran pertama yang membosankan.
Menit demi menit berlalu. Bel berbunyi tanda masuknya waktu istirahat pertama. Kali ini Ravie tidak memutuskan untuk pergi ke kantin. Ia sibuk membaca novel misteri yang dibawanya. Novelnya berkisah tentang tokoh detektif yang terkenal di Inggris. Tokoh ini diciptakan oleh penulis sekaligus raja cerita misteri Arthur Conan Doyle. Novel itu berjudul Sherlock Holmes dan Laskar Jalanan Baker Street: Misteri Kematian Bintang Sirkus. Novel itu ditulis oleh dua orang penggemar tokoh Sherlock Holmes yang bernama Tracy Mack dan Michael Citrin. Ravie duduk di kursinya, membaca dengan serius cerita kesukaannya.
“Eits, gila. Bacaannye berat.” kata Laras yang datang bersamaan dengan Timotius dan Angel.
“Biasa aja buat gue.” kata Ravie. Ia melihat Laras membawa mie instan yang ditempatkan di mangkuk sterofoam. “Eh, tumben jajan. Biasanya bawa bekel.”
Laras tertawa kecil. “Tadi gue telat, jadi nggak sempet bikin bekel deh.”
Laras kemudian duduk di samping Ravie. Angel duduk di kursinya sendiri, di depan Ravie duduk. Sementara Timotius duduk di samping Angel.
“Yang nulis kok Tracy Mack sama Michael Citrin sih? Bukannye Arthur Conan Doyle?”
“Yang asli emang Arthur Conan Doyle yang nulis. Tapi yang ini ditulis sama penggemarnya Sherlock Holmes.”
“Tapi ceritanya seruan mana?” tanya Angel.
“Sama-sama seru sih buat gue. Soalnya gue suka sama ceritanya.”
Laras kemudian terbatuk-batuk. Ia langsung menarik tangan Angel yang sedang memegang sekantung plastic es teh manis.
“Ya ampun. Pelan-pelan lah makannya.” kata Timotius.
“Napas ya, Mba. Napas.” tambah Angel.
Mereka lalu tertawa bersama-sama. Wajah Laras menunjukkan ekspresi aneh. Wajahnya seperti orang yang jijik. “Hiiih, rasanya aneh.” Laras langsung berdiri dan membuang mie instan yang dibelinya. Ia membuangnya di tempat sampah yang terdapat di depan kelasnya.
“Untung gue nggak beli.” gumam Angel.
Laras sudah kembali dari luar kelas. Ia masih menunjukkan wajah jijiknya.
“Emang rasanya gimana?” tanya Ravie.
“Pait banget. Kayak lo minum obat aje.” jawab Laras.
“Kok bisa?”
“Nggak tau. Ini pasti gara-gara tadi gue ngatain Mang Adang jelek nih.” kata Laras dengan nada bercanda.
“Wah, karma tuh.” kata Timotius.
Mereka lalu tertawa terbahak-bahak. Laras yang sedang berdiri di samping Ravie tiba-tiba merasa seperti melayang. Tubuhnya terasa ringan. Pengelihatannya menjadi lebih jelas dari sebelumnya. Laras mencoba untuk bersika biasa saja. Tiba-tiba saja hidungnya mengeluarkan darah dengan cepat.
“Ya ampun, Ras. Lo mimisan.” kata Angel.
“Yah, tisu dong.” kata Laras sambil menutupi hidungnya.
Angel langsung mengeluarkan tisu dari sakunya dan memberikannya kepada Laras.
Laras langsung menutupi hidungnya dengan tisu yang diberika Angel. Darahnya masih terus mengalir dari hidungnya. Bahkan darahnya sangat cair, sehingga mengalir sangat cepat. Tisu yang digunakan untuk menutuoi hidungnya kini dipenuhi dengan darah.
“Nggak berenti-berenti nih, Ras. Banyak banget. Mending lo ke UKS aja yuk.” kata Ravie.
Ravie, Timotius, dan Angel langsung mengantar Laras ke UKS. Namun, belum sampai mereka di pintu kelas, tiba-tiba Laras ambruk dan tidak sadarkan diri. Darahnya masih mengalir cepat lewat hidungnya, bahkan terlihat seperti pembuluh darah di hidungnya pecah. Ravie yang berada di belakang Laras langsung melakukan gerakan reflek menangkap Laras sebelum tubuhnya membentur lantai.
“Eh eh eh, bantuin dong.” kata Ravie dengan nada tinggi.
Beberapa teman-teman di kelasnya yang melihat kejadian itu langsung menghampiri mereka dan membantu mengangkat Laras untuk dibawa ke UKS. Laras dibawa ke UKS oleh beberapa teman sekelasnya. Ravie yang mengikutinya terus memegangi tisu yang sejak tadi menutupi lubang hidung Laras yang terus saja mengeluarkan darah cair.
Di UKS, Laras dibaringkan di atas tempat tidur. Ravie masih menutupi hidung Laras dengan tisu yang sudah dipenuhi oleh darah di seluruh permukaannya.
“Tim, tolong deh ambilin kapas.” kata Ravie.
Timotius langsung bergerak mengambilkan kapas di kotak P3K dan memberikannya kepada Ravie.
Ravie langsung menggantikan tisu yang tadinya dipakai untuk menutup hidung Laras dengan kapas. Darahnya masih saja mengalir dengan cepat. Laras juga tidak kunjung sadarkan diri.
“Tadi Laras bilang kalo mie yang dia makan rasanya pait kan?” tanya Ravie.
“Iya.” jawab Timotius.
“Pasti di dalem mie itu ada obatnya.”
“Obat apaan?” tanya Angel.
“Man gue tau. Yang gue yakin, pasti obat itu yang bikin Laras jadi mimisan begini.”
“Gue biasanya mimisan kalo kecapean. Emang ada ye obat yang bisa bikin kita kecapean?”
“Ya nggak gitu juga kali.” jawab Timotius.
“Kan gue nggak tau. Gue aja baru tau kalo ada obat yang efek sampingnya sampe mimisan begini.” kata Angel dengan nada tinggi.
“Sssssttt. Temen lo lagi nggak sadar. Lo berdua malah berantem.” protes Ravie
“Ya udah ah. Gue balik ke kelas.”
“Dih, ngambek nih ceritanya.” ledek Timotius.
“Gue mau ngasih udara buat Laras. Lo nggak liat nih temen-temen lo pada di sini semua?” kata Angel sambil menunjuk ke teman-temannya yang tadi membantu mengangkat Laras ke UKS.
“Ya udah, yang lainnya pada keluar dulu. Biar ada oksigen buat Laras.”
Angel melaporkan kejadian tersebut kepada wali kelasnya. Karena darah yang keluar dari hidung Laras tidak kunjung berhenti, wali kelasnya memutuskan untuk membawa Laras ke rumah sakit.
Ravie kembali ke kelasnya. Jantungnya masih berdebar-debar karena kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya. Ia duduk di kelasnya memikirkan tentang kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Tahun lalu, temannya yang bernama Hendri meninggal dunia karena dibunuh. Tubuhnya ditemukan di ruang Audio Visual dengan bekas jeratan di bagian lehernya.Tiga hari lalu, teman dekatnya sekaligus ketua kelasnya yang bernama Bams meninggal dunia dengan kasus yang sama. Tubuhnya ditemukan di kamar mandi dengan bekas jeratan di tempat yang sama.
Tunggu dulu, bekas jeratannya sama kayak yang ada di mayat Hendri. Berarti Bams sama Hendri dibunuh dengan cara yang sama. Apa mungkin orang yang ngebunuh Hendri itu orang yang sama yang ngebunuh Bams?
Ravie masih berfikir tentang siapa yang membunuh kedua temannya.
Tapi nggak mungkin. Yang ngebunuh Hendri namanya Daniel Morgan. Dia udah ditangkep di hari Hendri dibunuh. Bahkan tiga hari kemudian dia dihukum mati. Kak Henry pernah bilang soal ini. Berarti yang ngebunuh murid yang mayatnya ditemuin di Laboratorium Bahasa sama yang ngebunuh Bam situ bukan orang yang sama yang ngebunuh Hendri. Terus siapa? Punya motif apa di balik ini semua?
Bel berbunyi tanda istirahat pertama sudah selesai. Siswa-siswi SMA N 5 Jakarta kembali masuk ke kelasnya masing-masing. Kelas XI IPS 4 kembali melakukan aktifitas belajar mengajarnya.
Ravie kembali tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ia tidak bisa terfokus dengan pelajaran di kelasnya karena terus memikirkan motif di balik pembunuhan temannya.
Dua jam pelajaran sudah dilewati dengan berat oleh Ravie. Sekarang saatnya istirahat yang ke dua. Ravie turun ke lantai dasar dan menuju ke arah kantin. Ia tidak berbelok ke arah kantin, melainkan memasuki masjid untuk menunaikan ibadah Sholat Dzuhur.
Setelah Ravie melakukan wudhu, ia memasuki masjid dan melakukan Sholat Dzuhur berjama’ah dengan siswa-siswi SMA N 5 Jakarta lain dan beberapa guru yang juga ikut melaksanakan sholat berjama’ah. Ia berdiri di shaf, tepat berada di belakang imam.
Setelah selesai melaksanakan sholat, Ravie melakukan doa seperti yang biasa ia lakukan setelah sholat. Dalam keadaan duduk, ia memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Ravie masih dalam keadaan duduk walaupun sudah selesai berdoa. Ia senang berada di dalam masjid karena suasananya lebih sejuk daripada suasana di kelasnya.
Aura di dalam masjid memang selalu lebih sejuk daripada di luar masjid. Itu semua karena atap yang menutupi masjid. Kebanyakan masjid dihiasi dengan atap yang berbentuk setengah bola atau sering disebut kubah, dan berbentuk segitiga atau sering disebut pyramid. Bentuk atap seperi itu memang bersifat memantulkan aura, oleh sebab itu sering dipakai dalam pembuatan rumah ibadah. Cara kerjanya memang cukup unik. Jika orang-orang yang berada di bawah atap memiliki pikiran yang baik, maka aura baik akan terpancar dari orang-orang tersebut. Aura akan melayang ke udara dan akan menyentuh atap, selanjutnya akan dipantulkan kembali ke bawah oleh atap. Oleh sebab itu suasana di dalam tempai ibada selalu sejuk dan damai.
Ravie masih duduk di dalam masjid. Ia memandang ke arah depan. Di depannya terdapat mimbar yang biasa digunakan untuk khatib berceramah setiap Jum’at. Di mimbar itu terdapat pahatan tulisan Arab yang berbentuk lingkaran dengan garis melengkung di atasnya. Jika diperhatikan bentuknya seperti sebuah mata. Di bawahnya terdapat pahatan tulisan Arab yang berbentuk segitiga. Di sisi kanan dan kiri segitiga itu terdapat sebuah menara yang dengan atap kubahnya.
Astaga, ternyata di tempat ini banyak banget simbol setan yang sebenernya udah ada sejak lama. Tapi kenapa gue baru sadar simbol ini ada di mesjid? Padahal gue tiap hari dating ke sini.
Saat Ravie sedang serius melihat segitiga yang terdapat di mimbar, bel tanda istirahat selesai berbunyi. Ravie segera kembali menuju ke kelasnya. Bel berbunyi satu kali. Speaker kemudian mengeluarkan suara aneh seperti sebuah radio yang kehilangan sinyal. Suara bel pemberitahuan kemudian berbunyi.
“Mohon maaf kepada Bapak/Ibu guru yang sedang mengajar di kelas.”
Suara seorang wanita terdengar sedang berbicara di speaker.
“Berita duka cita. Telah meninggal seorang siswi dari kelas XI IPS 4 yang bernama Laras Sophia Putri dikarenakan pecah pembuluh darah otak. Almarhum meninggal pada hari ini pada pukul 11 siang tepat. Kepada seluruh ketua kelas harap ke ruang wakil untuk menerima amplop untuk santunan. Terima kasih.”
Ravi yang mendengar berita itu hanya bisa berdiri di depan kelasnya. Ia sangat terkejut mendengar berita kematian Laras. Baru sekitar beberapa jam yang lalu ia berbincang-bincang dengan Laras sambil tertawa terbahak-bahak.
Satu tahun yang lalu, temannya satu organisasinya meninggal dunia karena dibunuh dan mayatnya ditemukan di Ruang Audio Visual. Tiga hari yang lalu, seorang siswa dari kelas lain meninggal dunia karena dibunuh dan mayatnya ditemukan di Laboratorium Bahasa dengan keadaan mengenaskan dan bersimbah darah, dan teman dekatnya sekaligus ketua kelasnya yang bernama Reordan Bams meninggal dunia karena dibunuh dan mayatnya ditemukan di toilet. Hari ini, teman sekelasnya yang bernama Laras Sophia Putri meninggal dunia karena pecah pembuluh otak.
Dalam periode waktu dua tahun, empat orang pelajar dari SMA N 5 Jakarta telah meninggal dunia. Tiga pelajar yang termasuk dalam daftar korban meninggal dunia dalam waktu dua hari terakhir.
Angel mendekati Ravie dari arah belakang. “Pi…?”
Ravie terdiam. Ia tidak menjawab. Ia masih berdiri di tempatnya sejak berita duka itu disebarkan ke seluruh kelas.
“Pi…?” kata Angel sekali lagi.
Ravie tidak langsung menjawab. Wajahnya seperti orang yang tidak tau apapun. “Ada yang nggak beres.”
“Maksud lo?”
“Empat orang meninggal dalam waktu dua taun. Siapa lagi nanti? Ini bener-bener nggak beres.”
“Empat?”
Ravie langsung membalikkan tubuhnya dan mendekat ke Angel. “Lo inget dua taun lalu, waktu itu lo belom sekelas sama gue? Temen satu organisasi gue, Zul Hendri, meninggal karena dibunuh. Tiga hari lalu, anak kelas satu yang lagi ikut kebaktian meninggal karena dibunuh, lo bahkan ngeliat mayatnya. Terus nggak lama setelah itu, temen kita, Bams, dia meninggal karena dibunuh. Sekarang Laras. Kejadiannya beruntut kayak gini, ini pasti udah direncanain.”
“Tuggu tunggu. Tadi lo bilang Bams dibunuh. Bukannya bams gagal nafas?” tanya Angel bingung.
“Sebenernya ada yang aneh sama kabar dari rumah sakit. Tapi apa lo nggak liat waktu kita nemuin Bams di toilet? Di lehernya Bams ada bekas jeratan. Dia pasti dibunuh waktu dia mau keluar dari toilet.”
“Nggak mungkin. Terus siapa yang ngebunuh? Apa sekarang SMA 5 udah nggak aman?”
“Ya.” Ravie langsung menjawab. “Kayaknya kita musti lebih waspada sama setiap orang di sekolah ini.”
“Termasuk temen-temen kita?”
Ravie lalu menoleh ke arah teman-temannya yang sedang ribut di kelas. “Termasuk temen-temen kita.”
Untuk hari ini, SMA N 5 Jakarta tidak memulangkan siswa-siswinya lebih cepat walaupun ada salah seorang siswi yang meninggal dunia. Pelajaran dilanjutkan hingga waktu pulang tiba. Ravie berencana untuk menyelidiki ini semua sepulang sekolah nanti. Ia berniat untuk mengajak dua orang temannya dalam penyelidikannya. Penyelidikan ini akan menjadi sangat serius, bahkan akan lebih menantang dalam mengungkap kasus pembunuhan berantai yang misterius ini.
Sekitar dua jam kemudian, bel berbunyi menandakan aktifitas belajar mengajar sudah berakhir. Ravie dan dua orang temannya sudah menunggu di koridor di depan kelasnya hingga sekolah sepi.
Siswa-siswi SMA N 5 Jakarta meninggalkan lingkungan sekolah. Sekolah kini sepi. Beberapa mobil milik guru pengajar masih terlihat di lapangan SMA N 5 Jakarta. Ravie dan kedua temannya masih berdiri di koridor di depan kelasnya.
“Sekarang udah sepi. Kita mau mulai dari mana?” tanya Timotius.
“Sebelumnya gue mau tanya sama lo berdua. Ini tentang sekolah kita.” Ravie berhenti sejenak. “Apa yang ada di pikiran lo kalo gue bilang kalo sekolah ini dibangun sama … penuja setanh?”
Timotius berfikir dalam diamnya. “Nggak masuk akal.”
“Oke, ini emang nggak masuk akal. Tapi buktinya nyata. Lo bahkan ngelewatin setiap hari.”
“Buktinya?” taya Angel.
“Tadi waktu upacara, gue iseng ngitung semua tiang yang ada di sekolah ini. Jumlahnya ada 108 tiang. Di setiap lantai ada 36 tiang. 10 – 8 = 2, terus 10 nya kita bagi sama angka 2. Hasilnya pasti 5. Itu nama sekolah kita. Apa menurut lo itu cuma kebetulan?”
“Ya ampun, Pi. Itu namanya…”
“Gue belom selesai. Tadi jumlah tiangnya ada 108. 10 + 8 = 18. 18 itu sama aja 6 + 6 + 6. Kalo tanda tambahnya di ilangin, jadinya angka 666. Itu angka setan.”
“Lo nggak serius kan, Pi?” tanya Timotius.
“Di setiap lantai ada 36 tiang. Akar dari 36 sama dengan 6. Di sini ada tiga lantai, berarti ada tiga angka 6 yang diwakili sama setiap lantai. Sekali lagi angka 666 ada di bangunan sekolah ini. Terus di mesjid, coba lo liat mimbarnya. Di mimbarnya ada pahatan yang bentuknya kayak mata satu, itu simbol Lucifer. Di bawah simbol itu, ada pahatan yang bentuknya segitiga, mirip sama piramid. Mata satu sama piramid itu simbol setan.”
“Oke, cukup sama semua bukti-bukti yang udah lo kasi tau ke kita. Sebenernya lo mau ngomong apa ke kita?” tanya Angel.
“Gue yakin semua kasus kematian akhir-akhir ini pasti ada hubungannya sama kelompok persaudaraan pemuja setan.”
“Terus fungsi kita di sini?”
“Gue mau kalian bantuin gue buat ngngkap ini semua.”
“Caranya?”
Timotius yang sejak tadi menghadap ke arah lapangan langsung memotong pembicaraan Angel dan Ravie. “Tunggu deh. Tadi lo bilang tiang di setiap lantai ada 36.”
“Iya. Lo itung aja semua tiangnya. Termasuk tiang yang ada di depan kelas XI IPS 3.” sahut Ravie.
“Gimana sama dua tiang yang nempel di depan Ruang Wakil?”
“Itu diitung dua tiang.”
“Terus dua tiang yang ada di pos?”
“Itu nggak diitung. Soalnya menurut gue pos itu bukan bagian dari bangunan. Seandainya pos itu nggak ada juga nggak berpengaruh sama sekolah ini.”
“Kalo gitu tiangnya ada 37.”
“Tiangnya ada 36. Gue udah itung kok.”
“Kayaknya lo salah itung, Pi. Coba deh lo itung lagi.”
Ravie langsung mendekat ke pembatas koridor dan mulai menghitung. Ia memulai dari salah satu ujung sekolah ke ujung lainnya. “Tiangnya … ada 37.”
“Bener kan? Lo cuma salah kaprah doang kali.”
Ravie masih terdiam di tempatnya berdiri. Ia langsung teringat dengan kata-katanya tiga hari lalu sebelum kasus pembunuhan pertama terjadi. Cara terbaik menyembunyikan sebuah rahasia adalah dengan meletakkannya di tempat umum. Kata-kata itu langsung terngiang di pikirannya. Ia mengulang kembali kata-kata terakhir yang ia ucapkan tiga hari lalu. Meletakkannya di tempat umum, meletakkannya di tempat umum, meletakkannya di tempat umum, meletakkannya di tempat UMUM. UMUM, UMUM.
“Cara terbaik menyembunyikan sebuah rahasia adalah dengan meletakkannya di tempat umum.” gumam Ravie.
“Maksud lo?” tanya Angel.
“Tempat ‘umum’. Itu yang dimaksud George Washington. Perhatiin kata-katanya. Umum.” kata Ravie. Ia menekankan kata ‘umum’ terakhir dalam pengucapannya.
“Lo nggak usah sok bikim misteri deh, Pi.” kata Timotius dengan nada bosan.
“Yang dimaksud George Washington itu tempat umum. Jumlah tiangnya ada 36. Tiang yang ada di depan Kelas XI IPS 3 itu bukan tempat umum, termasuk juga tiang yang ada di lantai satu sama tiga. Tiang itu nggak ketauan sama masyarakat yang ada di sekitar sekolah. Gue yakin lo nggak bakal tau kalo di depan XI IPS 3 ada tiang sebelum lo ngeliat tiang itu.”
“Terus?” tanya Timotius.
“Kita harus ke Laboratorium Bahasa sekarang.” kata Ravie.
Ravie langsung berlari. Timotius dan Angel yang terkejut melihat Ravie tiba-tiba berlari langsung mengikutinya berlari di belakangnya.
Ravie menaiki tangga menuju ke lantai tiga. Kedua temannya mengikutinya dari belakang. Ravie langsung menikung ke kiri setelah sampai di lantai tiga. Ia berhenti di depan Laboratorium Bahasa yang pintunya tertutup rapat.
“Ada apaan sih, Pi?” tanya Angel dengan nafas yang terengah-engah.
“Kata kakak gue, pelaku pembunuhannya itu orang yang tau tentang sekolah ini, dia juga tau ruangan ini nggak pernah dibuka, dia bahkan punya kunci ruangan ini. Gue tau siapa dia.”
“Siapa yang lo maksud?” tanya Timotius.
Ravie mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia mencari kontak seseorang di daftar nama di buku teleponnya. Ravie lalu menekan tombol panggil.
“Halo, kak. Aku tau siapa pelaku pembunuhan di sekolah aku. Kakak bisa dating ke sekolah aku sekarang?” Ravie lalu berhenti bicara, lalu melanjutkan lagi. “Iya, Kak. Aku tunggu.”
Ravie memutus sambungan telepon dan memasukkan ponselnya kembali ke sakunya. Ia lalu mencoba membuka Laboratorium Bahasa dengan memutar pegangan pintunya berkali-kali dan menarik-narik pintunya.
Dari kejauhan di ujung koridor, seseorang berjubah hitam sedang memperhatikan tiga orang siswa-siswi yang masih berada di area SMA N 5 Jakarta. Ia langsung menghubungi orang lain melalui ponselnya.
“Halo…”
“Halo.”
“Ada tiga orang murid yang masih ada di area sekolah. Salah satunya nyoba ngebuka tempat pemujaan kita.”
“Apa yang harus saya lakukan ke mereka?”
“Hapus mereka bertiga.”
“Baiklah.”
Sambungan telepon lalu terputus. Seseorang yang diperintahkan untuk menghapus Ravie, Timotius, dan Angel langsung beraksi dengan membawa pisau berburu. Kata ‘hapus’ yang digunakan dalam pembicaraan mereka di telepon adalah kata lain dari singkirkan, atau dengan artian lain adalah bunuh.
Seseorang berjubah hitam dan membawa pisau berburu kini menuju lantai tiga. Ia sedang menaiki tangga di sebelah barat.
Ravie masih mencoba membuka pintu Laboratorium Bahasa yang terkunci. Ia terus memutar-mutar pegangan pintunya dan menarik-narik pintu itu, berharap pintu itu bisa terbuka dan ia dapat menungkap misteri pembunuhan teman-temannya.
“Ya udah lah, Pi. Pintunya dikunci. Kita nggak bakalan bisa masuk ke dalem.” kata Angel.
Tiba-tiba pintu yang sejak tadi terkunci terbuka begitu saja.
“Bisa dibuka kok.” kata Ravie sambil menatap Angel dan sedikit menyunggingkan senyum.
Ravie lalu masuk ke dalam Laboratorium Bahasa. Angel dan Timotius mengikutinya dari belakang. Ruangan itu terasa pengap. Banyak monitor di ruangan itu yang ditaruh di atas meja dengan sekat dan kaca pembatas. Ruangan itu seperti ruangan untuk interaksi visual antara guru dan murid. Debu-debu berterbangan di depan mata Ravie.
Tiba-tiba seseorang berjubah hitam membungkam mulut Timotius dan menyanderanya dengan pisau yang ditempelkan ke leher Timotius.
“Apa yang kalian mau di ruangan ini?” kata seseorang berjubah hitam.
“Akhirnya dateng juga.” gumam Ravie. “Kita nunggu Anda dateng.” jawab Ravie singkat.
“Nunggu saya dateng? Kalo gitu saya udah di hadapan Anda.” kata orang berjubah hitam itu.
Orang berjubah hitam itu lalu menggerakkan tangannya ke arah belakang. Suara seperti ranting yang patah terdengar dari sekeliling leher Timotius.
Angel yang melihat pembunuhan di depan matanya hanya bisa terdiam dengan kaki yang melemas.
“Angel, lari.” kata Ravie sambil melepas tas punggungnya.
Angel yang kebingungan bergerak ke sana kemari. Ia bingung bagaimana caranya menghindari pembunuh di depan matanya.
Ravie dengan berani maji sambil menenteng tas punggungnya. Ia mengayunkan tasnya dan membenturkannya ke orang berjubah di depannya. Orang berjubah itu menangkis tas Ravie, tetapi tangannya langsung kesakitan. Ravie mengayunkan tasnya lagi. Kali ini ia tepat mengenai kepalanya. Suara keras langsung terdengar ketika tas Ravie menyentuh kepala orang berjubah hitam di depannya. Orang berjubah itu pun langsung tersungkur sambil memegangi kepalaya.
“Auh. Pasti itu sakit. Ternyata ada gunanya gue bawa laptop hari ini.” kata Ravie sambil tersenyum kecil. “Ayo lari. Kita misah.”
Angel dan Ravie langsung keluar dari Laboratorium Bahasa. Mereka pergi ke arah yang berbeda. Angel turun menuju ke lantai dua, sementara Ravie berlari di koridor lantai tiga menuju ke tangga sebelah timur.
Angel bersembunyi di balik dinding di depan toilet tempat tubuh Bams ditemukan. Ia lemas, kakinya gemetar. Ia pun akhirnya merendahkan tubuhnya sambil memegangi dinding toilet.
Seorang wanita cantik tiba-tiba saja keluar dari dalam toilet. Ia menggunakan gaun berwarna putih dengan bawahan yang mengembang. Di bagian punggungnya terdapat tali-tali yang berfungsi untuk membentuk tubuhnya. Rambutnya lurus berwarna hitam kecokelatan dengan panjang sepunggung.
Angel terkejut melihat wanita yang baru saja keluar dari toilet di belakangnya. Ia bertambah kaget ketika wanita itu membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arahnya. Ia memandangi wanita di depannya dari atas sampai ke bawah. Tubuh wanita itu melayang di udara.
“Si … siapa…” kata Angel terbata-bata.
“Saya Victoria. Kamu harus cepat menghampiri temanmu yang berada di lantai atas. Orang yang mengejarnya, dia itu sangat berbahaya.”
“Apa … maksudnya?”
“Orang itu, dia yang membuat ini semua. Dia yang merencanakan semua pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini. Semua pembunuhan ini sudah ada rancangannya, bahkan sebelum kau berada di sekolah ini. Orang berjubah itu, dia melakukan upacara pemujaan setan dengan anggota sekte lainnya. Semua pembunuhan yang sudah terjadi ini hanya untuk mengambil nyawa dari orang-orang yang tidak bersalah. Mereka menginginkan kelompok persaudaraan mereka tetap ada di dunia ini, jadi mereka memberikan nyawa manusia kepada setan yang mereka sembah. Orang itu, dia yang menjaga sekolah ini.”
Tiba-tiba sebuah pistol berada di depan wajah Angel. Seseorang bertopi hitam dan berbaju rapih menodongkan pistol itu ke arah Angel.
“Angel…?” kata orang bertopi di depannya.
“Mas Henry.” sahut Angel.
Angel mengenali orang yang menodongkan pistol ke arahnya. Orang itu adalah Henry Pratama, kakak kandung Ravie.
“Mana Ravie?”
“Ada di atas. Dia diserang sama orang yang pake jubah item.” jelas Angel.
Henry langsung menarik lengan Angel dan berlari ke arah tangga. Angel mengimbangi lari Henry yang cepat. Ia menoleh ke arah belakang. Wanita yang berpakaian seperti gaun bangsa Belanda itu melambaikan tangannya ke arah Angel. Sepertinya Henry tidak bisa melihat wanita cantik tadi.
Ravie yang sedang dalam keadaan terpojok hanya bisa terduduk. Di depannya ada orang berjubah yang tadi dipukulnya menggunakan tasnya. Ia menodongkan pisau berburu di tangannya ke arah Ravie.
“Kayaknya kamu orang yang berbahaya. Kamu nyoba nyari tau keberadaan kami dengan nyari tau dari temen-temen kamu. Kamu bahkan tau kalo kami sengaja menaruh simbol piramid dan All-Seeing-Eye di tempat ibadah. Kamu juga tau kalo bangunan sekolah ini dibuat dengan jumlah tiang yang di dalemnya kami sisipin angka yang jadi identitas kami. Seharusnya Bapak Freemason nggak pernah ngucapin kalimat bodoh itu.” kata orang berjubah tersebut.
“Jadi Anda udah tau siapa saya. Bukan hal aneh buat saya, karena saya juga tau siapa Anda. Anda kan yang ngelakuin semua pembunuhan ini? Anda kan yang ngebunuh murid-murid di sini? Iya kan?” Ravie menarik nafas sejenak. “Mang Adang?”
Orang berjubah itu tertawa kecil seperti setan. Ia lalu membuka penutup kepalanya. Ternyata orang di dalam jubah itu adalah Mang Adang, penjaga sekolah SMA N 5 Jakarta.
“Kamu hebat juga bisa tau siapa saya.” kata Mang Adang. Logat Betawinya hilang seperti ia asli bukan orang Betawi.
“Bukan hal yang sulit buat saya nebak siapa Anda.”
“Jadi, ada kata-kata terakhir sebelum saya menghapus kamu?”
Ravie tersenyum dan mengatakan, “ Selamat tinggal.”
Suara tembakan terdengar dari ujung koridor. Mang Adang langsung tersungkur dengan bahu yang terluka. Ravie melihat kakaknya Henry sedang berdiri jauh di depannya sambil memegang pistol. Henry kemudia berlari menghampiri Ravie.
Tiba-tiba orang-orang berjubah hitam lain menaiki tangga dan menghampiri Mang Adang yang terluka. Mereka membuka penutup kepala mereka dan membantu Mang Adang berdiri. Tidak bisa dipercaya bahwa Pak Supandji adalah bagian dari sekte gelap ini.
Suara beberapa pistol terdengar dari arah tangga. Ternyata Henry membawa empat orang temannya yang juga agen ICA. Henry dan agen ICA lain kemudian menangkap Mang Adang dan anggota sektenya yang lain. Mereka semua dibawa ke kantor polisi dengan menggunakan mobil dari ICA.

SATU MINGGU KEMUDIAN

Senin pagi ini SMA N 5 Jakarta kembali melakukan upacara. Dengan pengecualian, akhirnya upacara dilakukan kembali setelah minggu kemarin dilaksanakan.
Ravie berdiri di depan barisan kelas-kelas. Ia didampingi oleh Kepala Agen ICA dan beberapa guru yang berdiri di dekat tiang bendera.
“Terima kasih kepada saudara Ravie, yang telah mengungkap misteri pembunuhan beberapa murid sepekan lalu, sekaligus mengungkap pelaku pembunuhan yang telah menewaskan empat teman kita.” kata Ibu Melati.
Mr. Cornel, Kepala Agen ICA, yang berdiri di samping Ravie kemudian berpindah dan berdiri di hadapan Ravie. Ia memberikan sebuah piagam penghargaan yang digulung rapih dan diikat dengan pita biru.
Mr. Cornel menyalami Ravie. “Terima kasih atas dedikasi kamu dalam membantu memecahkan kasus ini.” kata Mr. Cornel dengan aksen Indonesia yang buruk.
Henry lalu mengambil gambar dengan kamera yang dibawanya.
Saat istirahat tiba, mading dipenuhi dengan siswa-siswi yang ingin melihat si pengungkap misteri pembunuhan di SMA N 5 Jakarta. Di mading itu terdapat foto Ravie bersama yang memegang piagam bersama Henry dan Mr. Cornel. Di atas foto tersebut terdapat kertas yang bertuliskan ‘Ravie Pratama, The Mystery Seeker’.

2 comments:

crezno mengatakan...

mmm..ceita ini sangat bagus,inpiratif..
pertanyaan..kenapa "MANG ADANG" jd salah satu anggota "FREEMASON"?? :D

Muhammad Misbahuddin mengatakan...

jawabannya adalah.. memang begitulah jalan ceritanya

Posting Komentar